Prinsip Prinsip Neurologi

Download as ppt, pdf, or txt
Download as ppt, pdf, or txt
You are on page 1of 90

SMF ILMU PENYAKIT SARAF

RS PUSPOL R SUKANTO
THE CLINICAL METHOD OF
NEUROLOGY
The major categories of neurologic disease :
 Infectious
 Genetic-congenital
 Traumatic
 Degenerative
 Toxic
 Metabolic
 Inherited
 Acquired
 Neoplastic
 Inflammatory-immune
Elicitation of clinical facts
By neurologic
By history
examination
I
Interpretation of
symptoms and
signs in terms of
II physiology and
anatomy

Syndromic
formulation
III (Anatomic and localization
diagnosis) of the lesion

Anatomic diagnosis +
IV (Pathologic or etiologic Mode of onset
diagnosis) and course +
Other medical data +
Appropriate lab tests
SUSUNAN SARAF
A. ANATOMI
1. SUSUNAN SARAF PUSAT (SSP) :
- Otak (encephalon) : serebrum, batang otak, serebellum
- Medulla spinalis : servikal, torakal, lumbal, sakral, koksigeal

2. SUSUNAN SARAF TEPI (SST) :


- Saraf kranial : O O O T T A F O Glo Va A Hy
- Saraf spinal : segmen servikal (8), torakal (12), lumbal (5), sa-
kral (5) dan koksigeal (1)

B. FISIOLOGI
1. SUSUNAN SARAF SOMATIK :
mensarafi struktur-struktur dinding tubuh ( otot, kulit, membrana
mukosa)
2. SUSUNAN SARAF OTONOM :
mengontrol aktifitas otot-otot dan kelenjar-kelenjar viseral serta
pembuluh darah.
Central Nervous System

Brain(encephalon) Frontal
Parietal
Cerebrum 2Hemispheres Occipital
Temporal
Rhinencephalon
Insula

cortex
White matter
Basal nuclei

Diencephalon Thalamus Epithalamus Subthalamus Hypothalamus

Brainstem Mes Pons MO

Cerebellum

Spinal cord Cervical Thoracal Lumbar Sacral


Susunan saraf pusat
Susunan saraf tepi

9 SARAF KRANIAL
SARAF SPINAL
31 PASANG
Jaras Otonom
Jaras Motorik dan Sensorik
Differences between upper and lower motor neuron paralysis

LOWER MOTOR NEURON, OR


NUCLEAR-INFRANUCLEAR
UPPER MOTOR NEURON, OR PARALYSIS :
SUPRANUCLEAR 1. Individual muscles may be
PARALYSIS : Affected
1. Muscles affected in groups; 2. Atrophy pronounced; up to
never individual muscles 70% of total bulk
2. Atrophy slight and due to 3. Flaccidity and hypotonia of
Disuse affected muscles with loss
3. Spasticity with hyperactivity of tendon reflexes
of the tendon reflexes and 4. Plantar reflex, if present, is of
extensor plantar reflex normal flexor type
(Babinski sign) 5. Fasciculations may be present
4. Fascicular twitches absent 6. Abnormal nerve conduction
5. Normal nerve conduction studies; denervation
studies; no denervation potentials (fibrillations,
potentials in EMG fasciculations, positive
sharp waves) in EMG
UMN

LMN
Jaras Motorik ( Tr. Kortikospinalis )
Jaras Sensorik (Tr. Spinothalamikus)
Clinical differences between corticospinal and
extrapyramidal syndromes

CORTICOSPINAL
EXTRAPYRAMIDAL
1. Clasp-knife effect
1. Plastic, equal throughout passive
(spasticity)
movement (rigidity), or intermittent
2. Flexors of arms,
(cogwheel rigidity)
extensors of
2. Generalized but predominates in
Legs
flexors of limbs and of trunk
3. Involuntary
3. Presence of tremor, chorea,
movements
athetosis, dystonia
Absent
4. Tendon reflexes Normal or slightly
4. Tendon reflexes Increased
Increased
5. Babinski sign Present
5. Babinski sign Absent
6. Paralysis of voluntary movement
6. Paralysis of voluntary movement
Present
Absent or slight
PATTERNS OF PARALYSIS AND
THEIR DIAGNOSIS
The diagnostic considerations in cases of paralysis can be simplified
by utilizing the following subdivision, based on the location
and distribution of the muscle weakness:
1. Monoplegia
2. Hemiplegia,
3. Paraplegia indicates weakness or paralysis of both legs.
4. Quadriplegia (tetraplegia) denotes weakness or paralysis of all four
extremities. Diplegia is a special form of quadriplegia in which the legs are
affected more than the arms. Triplegia occurs most often as a transitional
condition in the development of or partial recovery from tetraplegia.
5. Isolated paralysis of one or more muscle groups.
6. Nonparalytic disorders of movement (apraxia, ataxia, etc.).
7. Muscular paralysis without visible changes in motor neurons, roots, or nerves.
8. Hysterical paralysis.
PEMERIKSAAN MOTORIK

Urutan tindakan pemeriksaan motorik :


 1. Observasi : gaya berjalan (GAIT)
 2. Ketangkasan gerakan Volunter
 3. Status otot skeletal
 4. Tonus Otot
 5. Kekuatan Otot
GAYA BERJALAN (GAIT)
GAYA BERJALAN (GAIT)
Ketangkasan gerakan Volunter
• Yaitu untuk mengetahui apakah pasien masih dapat
menekukkan lengannya di sendi siku, mengangkat
lengan di sendi bahu, mengepal & meluruskan jari –
jari tangan.
• Demikian pula untuk tungkai, apakah pasien dapat
menekukkan tungkainya di sendi lutut & panggul
serta menggerakkan jari kakinya.
Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”
– Test telunjuk hidung.
– Test jari – jari tangan.
– Test tumit – lutut.
– Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari
tangan.
– Test fenomena rebound.
– Test mempertahankan sikap.
– Test nistagmus.
– Test disgrafia.
– Test romberg.
Status otot skeletal
OBSERVASI :
Atropi otot : yaitu hilangnya / mengecilnya bentuk otot yang
disebabkan oleh musnahnya serabut otot.
Atropi neurogenik : karena kerusakan disalah satu
komponen motorneuron yaitu di motorneuronnya sendiri atau
aksonnya.
Atropi miogenik : atropi oleh karena penyakit otot.
Ditemukan pada:
– distropia muskulorum
– miositis
– miopatia
Atropi artrogenik : akibat artropatia atau arthritis,
otot-otot disekitar persendian yang terkena menjadi
atropik.
Disuse atropi : akibat anggota gerak yang lama sekali
tidak digunakan.
Biasanya ditemukan pada :
– Anggota gerak yang lama dibungkus gips
– Penyakit sistemik menahun
– Paralysis neurogenik yang sudah lama
Hipertropi otot
Hipertropi tulen : kontraksi otot yang berlangsung
berulangulang & terus menerus.
Misalnya : tortikolis spasmodic disini otot
sternokleidomastoideus menjadi besar.
Pseudohipertropi : bertambahnya jaringan lemak &
pengikat, sehingga konsistensinya lembik dan tenaga
berkurang.
Misalnya : distrofi muskulorum progresiva
Fasikulasi :
 Kedutan kedutan kulit yang timbul secara cepat tapi
sejenak.
 Ini disebabkan oleh kontraksi sekelompok serabut otot
yang berada dibawah kulit tersebut.
Mioklonia yaitu fasikulasi yang benigna, kedutan kulit
yang timbul tidak secepat gerakan fasikulasi &
berlangsung lebih lama.
PALPASI
Perubahan konsistensi otot
• Konsistensi otot yang keras oleh karena spasmus otot
disebabkan oleh kelumpuhan UMN, kontraktur otot.
• Konsistensi otot yang lembik kelumpuhan LMN.
Nyeri tekan otot
• Gejala miosistis, jejas otot
• Keletihan karena terlampau lama berdiam dalam sikap
tertentu
• Dalam keadaan spasmus secara reflektorik
PERKUSI
• Mioedema : penimbulan sejenak tempat yang telah
diperkusi dapat dijumpai pada :
– orang sehat tertentu (jarang)
– penderita miksedema
– penderita dengan keadaan gizi buruk
• Reaksi miotonik : dapat dibangkitkan pada penderita
miotonia. Tempat yang diperkusi menjadi cekung
untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot yang
bersangkutan lebih lama
MIO EDEMA
MIOTONIK
TONUS OTOT
Yaitu tegangan / tahanan otot saat relaksasi / kendor
terhadap gerakan pasif.
Syarat pemeriksaan:
• Pasien harus tenang dan bersikap santai
• Ruang periksa harus tenang, tidak terlalu dingin atau
panas.
PENILAIAN TONUS OTOT :
»Normal
»Meningkat
»Menurun
Tonus meningkat:
 Apabila terdapat tahanan yang terasa secara
sinambung , maka tonus otot yang meningkat itu
disebut SPASTISITAS.

 Bila tahanan itu hilang timbul secara berselingan


sewaktu bagian anggota gerak ditekuk dan diluruskan
disebut RIGIDITAS.
TONUS OTOT
TES TONUS OTOT LAIN
TES TONUS OTOT LAIN
KEKUATAN OTOT
Kekuatan otot yang diperiksa :
– Sewaktu otot melakukan gerakan (power, kinetic)
– Sewaktu menahan / menghambat / melawan gerakan
(static).
– Kadang kelemahan otot baru diketahui bila penderita
disuruh melakukan serentetan gerakan pada satu
periode (endurance).
Untuk melakukan pemeriksaan kekuatan otot harus
diketahui fungsi masing masing otot yang diperiksa.
Penilaian kekuatan otot :
0 : Tidak ada kontraksi otot.
1 : Kontraksi otot tanpa gerakan yang nyata 0 – 10%
2 : Dapat menggerakkan / menggeser lengan tanpa
adanya beban 11 – 25%
3 : Dapat mengangkat lengan melawan gaya berat 26 –
50%
4 : Dapat mengangkat lengan ditambah dengan tahanan
51 –75 %
5 : Dapat mengangkat lengan melawan gaya berat &
beban tahanan maksimum beberapa kali tanpa tanda-
tanda kelelahan 76 – 100%.
Dengan menggunakan angka dari 0 s/d 5
- Tidak bergerak :0
- Gerak otot setempat :+1
- Gerakan tanpa melawan gravitasi : + + 2
- Melawan gravitasi :+++3
- Melawan pemeriksa :++++4
Interprestasi :
- Nilai 0 = plegia,
- Nilai +1 s/d + 4 = parese
- Nilai + 5 = normal.
PEMERIKSAAN REFLEKS
Hasil pemeriksaan refleks merupakan informasi penting
yang sangat menentukan.
Penilaian refleks selalu berarti penilaian
 secara banding antara sisi kiri dan sisi kanan.
 harus merupakan hasil perangsangan yang
berintensitas sama.
Refleks dibagi :
1. Refleks Fisiologis
2. Refleks Patologis
Refleks Fisiologis
1. Refleks Kulit ( Superficial Reflex)
2. Refleks Tendon ( Deep Reflex )

Interprestasi meningkat jika:


1. Berbeda rangsang dan respon antara kanan kiri
2. Terdapat perluasan
3. Timbul Klonus
Refleks superfisial
Refleks dinding perut :
 Stimulus : Goresan dinding perut daerah, epigastrik,
supraumbilical, infra Umbilical dari lateral ke medial.
 Respons : kontraksi dinding perut
 Afferen :
- n. intercostal T 5 – 7 ( epigastrik )
- n. intercostal T 7 – 9 ( supra umbilical )
- n. intercostal T 9 – 11 ( umbilical )
- n. intercostal T 11 – L 1 ( infra umbilical )
 Efferen : idem
Refleks kremaster :
 Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah medial dari
atas ke bawah
 Respons : elevasi testis Ipsilateral
 Afferent : n. ilioinguinal ( L 1-2 )
 Efferent : n. genitofemoralis
Refleks tendon
Refleks biseps ( B P R ) :
 Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon
m. biseps brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
 Respons : fleksi lengan pada sendi siku
 Afferen : n. musculucutaneus ( C 5-6 )
 Efferen : idem

Refleks triceps ( T P R ) :
 Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan
fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi
 Respons : extensi lengan bawah disendi siku
 Afferen : n. radialis ( C 6-7-8 )
 Efferen : idem
Refleks Patella ( K P R ) :
 Stimulus : ketukan pada tendon patella
 Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi
m.quadriceps Femoris.
 Efferent : n. femoralis ( L 2-3-4 )
 Afferent : idem

Refleks Achilles ( A P R ) :
 Stimulus : ketukan pada tendon achilles
 Respons : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.gastrocnemius
 Efferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
 Afferent : idem
Klonus
Klonus lutut :
 Stimulus : pegang dan dorong os patella ke arah distal
 Respons : kontraksi reflektorik m. quadriceps femoris
selama stimulus berlangsung.
Klonus kaki :
 Stimulus : dorsofleksikan kaki secara maksimal, posisi
tungkai fleksi di sendi lutut.
 Respons : kontraksi reflektorik otot betis selama
stimulus berlangsung
Reflek Patologis
Refleks Babinski
 Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari
posterior ke anterior.
 Respons : ekstensi ibu jari kaki dan
pengembangan(fanning) jari – jari kaki.
Refleks serupa di kaki :
1. Chaddock 4. Gonda 7. Rossolimo
2. Oppenheim 5. Schaeffer 8. Mendel Bechterew
3. Gordon 6. Stransky
Refleks Hoffman
 Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien
 Respons : ibu jari, telunjuk dan jari – jari lainnya
berefleksi ……………………= refleks Tromnner
Refleks Leri
 Stimulus : fleksi maksimal tangan pada pergelangan
tangan sikap lengan diluruskan dengan bagian ventral
menghadap keatas.
 respons : tidak terjadi fleksi di sendi siku.
Refleks Mayer
 Stimulus : fleksi maksimal jari tengah pasien kearah
telapak tangan.
 Respons : tidak terjadi oposisi ibu jari.
REFLEKS PRIMITIF
Normal untuk usia bayi dan orang tua.
Abnormal untuk dewasa.
Contoh :
Graps refleks
 Stimulus : penekanan / penempatan jari si pemeriksa
pada telapak tangan pasien.
 Respons : tangan pasien mengepal
Sucking refleks
 Stimulus : sentuhan pada bibir
 Respons : gerakan bibir, lidah dan rahang bawah
seolah-olah menyusu.
Snout refleks
 Stimulus : ketukan pada bibir atas
 Respons : kontraksi otot – otot disekitar bibir /
dibawah hidung (menyusu).
Palmo – mental refleks
 Stimulus : goresan ujung pena terhadap kulit telapak
tangan bagian Thenar.
 Respons : kontraksi otot mentalis dan orbicularis oris
ipsilateral.
PEMERIKSAAN SENSORIS
Jenis-Jenis pemeriksaan sensorik yang sering
digunakan:

1. Sensibilitas eksteroseptif atau protopatik:


– Rasa nyeri : jarum bundel
– Rasa suhu : air panas/dingin dalam tabung
– Rasa raba : kapas
2. Sensibilitas proprioseptif:
– Rasa raba dalam : Tekanan jari/benda tumpul, garpu tala
3. Sensibilitas diskriminatif:
– daya untuk membedakan jarak 2 titik.
– daya untuk mengenal bentuk/ukuran.
– daya untuk mengenal /mengetahui berat sesuatu benda.
Tujuan pemeriksaan sensorik :
– Menetapkan adanya gangguan sensorik.
– Mengetahui modalitasnya.
– Menetapkan polanya.
– Menyimpulkan jenis dan lokasi lesi yang mendasari
gangguan sensorik yang akhirnya dinilai bersama
sama dengan pemeriksaan motorik , kesadaran dll.
Interprestasi pemeriksaan
sensorik
Rasa Raba :
– Hilangnya rasa raba : ANESTESIA.
– Berkurangnya rasa raba : HIPESTESIA.
– Berlebihnya rasa raba : HIPERESTESIA.
Rasa Nyeri:
– Hilangnya rasa nyeri : ANALGESIA.
– Berkurangnya rasa nyeri : HIPALGESIA.
– Berlebihnya rasa nyeri : HIPERALGESIA
Rasa suhu :
– Hilangnya rasa suhu : THERMOANESTHESIA.
– Berkurangnya rasa suhu : THERMOHIPESTHESIA.
– Berlebihnya rasa suhu : THERMOHIPERESTHESIA.
Rasa abnormal dipermukaan tubuh:
– kesemutan : PARESTHESIA.
– nyeri panas dingin yang tidak karuan : DISESTHESIA
Rasa PROPIOSEPTIF = RASA RABA DALAM.
a. rasa gerak : KINESTHESIA.
b. rasa sikap : STATESTESIA.
c. rasa getar : PALESTHESIA.
d. rasa tekan : BARESTHESIA.

Rasa DISKRIMINATIF.
– Mengenal bentuk dan ukuran sesuatu dengan jalan perabaan:
STEREOGNOSIS.
– Mengenal dan mengetahui berat sesuatu : BAROGNOSIS.
– Mengenal tempat yang diraba : TOPESTESIA, TOPOGNOSIS.
– Mengenal angka, aksara,bentuk yang digoreskan di atas kulit :
GRAMESTESIA.
– Mengenal diskriminasi 2 titik : DISKRIMINASI SPASIAL.
– Mengenal setiap titik dan daerah tubuh sendiri :
AUTOTOPOGNOSIS
Pemeriksaan Sistem Sensorik
Syarat : sadar penuh dan kooperatif
Dilakukan dengan santai dan di ulang-ulang
a. Ekteroseptif
- Nyeri : dengan jarum pentul, dengan cara membedakan tajam & tumpul
- Suhu : dengan cara tabung reaksi diisi dengan air hangat (40o – 45o )
dan air dingin (5 o - 10 o )
- Raba : dengan menggunakan kapas
b. Propioseptif
- Rasa getar (vibrasi) : dengan menggunakan garputala 128 Hz, dige-
tarkan kemudian ujung tangkainya ditempelkan dibagian ton
jolan tulang (maleolus, patella, krista iliaca)
- Rasa posisi : mata penderita ditutup kemudian penderita diminta me
nentukan posisi dari ibu jari kaki yang digerakkan ke atas &
ke bawah.
c. Rasa Kombinasi
- Stereognosis : penderita dengan mata tertutup, kemudian penderita di-
suruh menginterpretasikan benda yang di letakkan di telapak
tangannya.
- Two point diskrimination : penderita dengan mata tertutup, penderita di
suruh menginterpretasikan dua stimulasi secara bersamaan
dengan menggunakan jangka.
- Grafestesi : dengan mata tertutup, penderita disuruh menginterpretasi
kan angka/huruf yang digoreskan di telapak tangannya
- Barognosis : dengan mata tertutup, penderita disuruh menginterpre
tasikan perbedaan berat benda pada kedua telapak tangan
(bentuk benda mirip dan sebangun)

- Topognosis : kemampuan melokalisir rangsangan raba yang diberi


kan rangsangan pada bagian tubuh tertentu.

- Loss of body image : keadaan dimana penderita mengabaikan sa-


lah satu sisi tubuhnya.

- Sensory extinction : hilangnya kemampuan merasakan rangsangan


pada salah satu bagian tubuh, bila diberikan stimulus secara
serentak.
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
Nervus Olfactorius ( N. I )
fungsi : pembauan atau penghidu
tidak dilakukan rutin, dilakukan bila ada keluhan (anosmia, parosmia, ka-
kosmia.
cara : penderita tutup mata, satu lubang hidung ditutup kemudian lubang
hidung yang lainnnya didekatkan bau-bauan yang dikenal (kopi, va
nili, tembakau, teh). Penderita disuruh mengidentifikasi bau terse-
but. Demikian juga pada lubang yang lainnya

Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.


Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak
sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak
menyenangkan atau yang memuakan seperti bacin , pesing dsb, maka
digunakan istilah lain yaitu kakosmia disebut halusinasi olfactorius.
Nervus Optikus (N. II )
a. Pemeriksaan Visus (ketajaman mata)
cara : dengan menggunakan optotik Snellen, secara kasar dengan
hitung jari (60 meter), lambaian tangan (300 meter) melihat
cahaya (seper tak terhingga), tak melihat cahaya (visus nol)

b. Pemeriksaan lapangan pandang (visual field)


cara : dengan alat perimeter, kampimeter, tangen screen, secara
kasar dengan tes konfrontasi, dengan cara penderita duduk berha-
dapan dengan jarak 1 meter, mata kiri ditutup sedang mata yang di
periksa melihat mata pemeriksa. Pemeriksa pelan-pelan menggerak
an kedua tangan dari lapangan pandang kanan-kiri dan atas-bawah
kemudian menanyakan mulai kapan jari tangan pemeriksa terlihat.
Bandingkan antara pemeriksa dan penderita. Dilakukan juga pada
mata yang satunya.
c. Pemeriksaan fundus okuli
Dengan menggunakan alat ophthalmoscope bila perlu dengan meng
gunakan midriatikum untuk melebarkan pupil. Perhatikan diskus opti-
kus, batasnya, keadaan pembuluh darah, ada tidaknya eksudat..

d. Pemeriksaan warna
Dengan menggunakan Kartu Ishihara atau kumpulan benang warna
warni.
Nervus Okulomotorius (N.III), Trochlearis (N. IV) dan Abduscen
( N.VI )
a. Pemeriksaan kelopak mata
Cara : membandingkan celah mata (rima okuler) mata kanan dan
mata kiri

b. Pemeriksaan gerakan bola mata


Cara : penderita disuruh mengikuti gerakan suatu objek ke horizon
(lateral kanan-kiri) dan vertikal (atas-bawah)

c. Pemeriksaan pupil
Cara : dengan menggunakan lampu senter, perhatikan besar-bentuk
perbedaan kanan-kiri, refleks cahaya, konvergensi, akomoda
si
Nervus Trigeminus (N.V)
a. Pemeriksaan motorik
Cara : palpasi m. masseter dan m. temporalis saat kontraksi merapat
kan gigi. Atau membuka mulut, bila ada kelumpuhan m. Ptery
goideus maka akan terdorong ke sisi lesi

b. Pemeriksaan sensorik
Cara : dengan kapas / jarum kita periksa pada daerah dahi, pipi, da
gu. Refleks kornea dengan menyentuh limbus kornea deng-
an ujung kapas pada saat mata melirik ke kontra lateral.
Normal terjadi kedipan mata.
- Nervus Facialis (N.VII)

a. Pemeriksaan Motorik
Cara : perhatikan wajah waktu diam (kerutan dahi, tinggi alis, sudut
mata, sulcus nasolabialis, sudut mulut. Perhatikan juga pada
waktu bergerak (mengerutkan dahi, menutup mata, bersiul, me
ringis).

b. Pemeriksaan Sensorik (2/3 anterior lidah)


Cara : Dengan menggunakan Larutan Borstein. Sebelumnya penderi
ta kumur dengan air hangat kuku kemudian dikeringkan. Lalu
larutan Borstein tadi di oleskan pada ujung lidah kemudian pen
derita mengidentikasi pengecapannya dengan menunjuk kartu
yang bertuliskan manis, asin, asam dan pahit.
c. Tes lakrimasi (Schirmer Test)
Cara : Kertas lakmus merah diselipkan pada conjunctival sac. dekat su-
dut mata kanan-kiri. Normal airmata akan mambasahi lakmus
(berubah merah ke biru) sepanjang 20-30 cm dalam waktu 5
menit

d. Pemeriksaan reflek Stapedeus


Dikenal dengan nama Stethoscope Loudness Balance Test
Cara : Penderita di pasangkan stetoskope, kemudian garputala (256 Hz)
yang sdh digetarkan didekatkan / ketukan lembut pada membran
stetoskop. Bila hiperakusis terdengar suara yang keras sehingga
menimbulkan rasa nyeri pada telinga.
- Nervus Oktavus / vestibulo-cochlearis / statoakustikus (N.VIII)
a. Nervus Koklearis
Cara kasar : mendekatkan detik arloji pada telingan penderita, atau sua-
ra berbisik.
Dengan menggunakan Garpu Tala 256 Hz
- Tes Rinne
Cara : Garputala digetarkan kemudian tangkainya ditempelkan pada pro
cessus mastoideus setelah tidak terdengar kemudian ujung garpu
tala didekatkan dengan lubang telinga tersebut. Normal masih ter
dengar. Positif bila tuli konduksi.
- Tes Weber
Cara : Garputala digetarkan kemudian tangkai nya di letakkan di vertex.
Normal terdengar sama kerasnya (kiri dan kanan). Bila lateralisasi
berarti tuli konduksi.
- Tes Schwabah
Cara : Garputala digetarkan kemudian tangkainya ditempelkan pada pro
cessus mastoideus penderita hingga tidak terdengar lagi kemudian
ditempelkan pada processus mastoideus pemeriksa. Normal tak ter
dengar lagi.
b. Nervus Vestibularis
Dengan Kalori Tes
Cara : Syaratnya membrana timpani intak. Penderita telentang dengan
o
sudut kepala 30 kemudian kanalis auditorius di irigasi dengan air
o o
dingin (30 ) atau air hangat (44 ) sebanyak 200 - 250 cc. Perhati
kan adanya nistagmus (normal COWS)
- Nervus Glossopharingeus (N.IX)
Sensibilitas, cara : larutan Borstein pada 1/3 posterior lidah
menyentuh palatum molle
Refl.muntah, cara : menyentuh daerah pharing dengan lidi kapas
- Nervus Vagus (N.X)
Refl. Muntah, cara : seperti diatas
Motorik, cara : Mulut dibuka kemudian disuruh mengucapakan kata aa
perhatikan raphe palatum dan uvula (normal simetris)
- Nervus Acessorius (N.XI)
Cara : Penderita menoleh ke kanan dan ke kiri lalu pemeriksa menahan
dagu penderita. Kemudian pemeriksa meraba m. sternocleidomas
toideus dirasakan ada tahanan. Atau penderita duduk lalu di suruh
mengangkat bahunya kemudian pemeriksa menahan diatasnya
(m. trapezeus)

- Nervus Hypoglossus (N.XII)


Cara : Penderita membuka mulutnya lalu pemeriksa memperhatikan kea-
daan lidah waktu diam (atrophy, fasikulasi, deviasi). Kemudian wak
tu lidah bergerak dengan cara menjulurkan, perhatkan ada tidaknya
deviasi (sesuai dengan lesi)

You might also like