Stigma and Discrimination Among Children With HIV/AIDS in Ten Districts in Indonesia

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 2019:153-161

DOI: 10.22435/kespro.v10i2.2459.153-161

STIGMA DAN DISKRIMINASI PADA ANAK DENGAN HIV AIDS (ADHA)


DI SEPULUH KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

Stigma and Discrimination among Children With HIV/AIDS in Ten Districts in Indonesia

Sugiharti1*, Rini Sasanti Handayani2, Heny Lestary1, Mujiati2, Andi Leny Susyanti2
1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes
2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Litbangkes

*Email: [email protected]

Naskah masuk 19 November 2019; review 4 Desember 2019; disetujui terbit 31 Desember 2019

Abstract
Background: Children with HIV are vulnerable groups that need to be protected, considering that their parents
have often died of HIV/AIDS.
Objective: The purpose is to find information about stigma and discrimination against children with HIV/AIDS
in 10 districts in Indonesia.
Method: The study was conducted in 2015 with a cross-sectional research design using quantitative and
qualitative combined approaches (mixed methods approaches). Quantitative study respondents were
parents/guardians of children with HIV/AIDS aged ≥18 months totaling 201 children with HIV/AIDS. The
variables studied included: age, child status, children with HIV/AIDS companion and source of transmission),
reasons for closing the ADHA status and reasons for opening status. The qualitative study informants were
doctors, nurses, case managers, NGOs, and the Education Office
Results: Quantitative results showed that 41.8% of children with HIV/AIDS were aged 4-9 years; 58.5% are in
school; 61.7% of children with HIV/AIDS companions are biological parents; 91.5% of sources of transmission
are from biological mothers; 57.5% of reasons for closing status because of shame/stigma/ discrimination,
45.9% of reasons for opening status because the family already knew. Qualitative results of stigma and
discrimination occur in families, the environment, schools, and health services
Conclusion: Children with HIV/AIDS are a vulnerable group that must be protected. They have the right to live
properly and safely like other children. But the results of this study found that there was still stigma and
discrimination for Children with HIV/AIDS, both in the home, school and health care facilities.
Key words: Children with HIV/AIDS, Stigma and Discrimination, HIV/AIDS

Abstrak

Latar belakang: Anak dengan HIV merupakan kelompok rentan yang perlu dilindungi, mengingat orang tua
mereka sering kali sudah meninggal karena HIV/AIDS.
Tujuan: mengetahui gambaran stigma dan diskriminasi pada Anak dengan HIV/AIDS (ADHA) pada 10
Kabupaten/Kota di Indonesia.
Metode: Penelitian dilakukan tahun 2015 dengan disain potong lintang, menggunakan pendekatan kuantitatif
dan kualitatif (mixed methods approaches). Responden studi kuantitatif adalah orangtua/wali dengan ADHA
berusia ≥18 bulan sejumlah 201 ADHA yang diperoleh dari Dinas Kesehatan. Variabel yang diteliti meliputi:
usia, status anak, pendamping ADHA dan sumber penularan), alasan menutup status ADHA dan alasan
membuka status. Informan studi kualitatif adalah adalah dokter, perawat, manajer kasus, LSM, dan Dinas
Pendidikan
Hasil: Hasil kuantitatif menunjukkan 41,8% ADHA di usia 4–9 tahun; 58,5% berstatus sekolah; 61,7%
pendamping ADHA adalah orangtua kandung; 91,5% sumber penularan berasal dari ibu kandung; 57,5% alasan
menutup status karena malu/stigma/diskriminasi, 45,9% alasan membuka status karena keluarga sudah tahu.
Hasil kualitatif bahwa stigma/ diskriminasi terjadi di keluarga, lingkungan sekitar, sekolah dan pelayanan
kesehatan.
Kesimpulan: ADHA merupakan kelompok rentan yang harus dilindungi. Mereka berhak untuk dapat hidup
dengan layak dan aman seperti anak – anak lainnya. Namun hasil penelitian ini menemukan masih terjadi stigma
dan diskriminasi bagi ADHA, baik di lingkungan rumah, sekolah, maupun fasilitas pelayanan kesehatan.

Kata kunci: ADHA, Stigma dan Diskriminasi, HIV-AIDS


Stigma Dan Diskriminasi Pada Anak … (Sugiharti, Rini Sasanti Handayani, Heny Lestari, Mujiati, Andy Leny
Susyanti)

PENDAHULUAN

Laporan United Nation Internationa Children’s HIV/AIDS. Akses mereka ke pelayanan


Emergency Fund (UNICEF) Indonesia tahun pendidikan dan kesehatan mengalami
2012 menyatakan bahwa diperkirakan tiap 25 keterbatasan karena diskriminasi, kesulitan
menit terdapat 1 orang baru terinfeksi HIV. keuangan keluarga karena penyakit, kesehatan
Satu dari lima orang yang terinfeksi di bawah anak yang buruk dan kebutuhan untuk merawat
usia 25 tahun.1 Proyeksi Kementerian orang tua yang sakit.1
Kesehatan menunjukkan bahwa tanpa
percepatan program penanggulangan HIV, Anak dengan HIV merupakan kelompok rentan
maka diperkirakan setengah juta orang di yang perlu dilindungi, mengingat orang tua
Indonesia akan positif HIV pada tahun 2014. mereka sering kali sudah meninggal karena
Laporan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan HIV/AIDS sehingga menjadi beban keluarga
Lingkungan per September tahun 2013 atau kerabat. Berdasarkan Undang-Undang
menyebutkan jumlah anak terinfeksi HIV usia < No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
14 tahun sebesar 3.080 (3,64%) dan 15–19 menyatakan bahwa segala kegiatan untuk
tahun sebesar 2.908 (3,44%). Anak usia < 14 menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
tahun yang menerima Anti Retroviral Virus agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
(ARV) adalah 76,7 persen. Dengan demikian berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
terdapat 23,3% anak usia <14 tahun yang harkat dan martabat kemanusiaan, serta
membutuhkan ARV tidak mendapatkan layanan mendapat perlindungan dari kekerasan dan
tersebut.2 diskriminasi. Negara dan pemerintah
berkewajiban dan bertanggung jawab
Kementerian Kesehatan telah memproyeksikan memberikan dukungan sarana dan prasarana
peningkatan infeksi pada anak-anak, seiring dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
dengan meningkatnya infeksi HIV baru pada Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
perempuan. Temuan awal studi terakhir yang tahun, termasuk anak yang masih dalam
dilakukan oleh UNICEF dan Komisi kandungan.3 Oleh karena itu program
Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) pengobatan anak khususnya anak dengan HIV
menunjukkan kesulitan yang dihadapi oleh merupakan salah satu bentuk perlindungan
anak-anak yang terkena dampak dan terinfeksi anak.
Pengobatan HIV/AIDS merupakan pengobatan didukung oleh kesiapan tenaga medis dan
seumur hidup sehingga keberlangsungan apoteker dalam mendukung keberhasilan
pengobatan sangat berpengaruh terhadap hasil terapi.4 Studi yang dilakukan oleh UNICEF dan
pengobatan. Permasalahan dalam pengobatan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
HIV/AIDS adalah ARV hanya untuk menekan menunjukkan kesulitan yang dihadapi oleh
replikasi virus, kesulitan dalam mendapatkan anak-anak yang terinfeksi HIV/AIDS untuk
obat, kepatuhan pasien yang rendah dalam mengakses pelayanan pendidikan dan kesehatan
mengikuti program pengobatan, kurangnya disebabkan oleh adanya diskriminasi, kesulitan
informasi dan pemahaman tentang HIV/AIDS keuangan keluarga, kesehatan anak yang buruk
dan harga obat ARV yang mahal. ARV generik dan kebutuhan untuk merawat orang tua yang
buatan Indonesia sudah tersedia namun belum juga terinfeksi HIV-AIDS.1
Stigma terhadap HIV/AIDS masih cukup tinggi. dalam menangani dampak sosial HIV AIDS.5
Tidak mudah bagi masyarakat untuk menerima Anak penderita HIV/AIDS adalah kelompok
penderita HIV AIDS hidup secara normal di yang paling sering mendapat perlakuan
tengah-tengah mereka. Ketakutan akan diskriminatif di Indonesia. Sebagian besar
terjadinya penularan serta keyakinan bahwa malah tidak bersekolah atau dikucilkan
penderita akan memberikan kesialan pada masyarakat.6
lingkungan mereka, merupakan tantangan
______________________________
*
Corresponding author
(Email: [email protected])
© National Institute of Health Research and Development
ISSN: 2354-8762 (electronic); ISSN: 2087-703X (print)

154 Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 2019


Stigma Dan Diskriminasi Pada Anak … (Sugiharti, Rini Sasanti Handayani, Heny Lestari, Mujiati, Andy Leny
Susyanti)

Karena stigma dan diskriminasi, mereka tidak kuantitatif dan kualitatif (mixed methods
mendapatkan akses yang layak untuk layanan approaches). Lokasi penelitian dipilih secara
kesehatan dan pendidikan dan mereka bisa purposive sampling yaitu rumah sakit rujukan
mengalami stigma atau ditolak oleh keluarga HIV/AIDS di sepuluh kabupaten/kota yang
mereka sendiri.7 termasuk dalam 5 besar provinsi dengan jumlah
penderita HIV-AIDS terbanyak, yaitu Provinsi
Anak-anak penderita HIV AIDS tentu akan DKI Jakarta (Jakarta Utara, Jakarta Barat),
dirugikan manakala mereka ditolak di sekolah- Jawa Timur (Kota Surabaya, Kabupaten
sekolah karena ketakutan guru akan penularan Malang), Bali (Kota Denpasar, Kabupaten
virus. Namun apabila satus HIV mereka tidak Buleleng), Papua (Kota Jayapura, Kabupaten
disampaikan, maka tidak menutup Jayapura) dan Sumatera Utara (Kota Medan,
kemungkinan anak-anak lain di sekolah tersebut Kabupaten Deli Serdang). Sebagai sampel
akan terancam tertular melalui transmisi darah kuantitatif dalam penelitian ini adalah
walaupun hal tersebut tidak mudah. Sementara orangtua/wali dengan ADHA berusia ≥ 18
pada isu HIV/AIDS, jelas, anak adalah korban bulan sejumlah 201 ADHA, sampel diambil
karena mereka telah membawa virus ini sejak dari data Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA)
dilahirkan. Namun mereka tidak dapat di setiap Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang
menikmati perlakuan yang wajar dari dipilih. Variabel kuantitatif dalam penelitian
lingkungannya karena menderita HIV positif.5 ini adalah karakteristik ADHA (usia, status
anak, pendamping ADHA dan sumber
Artikel ini merupakan bagian dari penelitian penularan), alasan menutup status ADHA dan
“Akses Pengobatan HIV/AIDS dan Infeksi alasan membuka status ADHA. Pemakaian usia
Oportunistik pada Anak di Sepuluh anak ≥ 18 bulan dalam penelitian ini karena
Kabupaten/Kota di Indonesia” yang dilakukan pada usia < 18 bulan pemeriksaan HIV idealnya
pada tahun 2015.8 Tujuan penelitian ini adalah dilakukan pengulangan uji virologis HIV,
mengetahui gambaran stigma dan diskriminasi sedangkan pada usia ≥ 18 bulan bisa dilakukan
pada Anak Dengan HIV AIDS (ADHA) di pemeriksaan HIV seperti orang dewasa.
sepuluh kabupaten/kota. Stigma adalah suatu Sedangkan untuk informan kualitatif dalam
perbedaan-perbedaan yang merendahkan yang penelitian ini adalah dokter, perawat, manajer
secara sosial dianggap mendiskreditkan, dan kasus, LSM, dan Dinas Pendidikan.
dikaitkan dengan berbagai stereotip negatif.
Sedangkan diskriminasi adalah aksi-aksi HASIL
spesifik yang didasarkan pada berbagai
Studi Kuantitatif
stereotip negative yakni aksi-aksi yang
dimaksudkan untuk mendiskreditkan dan Pengumpulan data penelitian ini dilakukan
merugikan orang. Stigma dalam prakteknya secara kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan
dianggap sebagai tantangan (stigmatisasi), hasil kuantitatif untuk karakteristik ADHA,
sehingga orang harus dijatuhkan/direndahkan, secara keseluruhan mayoritas usia ADHA
atau dikucilkan (diskriminasi).9,10 Diharapkan berada di usia 5-9 tahun (41,8%), berstatus
artikel ini dapat menjadi evidence based bagi masih sekolah (58,7%), pendamping ADHA
pemerintah dan stakeholder terkait untuk adalah orangtua kandung (61,7%) dan sumber
mengurangi stigma pada penderita HIV/AIDS penularan HIV berasal dari Ibu (91,5%). Tabel
dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan 1
ADHA.

METODE

Disain penelitian yang digunakan adalah


dengan menggunakan pendekatan gabungan

Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 2019 155


Stigma Dan Diskriminasi Pada Anak … (Sugiharti, Rini Sasanti Handayani, Heny Lestari, Mujiati, Andy Leny
Susyanti)

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Penggunaan Kontrasepsi, Jenis Kontrasepsi, Obesitas pada WUS,
Umur, Pendidikan, Status Pekerjaan dan Lama Penggunaan Kontrasepsi

Uraian Jumlah %
Usia
18 bulan - 4 tahun 57 23,8
5 – 9 tahun 100 41,8
>10 tahun 44 18,4
Status anak
Tidak/Belum sekolah 79 39,3
Sekolah 118 58,7
Bekerja 4 2,0
Pendamping ADHA
Orangtua kandung 124 61,7
Nenek/Kakek 32 15,9
Paman/Bibi 21 10,4
Tanpa pendamping 12 6,0
Lainnya 12 6,0
Sumber Penularan
Ibu 184 91,5
Hubungan seksual 14 7,0
Jarum suntik/IDU/penasun 2 1,0
Transfusi darah 1 0,5
Jumlah 201 100,0

Stigma dan diskriminasi mendorong orang menggambarkan alasan menutup status ADHA
tua/wali ADHA menyembunyikan status (menyembunyikan status ADHA kepada
ADHA kepada lingkungan ADHA maupun lingkungan) dan membuka status ADHA
terhadap ADHA sendiri. Dari 201 ADHA yang (lingkungan mengetahui status ADHA) dapat
berusia >18 bulan, 54 menutup status dan 147 dilihat pada tabel 2 dan 3 di bawah ini.
status sudah terbuka. Tabel berikut

Tabel 2. Alasan menutup status ADHA terhadap HIV/AIDS di 10 Kabupaten/Kota di Indonesia,


2015
Alasan Jumlah %

Malu/stigma/diskriminasi 42 57,5
Belum waktunya 8 10,9
Merasa tidak penting dibuka 4 5,5
Lain-lain 19 26,1

Tabel.3 Alasan membuka status ADHA terhadap HIV/AIDS di 10 Kabupaten/Kota di


Indonesia, 2015

Alasan Jumlah %

Keluarga sudah tahu 113 45,9


Butuh dukungan 81 32,9
Cepat atau lambat akan tahu 28 11,4
Lain-lain 24 9,8

156 Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 2019


Stigma Dan Diskriminasi Pada Anak … (Sugiharti, Rini Sasanti Handayani, Heny Lestari, Mujiati, Andy Leny
Susyanti)

Ketakutan, stigma dan diskriminasi terhadap “Keluarga kebanyakan belum bisa terima, ada
ODHA (orang yang hidup dengan HIV/AIDS) yang 1 keluarga menolak kalau di diagnosa
masih menjadi hambatan utama. Keluarga dan HIV/AIDS” (LSM Jayapura)
anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS
rentan terhadap stigma dan diskriminasi, yang Selain keluarga terdekat stigma juga terjadi di
dapat dilihat dari berkurangnya akses ke lingkungan sekitar dan sekolah. Akibat stigma
layanan, kehilangan martabat dan
dari lingkungan sekitar (tetangga) terjadi
meningkatnya kemiskinan dan deprivasi.
diskriminasi berupa pengusiran keluarga
Studi Kualitatif ADHA dari lingkungannya. Sedangkan di
lingkungan sekolah, sebagian besar ADHA
Dari hasil penelitian kualitatif di 10 yang bersekolah masih menutup statusnya.
kabupaten/kota masih terjadi stigma dan Bentuk diskriminasi yang diterima ADHA di
diskriminasi pada ADHA. Hasil kualitatif, sekolah adalah dikucilkan, tidak boleh bermain
menunjukkan stigma dari masyarakat bisa dan makan bersama bahkan sampai dengan
berasal dari keluarga terdekat, teman dan dikeluarkan dari sekolah.
tetangga. Stigma dari keluarga diterima ADHA
dalam bentuk diskriminasi dan pembiaran. “Orang tua takut kalau statusnya di ketahui
Diskriminasi terjadi karena keluarga takut oleh warga, mereka biasanya kalau ambil obat
tertular infeksi virus HIV, bentuk diskriminasi cepat saja dan langsung pulang, dan mereka
seperti tidak diperbolehkan makan bersama. kalau diketahui oleh tetangga tempat tinggal
Sedangkan pembiaran oleh keluarga yang mereka bisa diusir dan tidak boleh tinggal
diterima ADHA berupa ditinggal oleh bersama warga yang lain. Itu ada sekitar 1-2 %
orangtuanya di panti asuhan atau diserahkan ke yang diusir kalau ketahuan.” (Konselor RS
neneknya. Rujukan Kota Jayapura)

“Ada kasus, neneknya sudah meninggal, “Pendidikan banyak terkendala. Biasanya


mereka tinggal dengan tantenya, anak tantenya mereka masih closed status untuk keamanan
yang sebaya tidak diperbolehkan makan dan kenyamanan. Karena di Medan, stigma
bareng, takut nular, walaupun sudah diberi masih tinggi baik dimasyarakat maupun di
tahu tidak nular” (LSM Kota Surabaya) lingkungan sekolah.” (LSM Medan Plus)

“Macam-macam keluarga, ada yang bisa “Beberapa pasien lingkungan rumahnya tidak
menerima dan ada juga tidak, ada yang tahu, tapi sebagian ada yang tahu dan
ditinggal bapak dan ibunya , dan harus tinggal dikucilkan. Di sekolah yang tahu diejek oleh
sama neneknya dan ada juga yang membuang teman-temannya” (LSM Kabupaten Malang)
dan ditinggalkan di panti”(LSM Kota
“Pernah juga ada anaknya yang bilang saya
Surabaya)
HIV, tapi gurunya ga apa-apa. Tapi pernah
Namun ada pula keluarga yang tidak bisa juga ada anak mau masuk SMP swasta, buka
menerima kenyataan kalau anggota keluarganya status. Sebenarnya sudah diterima, tetapi
terinfeksi HIV dengan mengingkari kenyataan. setelah buka status ditunda penerimaannya dan
Pengucilan oleh keluarga kadang terjadi pada akhirnya ditolak.” (LSM, Jakarta Barat)
ADHA Remaja.
Sementara itu Dinas Pendidikan masing-masing
“Ada keluarga yang tahu tetapi menyangkal Kabupaten/Kota menyikapi positif bila ada
bukan sakit HIV tetapi sakit IMS” (LSM anak didik yang positif HIV, yaitu dengan
Kabupaten Malang) melindungi, merangkul dan membimbing
ADHA. Seperti membantu sosialisasi mengenai
HIV kepada orangtua ADHA. Membantu

Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 2019 157


Stigma Dan Diskriminasi Pada Anak … (Sugiharti, Rini Sasanti Handayani, Heny Lestari, Mujiati, Andy Leny
Susyanti)

merahasiakan status ADHA hanya orangtua pelayanan kesehatan, seperti ADHA


yang tahu. Bila terlanjur teman-temannya tahu, diperlakukan berbeda dengan pasien non HIV,
Dinas Pendidikan akan membantu kepindahan menolak melayani pasien ADHA, bahkan ada
ADHA ke sekolah lain. Selain itu Dinas petugas kesehatan yang masih khawatir untuk
Pendidikan juga melakukan koordinasi dengan sekedar berjabat tangan dengan ADHA. Akibat
Dinas Kesehatan, Komisi Penanggulangan perlakuan tersebut, menyebabkan pasien HIV
AIDS (KPA) dan Lembaga Swadaya enggan melakukan pengobatan.
Masyarakat (LSM) yang mengurusi HIV agar
ADHA tetap bisa berobat, tidak terganggu “Stigma dari diri pasien sendiri misalnya minta
proses belajarnya dan tidak dijauhkan oleh pelayanan khusus, minta dipisah nggak mau
teman-temannya. campur dengan pasien yang lain, ketakutan
diketahui statusnya” (Dinkes Jakbar)
“Kalau ada anak yang terjangkit pasti kita
harus rangkul dan sosialisasi kepada orang tua “Hambatan psikologis, kadang pasien malas ke
dan jangan dikucilkan dan membimbing dengan Rumah Sakit, karena takut dan malu ketahuan
kegiatan kerohanian. Dan menjaga agar teman penyakitnya. Hal ini menjadi hambatan secara
temannya jangan tau. kalau ada yang terkena psikologis” (KPAD DKI Jakarta)
di kabupaten maka akan diambil suatu “Hubungan dengan nakes cukup baik
kebijakan untuk dipindahkan ke sekolah meskipun masih ada diskriminasi yang
lain,jadi kalau pendidik sendiri yang boleh tau
dilakukan oleh perawat di RS. Biasanya mereka
adalah Kepala sekolah, sedangkan untuk guru memandang beda terhadap anak
itu juga tidak boleh kasih tau” (Dinas tersebut”(LSM Kabupaten Deli Serdang)
Pendidikan Jayapura)
Namun tidak semua petugas kesehatan di
“Koordinasi dengan Dinkes dan LSM untuk beberapa Kabupaten/Kota melakukan
mengambil langkah-langkah agar anak dengan diskriminasi terhadap pasien ADHA. Hubungan
HIV/AIDS ini tidak terganggu proses tenaga kesehatan dengan ADHA dan keluarga
pembelajarannya di sekolah, dan tidak
cukup dekat. Petugas kesehatan ramah, bahkan
dijauhkan oleh teman-temannya” (Dinas ADHA remaja berobat sendiri tanpa diantar
Pendidikan Kota Denpasar) orangtua atau walinya. Sementara di Papua,
“Kalau terbukti positif HIV suruh pengobatan karena HIV sudah umum, hubungan petugas
tidak mungkin kita mengeluarkan dari sekolah, kesehatan dengan ADHA dan keluarganya tidak
kita suruh pengobatan dulu” (Dinas ada masalah.
Pendidikan Jakarta Barat) “Nakes sangat dekat dengan ODHA dan
Hambatan psikologis dan sosial, menjadi keluarga” (LSM Jakarta Utara)
hambatan dalam pengobatan HIV/AIDS di “Kayaknya mereka enjoy juga, karena mereka
beberapa Kabupaten/Kota. Hambatan ramah-ramah, say hello, mereka enjoy mereka
psikologis berupa stigma yang datang dari diri datang sendiri yang SMA, karena perawatnya
pasien sendiri (self stigma). Menurut petugas
juga ramah” (LSM Kota Surabaya)
kesehatan, bentuk dari self stigma adalah tidak
membuka status karena takut dan malu bila “Baik-baik saja, tidak ada diskriminasi, karena
ketahuan penyakitnya. Dampak dari self stigma di sini HIV sudah umum, hubungan baik,
tersebut adalah tidak mau berobat karena takut mereka selalu bilang: kamu mau hidup, mau
diketahui orang, biasanya terjadi pada ADHA sehat, minum obat supaya tidak drop, tidak
yang remaja. Sedangkan hambatan sosial terkapar” (LSM Papua)
adalah stigma yang diterima ADHA dari

158 Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 2019


Stigma Dan Diskriminasi Pada Anak … (Sugiharti, Rini Sasanti Handayani, Heny Lestari, Mujiati, Andy Leny
Susyanti)

PEMBAHASAN dalam keluarga di mana diagnosis masih


dirahasiakan; 2) Ketakutan terhadap stigma,
Hasil kuantitatif pada penelitian ini penolakan, dan hilangnya dukungan oleh
menggambarkan karakteristik ADHA yang keluarga/komunitas; 3) Keinginan untuk
sebagian besar usia anak terinfeksi HIV adalah melindungi anak dari kekhawatiran tentang
di usia 4 sampai dengan 9 tahun (41,8%), status masa depannya; 4) Kemungkinan bahwa beban
anak sebagian besar masih bersekolah (58,7%) mengerti status HIV-nya akan menyebabkan
dengan pendamping sebagian besar adalah depresi atau masalah kesehatan mental; (5)
orangtua kandung (61,7%) serta sebagian besar Perasaan bersalah dan malu dapat mencegah
ADHA tertular HIV dari ibu kandungnya pengasuh terinfeksi HIV mengungkapkan
(91,5%). Dari data terlihat bahwa sebagian infeksi mereka sendiri untuk anak mereka.13
besar usia ADHA adalah 4 sampai dengan 9
tahun, hal ini kemungkinan karena kerusakan Selain menutup status ADHA, ada juga
berat sistem kekebalan tubuh pada ADHA pendamping yang membuka status ADHA
cenderung terlihat pada usia 7 sampai dengan 8 dengan alasan keluarga sudah tahu.
tahun. Sebagian besar ADHA tertular dari ibu Pengungkapan status HIV sangat penting
kandungnya, karena sebagian besar anak manfaatnya, yaitu: 1) menghindari risiko
dibawah usia 10 tahun tertular HIV dari ibu peningkatan penularan HIV di antara pasangan
kandungnya, penularan dapat terjadi dalam seks; 2) Membantu mendapatkan tambahan
kandungan, waktu melahirkan atau melalui dukungan, termasuk akses terhadap pengobatan
menyusui.11 dan membantu mengikuti program perencanaan
kehamilan, penggantian pemberian makanan
Dari hasil kuantitatif juga terlihat bahwa untuk bayi, perawatan dan perencanaan masa
sebagian besar masih bersekolah dengan depan; 3) mempengaruhi orang lain yang masih
pendamping adalah sebagian besar orangtua takut pengungkapan dan meningkatkan
kandung. Hal ini kemungkinan karena usia 4 pengetahuan tentang HIV dan transmisinya.13
sampai dengan 9 tahun adalah usia sekolah dan
di usia tersebut masih membutuhkan Stigma terhadap HIV/AIDS masih cukup
pendampingan orangtua dalam pengobatan tinggi. Tidak mudah bagi masyarakat untuk
ARV. Menurut penelitian Sugiharti, dkk, menerima penderita HIV/AIDS hidup secara
dukungan dari orangtua dan keluarga dapat normal di tengah-tengah mereka. Ketakutan
meningkatkan kepatuhan minum obat ARV akan terjadinya penularan serta keyakinan
bagi ODHA. Faktor keluarga biasanya menjadi bahwa penderita akan memberikan kesialan
pendukung utama ODHA.12 Sedangkan pada lingkungan mereka, merupakan tantangan
menurut Spiritia, kepatuhan minum obat adalah dalam menangani dampak sosial HIV/AIDS.
tantangan besar untuk anak karena banyak anak Anak-anak penderita HIV/AID tentu akan
tidak mengerti mengapa mereka harus dirugikan manakala mereka ditolak di sekolah-
mengalami efek samping obat. Karena itu baik sekolah karena ketakutan guru akan penularan
anak maupun dewasa membutuhkan lebih virus. Aang Sutrisna juga melaporkan tentang
banyak dukungan. 11 angka putus sekolah ADHA, karena alasan
pendidikan dirasakan cukup, tidak punya biaya,
Pada Tabel 2 dan Tabel 3, terlihat bahwa alasan malu, membantu orang tua dan lain
menutup status ADHA sebagian besar karena sebagainya.14 Namun apabila status HIV
malu/stigma/diskriminasi dan alasan membuka mereka tidak disampaikan, maka tidak menutup
status ADHA sebagian besar karena keluarga kemungkinan anak-anak lain di sekolah tersebut
sudah tahu. Hal ini sesuai dengan penelitian akan terancam tertular melalui transmisi darah
Handayani, dkk terdapat 21 ODHA yang tidak walaupun hal tersebut tidak mudah. Sementara
memiliki stigma. Kemungkinan hal ini terjadi pada isu HIV/AIDS, jelas, anak adalah korban
karena ODHA belum membuka diri tentang karena mereka telah membawa virus ini sejak
statusnya. Adanya stigma tersebut dilahirkan. Namun mereka tidak dapat
menyebabkan ODHA menutup statusnya. menikmati perlakuan yang wajar dari
Beberapa alasan umum pengasuh anak-anak lingkungannya karena menderita HIV positif.5
dengan HIV menutup status, yaitu: 1)
Ketakutan anak yang terinfeksi menjadi tidak Hasil penelitian Muksin, dkk bahwa stigma
baik setelah terungkapnya status HIV, terutama oleh guru terhadap anak dengan HIV positif

Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 2019 159


Stigma Dan Diskriminasi Pada Anak … (Sugiharti, Rini Sasanti Handayani, Heny Lestari, Mujiati, Andy Leny
Susyanti)

dapat berasal dari personal (personal menyatakan bahwa dukungan sosial


determinant) yaitu pengetahuan guru tentang berhubungan positif dengan kesejahteraan
HIV dan AIDS, jenis kelamin guru, dan juga sosial ADHA. Penelitian tentang dukungan
materi edukasi yang didapatkan oleh guru sosial terhadap ADHA di Ghana juga
terkait HIV dan AIDS. Sedangkan variabel melaporkan hal yang sama.19,20 ADHA
yang berasal dari lingkungan (environmental membutuhkan dukungan sosial untuk
determinant) yang dapat memperngaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwanya agar
terjadinya stigma oleh guru terhadap anak hidup lebih sejahtera. Mereka juga berhak
dengan HIV positif adalah persepsi terhadap mendapatkan hak yang sama untuk hidup
sikap teman dan kepala sekolah terhadap anak sejahtera. Pemerintah, stakeholder terkait
HIV positif.15 HIV/AIDS perlu memberi perhatian terhadap
aspek dukungan sosial kepada ADHA
Stigma dan diskriminasi pada ADHA juga
terjadi di pelayanan kesehatan. Berdasarkan KESIMPULAN
hasil penelitian Darmoris, dkk di Kepulauan
Bangka Belitung, bahwa 42,4 persen petugas Anak Dengan HIV-AIDS (ADHA) merupakan
kesehatan bersikap diskriminasi pada pasien kelompok rentan yang harus dilindungi. Mereka
ODHA. Dari hasil kualitatif Darmoris, dkk berhak untuk dapat hidup dengan layak dan
diketahui juga bahwa masih ada ODHA yang aman seperti anak – anak lainnya. Namun hasil
ditempatkan pada tempat tertentu (ruang penelitian ini menemukan masih terjadi stigma
isolasi) setelah mengetahui status HIVnya, dan diskriminasi bagi ADHA, baik di
masih ada petugas kesehatan yang menyalahkan lingkungan rumah, sekolah, maupun fasilitas
ODHA setelah tahu faktor resiko ia terkena pelayanan kesehatan.
HIV dan dokter yang tidak merahasiakan status
HIV seorang pasien. Menurut Darmonis, dkk, SARAN
hal ini terjadi disebabkan pengetahuan yang
masih kurang dan kepercayaan terhadap Sosialisasi melalui media massa perlu lebih
responden yang salah terutama tentang sumber ditingkatkan lagi, agar ADHA dapat terlindungi
dan cara penularan HIV.16 dari stigma dan diskriminasi. Bentuk dukungan
social dapat berupa kesempatan belajar bagi
Diskriminasi dari petugas kesehatan juga terjadi ADHA sehingga perlu perhatian khusus dari
di Temanggung dan kudus, terutama di RS Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Daerah. Selain di RS diskriminasi juga untuk (ADHA), mengenai keberlanjutan
dilakukan oleh pegawai pemerintahan pada saat pendidikannya agar dapat menjalankan
pendamping membutuhkan kelengkapan pendidikannya dengan normal. Peran sentral
dokumen administrasi untuk perawatan di RS. Komisi Penanggulangan AIDS disemua tingkat
Anak-anak yang hidup dengan virus HIV/AIDS pemerintahan melalui fungsi advokasi dan
sangat membutuhkan dukungan dari lingkungan koordinasi yang dimilikinya akan menjadi salah
terdekat, dan dalam hal ini lingkungan terdekat satu kunci keberhasilan dalam mengelola
mereka adalah keluarga. Namun bila keluarga masalah ADHA.
tersebut mengalami stigma dan diskriminasi
dari masyarakat maka semakin susah bagi UCAPAN TERIMA KASIH
keluarga tersebut untuk membesarkan anak-
anaknya.17 Menurut Paryati dkk faktor-faktor Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
yang mempengaruhi stigma tenaga kesehatan Kepala Teknologi Intervensi Kesehatan
adalah tingkat pendidikan, persepsi, lama Masyarakat, Badan Litbangkes yang telah
bekerja, tingkat pengetahuan, kepatuhan memberi ijin penggunaan data penelitian ini.
terhadap agama dan dukungan institusi dan Terima kasih juga kami sampaikan kepada ibu
faktor-faktor lain seperti umur, jenis kelamin, Tin Afifah selaku pembimbing, tim peneliti,
dan pelatihan tentang HIV/AIDS.18 para informan penelitian dan semua pihak yang
membantu penelitian ini yang tidak bisa kami
Masalah psikologis ADHA telah menjadi sebutkan satu per satu.
perhatian dunia. Penelitian tentang penerimaan
dukungan sosial dan kesulitan psikosial di
China dilaporkan oleh YA. Hong dkk

160 Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 2019


Stigma Dan Diskriminasi Pada Anak … (Sugiharti, Rini Sasanti Handayani, Heny Lestari, Mujiati, Andy Leny
Susyanti)

DAFTAR PUSTAKA Aids (Odha) Dalam Minum Obat Arv Di


Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Tahun
1. Unicef indonesia. Ringkasan Kajian 2011-2012. J Kesehat Reproduksi.
Respon Terhadap HIV & AIDS. 2015;5(2 Ags):113–123.
Ringkasasn Kaji. 2012;1–6.
13. WHO. What is the impact of HIV on
2. Kementerian Kesehatan RI. Statistik HIV families ? Evid Decis.
AIDS. Jakarta; 2013. 2005;(December):24.
3. RI P. Undang Undang RI No. 35 Tahun 14. Sutrisna A. Child Poverty and Social
2014, Tentang Perubahan Atas Undang- Protection Conference Dampak HIV Pada
Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Pendidikan Anak di Indonesia [Internet].
Perlindungan Anak. 2014 p. 1–45. 2009. Available from:
4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman http://www.smeru.or.id/cpsp/Paper,
Pelayanan Kefarmasian Untuk Orang HIV Abstact, CV/0103_Aang-paper.pdf
AIDS (ODHA). Jakarta: Departemen 15. Parut AA. Hubungan pengetahuan tentang
Kesehatan RI; 2006. HIV/AIDS dengan stigma terhadap ODHA
5. Zakarija A, Amelia P. Intervensi Care pada siswa kelas XI SMK VI Surabaya. J
Support Treatmen Bersasaran Anak Ners Lentera. 2016;4(2):106–13.
dengan HIV/AIDS: Sebuah Model 16. Darmoris, Shaluhiyah Z, BM
Pendekatan Humanistik Bagi Anak dan Syamsulhuda. Diskriminasi Petugas
Lingkungannya Dalam Menghadapi Kesehatan terhadap Orang Dengan HIV-
Stigma. J Peremp dan Anak. 1(1):1–7. AIDS di Provinsi Kepulauan Bangka
6. Satriawan Y. Anak Penderita HIV-AIDS Belitung. J Promosi Kesehat Indones.
Masih Terima Perlakuan Diskriminatif. 2011;6(2):101–8.
Voa Indonesia. 2015; 17. Ernawati. Sikap Pengasuh Anak Balita
7. Yayasan Lentera Pelangi. Lentera Pelangi. Yang Terinfeksi Hiv / Aids. J Keperawatan
Jakarta; Komunitas. 2013;1(1):62–73.

8. Rini Sasanti H dkk. Akses Pengobatan 18. Paryati T, Raksanagara AS, Afriandi I,
HIV/AIDS dan Infeksi Oportunistik pada Kunci K. Faktor-faktor yang
Anak di Sepuluh Kabupaten/Kota di Mempengaruhi Stigma dan Diskriminasi
Indonesia. Jakarta, Indonesia; 2016. kepada ODHA(Orang dengan HIV/AIDS)
oleh petugas kesehatan : kajian literatur.
9. Suzanne M et al. A Comparison of HIV Pustaka Unpad. 2013;(38):1–11.
Stigma and Discrimination in Five
International Sites : The Influence of Care 19. Hong Y, Li X, Fang X, Zhao G, Lin X,
and Treatment Resources In High Zhang J, et al. Perceived social support and
Prevalence Settings. Soc Sci Med. :2271– psychosocial distress among children
8. affected by AIDS in China. Community
Ment Health J. 2010;46(1):33–43.
10. Butt L, Morin J, Numbery G, Peyon I, Goo
A. Stigma dan HIV/AIDS di Wilayah 20. Doku PN, Dotse JE, Mensah KA.
Pegunungan Papua. Kerjasama Penelit Perceived social support disparities among
antara Pus Stud Kependudukan–UNCEN, children affected by HIV/AIDS in Ghana:
Abepura, Papua dan Univ Victoria, A cross-sectional survey. BMC Public
Canada. 2010; Health [Internet]. 2015;15(1):1–10.
Available from:
11. Spiritia. ANAK dan HIV. 2014; https://bmcpublichealth.biomedcentral.co
12. Sugiharti, Yuniar Y, Heny Lestary. m/track/pdf/10.1186/s12889-015-1856-5
Gambaran Kepatuhan Orang Dengan Hiv-

Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 2019 161

You might also like