Metode Bioprediksi Perubahan Iklim Menggunakan Fosil Polen Dan Spora Pada Kala Pliosen Di Daerah Banyumas

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 3

METODE BIOPREDIKSI PERUBAHAN IKLIM

MENGGUNAKAN FOSIL POLEN DAN SPORA PADA


KALA PLIOSEN DI DAERAH BANYUMAS
Climate Change Bioprediction Method used Pollen and Spore Fossil at
Pliocene Age in Banyumas
1

R. Setijadi ; A. Widagdo ; S.W.A. Suedy

[email protected]
[email protected]
1,2) Program Studi Teknik Geologi, Jur. Teknik FST UNSOED, Kampus Blater Purbalingga
3) Jurusan Biologi FMIPA UNDIP, Jl. Prof. Soedarto SH, Kampus Tembalang, Semarang

Abstract Pollen and spore fossil of Pliocene sedimentary (Tapak Formation) have been used as a guidance for prediction
(bioprediction) of climate change which happened at Pliocene age in Banyumas. Geomorphological and vegetation changes happen in
conformity with climate changes. By knowing pollen and shpore fossils, we can know the type of vegetation which produce it. Then
pollen and shprore fossils which found widely on the sedimentary rock is an exact way for tracing of climate change which had
happened.
The aim of this research is to explore bioprediction method base on polen and sphore data, to know morphological change which
happened because of climate change on Pliocene age in Banyumas.
This research consist of field and labolatory work. Field work is for taking rock sample and making stratigraphic collumn.
Labolatory work consist of making plate from the samples using asetolisis methode, identification and clasification of fosils and
palynology analisis.
The result of the research show that the research area can be included on the zone of Podocarpus imbricatus from Late Pliocene Age
which is shown by presence of Podocarpus imbricatus and Stenochlaenidites papuanus. There has 3 events of climate change that are
hot-cold-hot which corelate with transgresion (relative sea level rise) and regresion (relative sea level drop)
Keyword pliocene, climate, palinology, bioprediction

PENDAHULUAN
Perubahan iklim merupakan suatu sistem yang
berkesinambungan sejak keberadaan bumi ini dari masa
lampau hingga sekarang. Perubahan iklim yang terjadi
pada suatu waktu akan sangat mempengaruhi
kehidupan yang ada pada waktu itu, baik fauna maupun
floranya, diantaranya adalah perubahan bentang alam
vegetasi yang terjadi bersama dengan terjadinya
perubahan iklim.
Fosil merupakan salah satu kunci utama dari
informasi perubahan iklim masa lampau. Beberapa
informasi yang dapat diinterpretasi dari studi mikrofosil
adalah perubahan iklim masa lampau yang diketahui
dari dinamika bentang alam vegetasinya berdasarkan
bukti palinologi berupa fosil polen dan spora tumbuhan
penyusunnya. Penelitian perubahan iklim masa lampau
(paleoklimat) dengan memanfaatkan rekam fosil akan
memberikan gambaran penting mengenai climate
system variability, dan hubungannya dengan iklim di
masa sekarang dan akan datang.

Dinamika Rekayasa Vol. 7 No. 1 Febuari 2011


ISSN 1858-3075

Fosil polen dan spora telah digunakan oleh beberapa


peneliti, seperti Ricklefs (1990) untuk menggambarkan
iklim di Jawa selama Pliosen yang lebih sejuk dan
kering dengan savana yang tersebar serta hutan bakau
banyak terdapat di bagian tengah. Demikian pula
Semah (1984) menunjukkan daerah tengah Pulau Jawa
dipengaruhi oleh aktivitas gunung berapi dan terjadi
rekolonisasi tanah yang berkaitan dengan hutan basah
tropis dataran rendah. Analisis fosil polen yang terdapat
pada sedimen daerah Sangiran, mengindikasikan pada
awal Pliosen pernah terdapat hutan bakau/mangrove di
daerah ini (Semah, 1982; van Zeist et al., 1979).
Raharjo dkk. (1994) menggunakan fosil polen dan spora
untuk menyusun zonasi Palinologi Pulau Jawa, dimana
pada kala Miosen Akhir-Pliosen awal di Jawa dicirikan
dengan zona Stenochlaenidites papuanus yaitu
dominasi Stenochlaenidites papuanus, pemunculan
awal
Podocarpus
imbricatus
serta
kepunahan
Florschuetzia trilobata. Sedangkan Pliosen Akhir
dicirikan oleh zona Podocarpus imbricatus dengan
adanya kemunculan dan asosiasi Podocarpus

Dinamika Rekayasa Vol. 7 No. 1 Februari 2011


ISSN 1858-3075

imbricatus dan Stenochlaenidites papuanus, serta


diakhiri kepunahan Stenochlaenidites papuanus. Fosil
polen juga digunakan untuk mengetahui sejarah flora
dan vegetasi daerah Bumiayu kala Plistosen (Setijadi,
dkk. 2005); perubahan lingkungan masa Holocene
daerah Rawa Danau-Jawa Barat (Yulianto, et al. 2005);
keanekaragaman flora hutan mangrove pantai utara
Jawa Tengah (Suedy, dkk. 2006a; Suedy, dkk. 2006b;
Suedy, dkk. 2006c; Suedy, dkk. 2007); untuk
meramalkan perubahan iklim di bagian selatan Eropa
(Finsinger, et al. 2007); merekonstruksi dinamika
vegetasi dan biodiversitas dibagian selatan Brazilia
pada kala Kuarter Akhir (Behling dan Pillar 2007); serta
prediksi dinamika vegetasi, perubahan muka air laut
serta perubahan iklim pada derah pesisir (Ellison, 2008).
Sementara itu, penelitian ini menggunakan fosil polen
dan spora untuk memprediksi (bioprediksi) perubahan
iklim yang terjadi di daerah Banyumas selama kala
Pliosen. Periode waktu Kala Pliosen adalah suatu skala
dalam waktu geologi yang berlangsung antara 5,332
hingga 1,806 juta tahun yang lalu.
Penelitian ini bisa menjadi salah satu proksi dalam
mengungkap
fenomena
iklim
masa
lampau.
Pemanfaatan dan korelasi bukti palinologi bersama
proksi yang lain seperti data glasiologi (ice cores) yang
mengandung rekam isotop O dan CO2 masa lampau,
data biologi lain (tree ring, fosil foram, fosil diatom, fosil
nanoplankton, fosil moluska, radioisotop dari tumbuhan
C3/C4, dll) maupun data geologi (sedimen endapan laut,
danau,
terestrial/eolian)
dapat
mengungkapkan
dinamika iklim masa lampau secara lebih komprehensif
dan terintegrasi sehingga dapat dijadikan dasar dalam
memahami serta antisipasi terhadap perubahan iklim
masa sekarang maupun yang akan datang,
Penelitian
laboratorium.

METODOLOGI PENELITIAN
meliputi
penelitian
lapangan

dan

Gambar 1 : Peta geologi daerah penelitian

Penelitian lapangan meliputi pembuatan penampang


stratigrafi (PPS) dan pengambilan sampel batuan pada

Formasi Tapak yang berumur Pliosen, di daerah


Bobotsari Purbalingga (Kali Bunkanel), sedangkan
penelitian laboratorium meliputi preparasi batuan untuk
pembuatan sediaan preparat mikroskopis, identifikasi
dan klasifikasi fosil polen serta analisis data. Preparasi
batuan untuk sediaan mikroskkop menggunakan
metode Moore, et al. (1991) yang dimodifikasi. Analisis
fosil polen dan spora yang ditemukan pada setiap
stratum lapisan sedimen yang diambil adalah sebagai
sebagai berikut:
a. Pengamatan morfologi fosil polen dan spora dan
selanjutnya diidentifikasi untuk menentukan jenis
taksanya, menggunakan mikroskop. Apabila sudah
diketahui taksanya, maka dapat diketahui pula
tumbuhan penghasilnya. Setelah itu dihitung unit
atau individu fosil polen dan sporanya untuk setiap
sampel yang diamati. Dari pengamatan ini
diharapkan dapat diketahui flora atau daftar seluruh
taksa tumbuhan yang pernah hadir atau tumbuh kala
Pliosen di Formasi Tapak Banyumas.
b. Pengelompokan taksa tumbuhan kedalam kelompok
vegetasi atas dasar habitusnya yaitu pohon (arboreal)
dan bukan pohon (non arboreal). Pengelompokan ini
dinyatakan dalam bentuk persentasi fosil Arboreal
Pollen (AP, pohon) dan fosil Non Arboreal Pollen
(NAP, bukan pohon):
% NAP

% AP

% SPORA

AP

NAP
NAP

X 100 %

AP
AP NAP

SPORA
AP NAP SPORA

X 100 %

X 100 %

Interpretasi iklim purba didasarkan pada fluktuasi dari


persentase jumlah takson takson arboreal (AP) dan
non arboreal pollen (NAP) serta spora yang terekam
dalam sedimen. AP tersusun oleh polen tumbuhan
berkayu penyusun vegetasi hutan, sedangkan NAP
tersusun oleh polen tumbuhan non berkayu yang
terdiri dari semak dan herba. Sedangkan untuk
spora/fern-bryophytes dihitung tersendiri (Prebble et
al., 2005). Hal ini untuk menggambarkan perubahan
bentang alam vegetasi yang asumsikan akibat
perubahan iklim pada periode waktu tertentu.
c. Selain itu juga digunakan Palynologycal Marine Index
(PMI) yang dihitung dengan rumus PMI= (Rm/Rt +
1)100, dimana Rm adalah jumlah dari marin
palinomorf (dinoflagellates dan foraminiferal test
linings) dan Rt adalah jumlah palinomorf darat (polen
dan spora) yang dihitung per sampel. Nilai dari PMI
yang tinggi diinterpretasikan sebagai lingkungan
pengendapan marin dengan kondisi normal, dimana

15

Rachmad Setijadi, Asmoro Widagdo, S.W.A. Suedy


Metode Bioprediksi Perubahan Iklim Menggunakan Fosil Folen dan Spora
Pada Kala Pliosen di Daerah Banyumas: 14-16

sampel yang tidak ada marin palinomorf mempunyai


nilai PMI 100 (Carvalho, 2001).
d. Analisa data menggunakan program PASTPalaeontological Statistics, ver. 0.99. Sedangkan
untuk penyajian diagram fosil polen menggunakan
program Excel dan Sigmaplot ver 11.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan:


1. Formasi Tapak di daerah Banyumas berumur
Pliosen Akhir
2. Selama periode umur tersebut telah terjadi 3
perubahan iklim yang dipengaruhi oleh naik dan
surutnya muka air laut (transgresi-regresi)
secara berulang.
PUSTAKA

800
700

INDEKS PMI

600

III

II

500
400
300
200

PMI

100
0
100

80

SPORE

60

40

AP

20

NAP

1* 2* 3* 4* 5* 6* 7* 8* 9* 10*11*12*13*14*15*16*17*18*19*20*21*22*23*24*25*26*27*28*29*30*31*32*33*34*35*

SAMPEL
UMUR TUA ------> MUDA

Gambar 2. Grafik Indeks PMI dan Persentase AP-NAP

Dari rekam fosil palinomorf termasuk didalamnya fosil


polen dan spora menunjukkan 2 hal penting yang
berkaitan dengan lokasi penelitian, yaitu umur dan
perubahan iklim yang terjadi.
1. UMUR
Penentuan umur lokasi penelitian menggunakan zona
selang memperlihatkan adanya kehadiran Podocarpus
imbricatus dan Stenochlaenidites papuanus yang
menunjukkan bahwa umur lokasi penelitian yang
termasuk dalam Formasi Tapak berumur Pliosen Akhir.
Dalam hal ini termasuk dalam zona Podocarpus
imbricatus yang berumur Pliosen Akhir sesuai dengan
zonasi Palinologi Rahardjo, dkk. (1994).
2. PERUBAHAN IKLIM
Terdapat 3 events penting yang berkaitan dengan
perubahan iklim. Pada event I. (BUN 1- BUN 5) terjadi
trangresi (muka laut naik) dan didukung dari persentase
NAP naik yang mencirikan iklim panas. Pada event II
(BUN 6-BUN 24) terjadi regresi (muka air laut surut)
didukung oleh naiknya persentase AP yang mencirikan
iklim dingin. Pada event III (BUN 25-BUN 35) terjadi
trangresi kembali dan didukung oleh naiknya persentase
NAP. PMI menunjukan adanya perubahan muka air laut
pada waktu itu, dan perubahan ini dipengaruhi oleh
perubahan iklim dengan asumsi bahwa tektonik daerah
penelitian adalah minimal (null).
KESIMPULAN

16

Behling, H. And V. D. Pillar. 2007. Late Quarternary Vegetation,


Biodiversity and Fire Dynamaics on The Southern Brazilian
Highland and Their Implication for Conservation and
Management of Modern Araucaria Forest and Grassland
Ecosystems. Phil. Trans. R. Soc. B. 362: 243251.
Ellison, J. C. 2008. Long-term Retrospection on Mangrove
Development Using Sediment Cores and Pollen Analysis: A
Review. Aqua. Bot. 89: 93-104.
Finsinger, W., O. Heiri, V. Valsecchi, W. Tinner, A. Lotter. 2007.
Modern Pollen Assemblages as Climate Indicators in Southern
Europe. Global Ecol. Biogeo. 16: 567-582.
Moore, P. D. and J. A. Webb. 1978. An Illustrated Guide To Pollen
Analysis.The Ronald Press Company, New York.
Rahardjo, A. T., T. T., Polhaupessy, S. Wiyono, H. Nugrahaningsih
dan E. B. Lelono. 1994. Zonasi Polen Tersier Pulau Jawa.
Makalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Desember 1994: 7784.
Ricklefs, R. 1990. Ecology, 3th Ed. New York: Chiron.
Setijadi, R., S. W. A. Suedy dan A. T. Rahardjo. 2005. Sejarah Flora
Dan Vegetasi Formasi Kalibiuk Dan Kaliglagah Daerah
Bumiayu Ditinjau Dari Bukti Palinologi. Prosiding Seminar
Nasional MIPA Universitas Negeri Semarang- ISBN 979-957980-5.
Suedy, S.W.A., T.R. Soeprobowati, A.T. Rahardjo, K.A. Maryunani
dan R. Setijadi. 2006a. Rekonstruksi Lingkungan Hutan
Mangrove di Pantai Utara Jawa Tengah Menggunakan Polen
dan Diatom. Laporan Hibah Pekerti UNDIP-ITB 2005-2006.
Lembaga Penelitian UNDIP, Semarang.
---------, T.R. Soeprobowati, A.T. Rahardjo dan K.A. Maryunani. 2006b.
Keanekaragaman Flora Penyusun Hutan Mangrove Pantai
Randusanga Brebes Ditinjau Dari Bukti Palinologinya.
Prosiding
Seminar
Nasional
UNSOED:
Konservasi
Biodiversitas
Sebagai
Penunjang
Pembangunan
Berkelanjutan- ISBN 978-979-99995-2-8.
----------, T.R. Soeprobowati, A.T. Rahardjo, K.A. Maryunani dan R.
Setijadi. 2006c. Keanekaragaman Flora Hutan Mangrove di
Pantai Kaliuntu Rembang Berdasarkan Bukti Palinologinya.
Jurnal BIODIVERSITAS UNS Vol. 7 No. 4.
----------- dan R. Setijadi. 2007. Fluktuasi Vegetasi Hutan Mangrove di
Pantai Gandhong-Sayung Demak Berdasarkan Bukti
Palinologinya. Jurnal BIOSFER UNSOED Vol. 24, No. 3.
Semah, A.M. 1982. A Preliminary Report on A Sangiran Pollen
Diagram. Mod. Quat. Res. SE Asia 7: 165-170.
----------- . 1984. Remarks on The Pollen Section of The
Sambungmacan Section (Central Java). Mod. Quat. Res. SE
Asia 8: 29-34.
Van Zeist, W., N.A. Polhaupessy and I.M. Stuijts. 1979. Two Pollen
Diagrams from West Java, A Preliminary Report. Mod. Quat.
Res. SE Asia 5: 43-56.
Yulianto, E., H. Tsuji, W. S. Sukapti, N. Tanaka. 2005. A Holocene
Pollen and Charcoal Record from a Tropical Lowland Swamp
in Rawa Danau, West Java, Indonesia. Tropics Vol. 14 (2).

You might also like