Adminbiovalentia,+4 +Gathot+Et+Al,+2020
Adminbiovalentia,+4 +Gathot+Et+Al,+2020
Adminbiovalentia,+4 +Gathot+Et+Al,+2020
Gathot Winarso1,3, Muhammad Kamal2, Mohammad Syamsu Rosid3, Wikanti Asriningrum1 and Jatna
Supriatna3
1
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN Jl. Kalisari No. 8 Jakarta Timur
2
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur Yogyakarta
3
Fakultas MIPA Universitas Indonesia, Depok Indonesia
*Corresponding author
E-mail address: [email protected] (Gathot Winarso)
Peer review di bawah tanggung jawab Departemen Biologi Universitas Sriwijaya
Abstract (English)
The mangrove area of the world has been decreasing and Indonesia has lost 1.6 million ha of mangrove during
the period 1980-2005. In 2015 the status of Indonesia's mangroves was 3.5 million ha with 48% in good condition and
52% in degraded conditions. Therefore, mangrove forests should be conserved properly and utilized sustainably. As-
sessment of the status of mangrove conditions is essential in conservation planning and management so that it can be
done better. However, the method for assessing the condition of mangrove forests is still diverse and has not been
standardized, so a literature review and review of how to assess the condition of mangrove ecosystems from various
literature needs to be done. The results of the study of various literatures, in general there are two types of assessments.
The first assessment used canopy density indicators, tree density, structure and composition of vegetation including di-
versity index and environmental parameters which are used singly or a combination of some or all parameters and
some that be correlated with ecological integrity. For the second assessment, using a comparison between the existing
mangrove forest and the potential area to be overgrown with mangroves. There is a difference when assessing the po-
tential area, there is the opinion of the area potentially seen by the status of the area whether or not the forest area,
from the landsystem, the level of abrasion, pond area and the comparison of the coastline length overgrown with man-
grove with a total coastline length. Both assessments with each indicator can be used in accordance with the objectives
of the assessment of the condition.
Keywords: status, condition, mangrove
Abstrak (Indonesia)
Kawasan mangrove dunia terus menyusut dan Indonesia telah kehilangan 1,6 juta ha mangrove selama kurun 1980-
2005. Pada tahun 2015 status luas mangrove Indonesia adalah 3,5 juta ha dengan 48% dalam kondisi baik dan 52%
dalam kondisi terdegradasi. Oleh karena itu, hutan mangrove harus dikelola dengan baik dan dimanfaatkan secara les-
tari. Asesmen tentang status kondisi mangrove merupakan hal yang esensial dalam perencanaan dan pengelolaan kon-
servasi agar bisa dilakukan dengan lebih baik. Akan tetapi metode asesmen (penilaian) kondisi hutan mangrove masih
beragam dan belum baku, sehingga perlu dilakukan kajian pustaka dan ulasan mengenai bagaimana asesmen kondisi
ekosistem mangrove dari berbagai pustaka. Hasil kajian dari berbagai pustaka, secara garis besar ada dua macam
penilaian. Pada penilaian pertama digunakan indikator kerapatan kanopi, kerapatan pohon, struktur dan komposisi
vegetasi termasuk indeks keanekaragaman serta parameter lingkungan, yang digunakan secara tunggal atau kombinasi
dari sebagian atau seluruh parameter dan ada yang menghubungkan dengan ecological integrity. Untuk penilaian
kedua menggunakan perbandingan antara hutan mangrove eksisting dengan area berpotensi ditumbuhi mangrove. Ter-
jadi perbedaan ketika menilai area yang berpotensi tersebut, ada pendapat area berpotensi dilihat status kawasan
apakah kawasan hutan ataupun bukan, dari landsystem, tingkat abrasi, kawasan tambak dan perbandingan panjang
garis pantai yang ditumbuhi mangrove dangan total panjang garis pantai. Idealnya metode penilaian dengan parame-
ter yang lengkap sehingga komprehensif adalah metode terbaik tetapi akan membutuhkan effort yang banyak. Kedua
penilaian dengan masing-masing indikatornya bisa digunakan sesuai dengan tujuan dari penilaian kondisi tersebut
akan digunakan untuk dan dapat disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya.
Kata Kunci : status, kondisi, mangrove
Metode Parameter
Indeks Keanekaragaman Hayati [21] - Species Richness
- Species Evenness
- Shannon-Wiener Indeks
- Simpson Diversity Indeks
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (Kep- - Kerapatan Kanopi
men LH No. 201 Tahun 2004), COREMAP [22] - Kerapatan Pohon
Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan - Penggunaan lahan
Mangrove Kritis [24] - Kerapatan Kanopi
- Landsystem
- Kerapatan pohon
- Kerapataan Permudaan
- Lebar Jalur Hijau Mangrove
Ardli [23] - Struktur dan komposisi vegetasi
- Faktor Lingkungan (suhu udara, suhu air, suhu tanah, in-
tensitas cahaya, pH tanah, salinitas tanah, kandungan N
dan P total, kandungan pasir liat, debu, water content
dan kandungan bahan organic.
Potensi [24]; [25] - Luas mangrove/ luas potensi berdasarkan landsystem.
- Luas mangrove/ luas tambah
- Panjang pantai bermangrove/ panjang pantai total
Farida-Hanum et al. [20] - Biomasa di atas tanah
- Kelimpahan kepiting
- Nitrogen dalam tanah
- Karbon dalam tanah
- Jumlah spesies phytoplankton
- Jumlah spesies Diatom
- Oksigen terlarut
- Kekeruhan
- Lama (tahun) pendidikan
- Lama (jam) pendidikan
Tidak terkategorikan - Laju fotosintesis [26]
- Hydroperiod [27]
- kesehatan spesial sentinel (kerang sebagai bio-indikator)
oleh Aguirre-Rubí et al. [28],
- Fungsi ekologi terhadap kesejahteraan manusia [29]
- variasi pigmen dengan mengetahui psikologi, penuaan,
dan stres [30]
Biodiversity (keanekaragaman hayati) menjadi
lainnya. Keanekaragaman hayati yang kita lihat sekarang
bahan pembicaraan yang cukup ramai akhir-akhir ini.
adalah hasil dari evolusi selama jutaan tahun, terbentuk
Walaupun awalnya kata keanekaragaman hayati menjadi
dari proses alam dan bertambah, karena pengaruh manusia
kata yang sulit dan hanya menarik bagi sedikit orang [31].
[32]. Kenakeragaman hayati ternyata mempunyai
Dijelaskan lebih lanjut, nyatanya keanekaragaman
hubungan yang erat dengan kesehatan ekosistem, karena
hayati seharusnya berupa konsep sederhana, karena pada
mengukur keanekaragaman hayati adalah membedakan
esensinya, dia merupakan tanda keberadaan alam,
antara perbedaan tahapan dari perkembangan ekosistem,
kehidupan, dan keragaman aspek hidup dalam
perbedaan tahapan akan berasosiasi dengan perbedaan
sejumlah level, dari yang paling kecil dan mendasar
kondisi kesehatan [33]. Keanekaragaman dapat diukur dari
(seperti gen dan bakteri) sampai pada spesies binatang
berbagai indeks, pertama dari species richness (R),
dan tumbuhan, menuju level yang paling kompleks
Shannon-Wiener Indeks (H) [34], Species Evenness dan
(ekosistem). Semua level ini saling bersilangan dan
Simpsons Diversity Indeks [35]. Penggunaan data inderaja
mempengaruhi satu sama lain dan juga evolusi yang
untuk estimasi Kekayaan Spesies (Species Richness) dan
Gathot Winarso., dkk, 2020 | 1. Pendahuluan 17
Simpsons Indeks telah dilakukan oleh Mohammadi, Sementara untuk kerapatan kanopi berbasis
Shataee and Babanezhad [36], yang menghasilkan nilai lapangan cukup representatif, walaupun banyak faktor
korelasi sebesar 0,61 untuk hubungan Kekayaan Spesies yang belum diperhitungkan dan mempengaruhi kondisi
dengan band 4,5 dan 7, DVI dan variance dari band 5 dan ekosistem mangrove. Kerapatan kanopi banyak
4. Simpsons Indeks berkorelasi dengan nilai R2 sebesar diaplikasikan menggunakan data penginderaan jauh dengan
0,57 dengan band 1, brightness, greenness dan varian dari pendekatan menggunakan indeks vegetasi (NDVI). Akan
band 4 dan 3 [36]. Beberapa indeks keanekaragaman tetapi kerapatan kanopi ini ada beberapa masalah yaitu
hayati ini berpontensi menjadi indikator kesehatan dan adanya saturasi pada kerapatan daun yg tinggi dan
akan dikorelasikan dengan Indeks Mangrove dan indeks keberadaan mangrove asosiasi jenis semak yang membuat
vegetasi yang lainnya maupun parameter lain dari data nilai kerapatan kanopi yang tinggi pada kawasan-kawasan
penginderaan jauh seperti refkletan pada kanal-kanal yang yg terindikasi rusak [14]. Dominasi mangrove asosiasi
ada. yang berupa semak pada suatu kawasan telah dijadikan
Indeks Keanekaragaman sudah banyak digunakan indikasi kerusakan sebuah ekosistem [43]. Selain itu
dalam melakukan penelitian terhadap sebuat ekosistem kerapatan kanopi berbasis NDVI mengalamai saturasi
atau komunitas vegetasi seperti dilakukan oleh Supriadi et (kejenuhan) pada tutupan kanopi / LAI tinggi, ini
al. [37]; Antu et al. [38]; Nehru and Balasubramanian maksudnya nilai NDVI menjadi tidak sensitif pada leaf
[39]; dan Sreelekshmi et al. [40]. Nehru and area indek yang tinggi [13]. Kerapatan kanopi berbasis
Balasubramanian [39] menggunakan indeks lapangan menggunakan kamera fish eye digunakan oleh
keanekaragaman untuk mengetahui perubahan kondisi Dharmawan and Pramudji [22]. Hal ini bisa menjadi solusi
sebelum dan sesudah kejadian tsunami yang menimpa masalah-masalah penggunaan kerapatan kanopi berbasis
daerah penelitian, sementara 3 pustaka yang lain hanya indeks vegetasi dari penginderaan jauh, tetapi untuk
untuk mempelajari status hutan mangrove saja tanpa mendapatkan data ini perlu usaha dan biaya yang tinggi
membandingkan dengan waktu pengukuran yang berbeda. untuk wilayah dan luas serta cakupan spasialnya kurang
Secara resmi Menteri Negara Lingkungan Hidup bagus karena dalam satu kawasan hanya diwakili oleh
(Meneg LH) telah mengeluarkan Kepmen LH No. 201 beberapa titik pengamatan. Pengamatan pada transek
Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman permanen menjadi metode yang cukup representatif untuk
Penentuan Kerusakan Mangove. Pada Keputusan ini memamtau perubahan yang terjadi dari sisi kerapatan
mangrove dikategorikan memiliki kondisi baik jika kanopi.
tutupan kanopi ≥ 50 % dan kerapatan pohon ≥ 1000 Studi penentuan kerusakan mangrove yang lebih
pohon/ Ha. Sementara Rusak dikategorikan jika tutupan komprehensif telah dilakukan oleh Ardli [23] yang
kanopi kurang dari 50 % dan kerapatan pohon kurang dari memberikan kriteria baik sedang rusak dari kriteria struktur
1000 pohon/Ha. Kriteria ini masih digunakan oleh Pusat dan komposisi vegetasi dan dari faktor lingkungan yaitu
Penelitian Oseanografi LIPI melalu Panduang Monitoring suhu udara, suhu air, suhu tanah, intensitas cahaya, pH
Status Ekosistem Mangrove Edisi 2 terbitan tahun 2017 tanah, salinitas tanah, Kandungan N dan P total, kandungan
[22]. Kajian penggunaan tutupan kanopi berbasis data pasir lita, debu, water content, dan kandungan bahan
penginderaan jauh sudah dilakukan oleh Nugroho et al., organik. Pada tulisan tersebut disebutkan bahwa
[41], dengan akurasi sebesar 86 % dengan koefisen kappa pengambilan data berbasis data dan dilakukan interpolasi
79. Tutupan kanopi berhubungan yang erat dengan tingkat untuk merubah menjadi data spasial.
erosi yang akan mempengaruhi kondisi lingkungan [42]. Ketiga metode di atas termasuk dalam kategori
Kriteria ini jika digunakan secara bersama-sama pertama yaitu status kondisi untuk hutan mangrove yang
akan menunjukkan penilaian yang cukup obyektif, tetapi masih ada (eksisting), walaupun sebenarnya pada kawasan
jika digunakan sendiri-sendiri akan ada sedikit masalah. yang tidak ada vegetasi mangrovenya masuk kategori
Untuk indikator menggunakan kerapatan pohon, rusak. Untuk kebutuhan reboisasi atau penanaman kembali
bermasalah pada kawasan-kawasan mangrove yang masih maka diperlukan informasi lahan yang bisa direboisasi
bagus dan berusia tua, yg komposisi pohonnya banyak dengan menanam mangrove pada kawasan tersebut. Oleh
dihuni oleh pohon mangrove yang besar-besar. Karena karena itu diperlukan informasi potensi lahan yang bisa
persaingan secara alami maka akan bertahan pohon-pohon ditumbuhi mangrove. Dari kebutuhan ini muncul metode
yang besar dan kalahnya pohon lain sehingga membuat penilaian kondisi yaitu dengan membandingkan antara
jumlah pohon per unit luas berkurang. Padahal kondisi mangrove eksisting dengan potensi lahan yang bisa
masih bagus tetapi proses alami menunjukkan jumlah direbiosasi seperti dikembangkan oleh Pribadi et al., [25]
pohon yg sedikit. Sementara pada kawasan yang baru ketika menyusun Penyiapan Penyusunan Baku Kerusakan
tumbuh atau dalam proses recovery cenderung angka Mangrove Jawa Tengah. Pribadi et al., [25] menggunakan
jumlah pohon per unit luas tinggi tetapi terdiri dari pohon kriteria luas eksisting mangrove dibandingkan dengan luas
mangrove yang masih muda dan rapat. Kriteria ini masih tambak dan membandingkan panjang garis pantai yang
diberdebatkan. bermangrove dengan total garis pantai. Penilaian dengan
Gathot Winarso., dkk, 2020 | 1. Pendahuluan 18
metode ini juga dilakukan oleh Departemen Kehutanan Pribadi [25] menggunakan parameter kawasan
[24] untuk mencari lahan yang bisa direboisasi dengan tambak dan garis pantai sebagai kawasan yang berpotensi
melakukan pembobotan dan skoring untuk mencarai lahan mangrove. Jadi status hutan mangrove dihitung dari
mangrove kritis. Metode ini berdasarkan Pedoman perbandingan luas mangrove eksisting dengan lahan
Inventarisasi dan identifikasi Lahan Kritis Mangrove, tambak dan panjang garis pantai bermangrove dibanding
Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial panjang garis pantai. Menurut saya ini adalah simplifikasi
Departemen Kehutanan terbitan Mei 2005 [24]. Pada karena kebanyakan kawasan mangrove dijadikan tambak
pedoman yang masih digunakan oleh KLHK Ditjen dan asumsi bahwa tambak bisa ditanami mangrove dan
Pengendalian DAS dan Hutan Lindung sampai sekarang, akan tumbuh. Walaupun agak kurang tepat karena tambak-
menggunakan 2 opsi yaitu jika ada data inderaja maka tambak yang dibangun manusia ada yang bukan di
digunakan data inderaja dan jika tidak ada menggunakan kawasan mangrove dan tidak setiap garis pantai berpotensi
data survey langsung. Metode pertama dengan metode ditumbuhi mangrove. Sebagai contoh adalah pantai-pantai
GIS dan data Inderaja yaitu dengan menganalisis jenis yang tidak terlindung tidak bisa ditumbuhi mangrove.
penggunaan lahan (kawasan hutan, tambak tumpang Kasus yang mungkin bisa dijadikan pembahasan adalah
sari/perkebunan dan penggunaan lahan lainnya), masing- Kabupaten Cilacap, berdasarkan Ardli and Wolff [43]
masing memiliki skor tersendiri, kemudian dari data terjadi konversi kawasan mangrove menjadi lahan
inderaja menggunakan kerapatan kanopi berdasar nilai pertanian (sawah) bukan ke tambak, sehingga
NDVI dengan tingkat kerapatan lebat, sedang dan jarang. mengakibatkan persentase mangrove eksisting dengan
Kemudian dari jenis tanah ada 3 kelas jenis tanah tidak potensi (dari tambah) menjadi 100%. Hal ini menyebabkan
peka erosi, jenis tanah peka ersosi dan jenis tanah sangat tingkat kondisi menjadi sedang, sedangkan Ardli [23]; dan
peka erosi, yang diperoleh dari peta landsystem. Winarso et al. [14] menyatakan bahwa kawasan mangrove
Sedangkan berbasis data survei berdasarkan parameter Cilacap termasuk kawasan yang terdegradasi atau
jenis penggunaan lahan, jumlah pohon / hektar, jumlah rusak.Walaupun kalau dibandingkan dengan kondisi
permudaan per hektar dan lebar jalur hijau mangrove. mangrove pantau utara Jawa Tengah masih sangat jauh
Metode ini sudah digunakan diberberapa penelitian baik lebih bagus.
menggunakan secara penuh maupun sebagian [44]. Dari banyak parameter yang digunakan untuk
Dari dua metode tersebut ditemukan ada mengetahui potensi, menurut saya ada satu yang
perbedaan ketika menentukan lahan potensi mangrove. terlewatkan yaitu faktor pasang surut. Mangrove selalu
Pada metode penentuan lahan mangrove kritis, potensi dikaitkan dengan pasang surut ketika mendefinisikan hutan
diperoleh dari berbagai data seperti data kawasan hutan, mangrove [4]. Dalam skala lokal, morfologi sistem
landsystem, dan tingkat erosi. Pada metode yang hanya mangrove dicirikan dari interaksi yang komplek antara arus
berbasis data lapangan, kriteria penggunaan lahan lebih kanal karena pasang surut dan permukaan bervegetasi yang
didetailkan lagi yaitu menjadi hutan mangrove murni, dangkal dan tergenang [27]. Pohon dibentuk dari
hutan mangrove bercampur tegakan lain, hutan mangrove persingungan tinggi rendahnya 3 faktor yang meliputi
bercampur dengan tambak tumpang sari atau areal tambak faktor sumber / input yaitu ketersediaan nutrien, tingkat
tumpangsari murni, hutan mangrove bercampur dengan pencahayaan, dan ruang yang tersedia, faktor regulator
penggunaan non-vegetasi dan area tidak bervegetasi serta yaitu salinitas dan pH, faktor hydriperiode yaitu frekuensi,
ada tambahan parameter yaitu lebar jaur hijau. Kawasan tinggi dan durasi genangan, bersama-sama mennetukan
hutan menjadi kriteria daerah potensi mangrove karena pola dari geokimia tanah (Clark et al. (1998) dalam [27]
kawasan hutan merupakan kewenangan dari KLHK dan produktifitas mangrove (Chen and Twilley (1998) dan
sehingga hal ini sebagai pembatas bagi KLHK. Sementara Twilley and Rivera-Monroy (2009) dalam [27]). Interface
instansi lain seperti KKP dan Pemerintah Daerah memiliki proses bio-geo-kimia ini bergantian dengan proses fisika
kewenangan di luar kawasan hutan. Faktor pembatas dari suplai sedimen, penurunan tanah dan pemadatan
lainnya adalah landsystem. Landsystem atau sistem lahan otomatis [27]. Dari penjelasan ini maka faktor pasang
adalah peta tematik bentuk lahan dengan pendekatan surut yaitu frekuensi, tinggi dan lama genangan akan
bentang lahan menurut Christian dan Stewart (1968) sangat berpengaruh terhadap kehidupan hutan mangrove.
dalam (Nurwadjedi [45] yang disebut dengan landsystem Laju fotosintesis dan stress secara fisiologi bisa
atau sistem lahan [45]. Selanjutnya dijelaskan, Peta Sistem digunakan untuk mengetahui kesehatan mangrove juga
Lahan ini telah banyak dimanfaatkan dalam menganalisa [26], ketika mempelajari pengaruh sedimen tersuspensi
potensi lahan pertanian, peternakan, perika nan, zonasi terhadap degradasi mangrove. Kesehatan mangrove bisa
kawasan konservasi, pariwisata dan lain-lain. Untuk diketahui juga dari kesehatan spesial sentinel (kerang
kawasan mangrove baik untuk studi ekologi, penentuan sebagai bio-indikator) oleh Aguirre-Rubí et al. [28],
lahan kritis, dan penentuan lahan poteni mangrove, peta dengan mengukur fungsi ekologi terhadap kesejahteraan
sistem lahan ini telah banyak digunakan [46]; [47]; [48]; manusia [29], menggunakan variasi pigmen dengan
[49];[24]. mengetahui psikologi, penuaan, dan stres [30]. Dari
Gathot Winarso., dkk, 2020 | 1. Pendahuluan 19
pustaka-pustaka dalam alinea ini merupakan indikator Untuk digunakan sebagai metode baku yang
kesehatan sesaat pengukuran dan bukan merupakan hasil berlaku secara nasional untuk asesmen kondisi ekosistem
dari sebuah proses yang bisa naik dan turun pada kondisi mangrove nasional, maka diperlukan kesepakatan antar
lingkungan yang berbeda. pemangku kepentingan dengan pertimbangan-
Faridah-Hanum et al. [20] mengembangkan pertimbangan teknis mengingat luas wilayah Indonesia
metode penilaian status kondisi mangrove yang diberi yang luas. Kesepakatan ini diperlukan agar tersedia data
nama Mangrove Quality Index berbasis integritas ekologi yang cukup dan seragam dalam asesmennya sehingga bisa
dengan menggunakan 42 variable yang kelompokkan ke diintegrasikan secara nasional. Dalam rangka mencapai
dalam 5 kategori yaitu mangrove biotic integrity index, kesepakatan nasional sudah diinisiasi oleh Pusat Penelitian
mangrove soil index, marine-mangrove index, mangrove Oseanografi LIPI. Walaupun inisiasi LIPI ini dengan
hydrology index dan mangrove socio-economic index. tujuan untuk Proyek COREMAP, tetapi bisa saja diadopsi
Dari 42 variabel kemudian dipilih yang paling jika disepakati oleh pemangku kepentingan yang lain.
mempengaruhi menggunakan principal component Untuk keperluan pengembangan indikator kesehatan
analysis menjadi hanya 10 variabel, dengan 10 variabel ini berbasis data penginderaan jauh, telah banyak terkumpul
dibangun Mangrove Quality Index baik secara umum parameter-parameter yang bisa dipilih dan diuji. Untuk
maupun pada setiap kategori yang dibagi menjadi 5 melakukan pemilihan dan pengujian diperlukan analisa
tingkat yaitu mengkawatirkan, jelek, sedang, baik dan lanjut dan melakukan penelitian sehingga ditemukan
istimewa. MQI merupakan penilaian status kondisi yang
lebih holistik dan menggambarkan seluruh keadaan, tetapi 3. UCAPAN TERIMA KASIH
karena banyaknya parameter yang digunakan akan sangat
membutuhkan usaha dan biaya jika diaplikasikan pada Tulisan ini adalah bagian dari penelitian yang
area yang luas seperti di Indonesia. dibiayai oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi melalui insentif riset Insinas tahun 2018 dengan
2. KESIMPULAN kontrak Nomor : 11/INS-1/PPK/E4/2018. Kami ucapkan
terima kasih kepada pihak Kemenristekdikti, Biro Renor
Penilaian kondisi bisa menggunakan parameter yang LAPAN dan Pusfatja LAPAN yang telah membantu
terkait dengan proses pertumbuhan. Seperti vegetasi terlaksananya penelitian ini. Kami ucapakan terima kasih
dalam berkembang biak maka ujung dari prosesnya adalah juga kepada FMIPA UI sebagai mitra dalam penelitian ini
kelebatan daun (kerapatan kanopi) atau jumlah pohon dan Dr. Erwin Adli dari Universitas Jenderal Soedirman.
dalam satuan luas atau. Kerapatan kanopi yang rendah
atau kerapatan pohon yang rendah bisa menjadi indikator References
adanya proses pertumbuhan yang kurang baik. Kerapatan
kanopi dan pohon memang tidak khusus untuk hutan [1] Donato, D. C., Kauffman, J.B., Murdiyarso, D.,
mangrove tetapi berlaku umum untuk semua vegetasi dan Kurnianto, S., Stidham,M and Kanninen, M (2011)
biasa digunakan untuk penilaian kondisi hutan. Proses ‘Mangroves among the most carbon-rich forests in the
lebih lanjut dari pertumbuhan adalah tingkat tropics’, Nature Geoscience. Nature Publishing
keanekaragaman karena nilai ini merupakan hasil interaksi Group, 4(5), pp. 293–297. doi: 10.1038/ngeo1123.
dengan makhuk hidup lain maupun lingkungan. Indikator [2] FAO (2007) The World’s Mangroves 1980-2005,
kondisi bisa juga menggunakan parameter input dalam FAO of UN. FAO of UN. doi: 978-92-5-105856-5.
proses, sebagai contoh adalah salinitas, ketersediaan [3] Kuswandono, A. et al. (2018) The Distribution of
nutrien, dimana hutan mangrove akan berkembang dengan Degraded Mangrove Ecosystem in Indonesia,
baik dan sehat jika hidup pada salinitas yang ideal dan Coordinating Ministry for Maritime Affair, Ministry of
nutrisi yang cukup. Perubahan salinitas yang cukup Environmental and Forestry.
signifikan akan mempengaruhi perkembangan ekosistem [4] Noor, Y. R., Khazali, M. and Suryadiputra, I. N. .
dan menurunkan kesehatan, seperti berkembangnya (2006) Panduan Pengenalam Mangrove di Indonesia.
mangrove asosisasi berupa semak atau nipah. Indikasi Wetlands International.
kesehatan awal ini bisa digunakan untuk mengetahui [5] Giri, C., Ochieng, E., Tieszen, L.L., Zhu, Z., Singh,
perubahan yang terjadi di dalam hutan mangrove. A., Loveland, T., Maske, J., Duke, N (2011) ‘Status
Penyebab perubahan bisa ditelisik dari indikator pertama and distribution of mangrove forests of the world
kemudian mengukur parameter-parameter lain yang using earth observation satellite data’, Global Ecology
terkait dalam proses pertumbuhan sehingga diketahui and Biogeography, 20(1), pp. 154–159. doi:
penyebab kerusakan hutan mengrove tersebut. Pemilihan 10.1111/j.1466-8238.2010.00584.x.
indikator yang akan digunakan tergantung dari sisi [6] Schmitt, K. and Duke, N. C. (2016) ‘Tropical Forestry
kemudahan mendapatkan data, konsistensi ketika diukur Handbook’, pp. 1–29. doi: 10.1007/978-3-642-41554-
ulang dan faktor tujuan pengukuran. 8.
Gathot Winarso., dkk, 2020 | 2. KESIMPULAN 20
[7] Duke, N.C and Mackenzie, J. (2012) ‘A revision of 10.1016/S0169-5347(98)01449-9.
mangrove plants of the Solomon Islands, Vanuatu, [19] Faber-Langendoen, D. et al. (2016) An
Fiji, Tonga and Samoa: A Report for the MESCAL Introduction to NatureServe’s Ecological Integrity
Project, IUCN Oceania Office, Suva. Centre for Assessment Method. Available at:
Tropical Water & Aquatic Ecosystem Research http://www.natureserve.org/sites/default/files/publicati
(TropWATER). James Cook University. Townsville ons/eia_2019.pdf.
[8] Kusmana et al., (2010) Indikator-indikator [20] Faridah-Hanum, I., Yussof, F.M., Fitriato, A.,
Ekosistem Hutan Mangrove. Institute Pertanian Nuruddin, A., Ainuddin., Gandaseca, S., Zaiton, S.,
Bogor Norizah., Nurhidayu, S., Roslan, M.K., Hakeem, K.R.,
[9] Li, P., Jiang, L. and Feng, Z. (2013) ‘Cross- Shamsuddin, I., Adnan, I., Awang, A.G.Noor., A.R.S,
comparison of vegetation indices derived from Balqis, Rhyma, P.P., Aminah, I.S., Hilaluddin, F.,
landsat-7 enhanced thematic mapper plus (ETM+) Fatin, R., Harun, N.Z.N (2019) ‘Development of a
and landsat-8 operational land imager (OLI) sensors’, comprehensive mangrove quality index (MQI) in
Remote Sensing, 6(1), pp. 310–329. doi: Matang Mangrove: Assessing mangrove ecosystem
10.3390/rs6010310. health’, Ecological Indicators, 102(February), pp.
[10] Rouse, J. W. et al. (1973) ‘Monitoring 103–117. doi: 10.1016/j.ecolind.2019.02.030.
vegetation systems in the great plains with ERTS’, [21] Supriatna, J., (2018) Konservasi Biodiversitas :
Third Earth Resources Technology Satellite (ERTS) Teori dan Praktek di Indonesia. Yayasan Obor
symposium, 1, pp. 309–317. doi: citeulike-article- Indonesia
id:12009708. [22] Dharmawan, I. W. E. and Pramudji (2017)
[11] Kementerian, L. H. (2004) ‘Peraturan Menteri Panduan Pemantauan Komunitas Mangrove. 2nd edn.
Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004’. CRITC, COREMAP, Pusat Penelitian Oseabografi
Kementerian Lingungan Hidup Republik Indonesia. LIPI
[12] Faizal, A., dan Amran, M.A.. (2005) Model [23] Ardli, E. R. (2010) ‘Distribusi Spasial Derris
Transformasi Indeks Vegetasi yang Efektif untuk trifoliata Lour si Segara Anakan Cilacap sebagai Agen
Prediksi Kerapatan Mangrove Rhizophora Biomonitoring Kerusakan Mangrove’, in Seminar
Mucronata. Prosiding PIT MAPIN XIV ITS Nasional Biodiversitas dan Bioteknologi Sumberdaya
Surabaya, 14-15 September 2005 Akuatik. Fakultas Biologi Universitas Jenderal
[13] Gu, Y., Wylie, B.K., Howard, D.M., Phuyal, Soedirman.
K.P., Ji. (2013) ‘NDVI saturation adjustment: A new [24] Departemen Kehutanan (2005) ‘Pedoman
approach for improving cropland performance inventarisasi dan identifikasi lahan kritis mangrove’,
estimates in the Greater Platte River Basin, USA’, p. 13.
Ecological Indicators. Elsevier Ltd, 30, pp. 1–6. doi: [25] Pribadi, R. et al. (2017) Laporan Akhir Penyiapan
10.1016/j.ecolind.2013.01.041. Penyusunan Baku Kerusakan Mangrove Jawa Tengah.
[14] Winarso, G. and Purwanto, A. D. (2014) Kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan
‘Evaluation pf Mangrove damage Level based on Universitas Diponegoro.
Landsat 8 Image’, International Journal of Remote [26] Fu, W., Liu, D., Yin, Q., Wu, Y., Li, P. (2014)
Sensing and Earth Science, 11(2), pp. 105–116. ‘Suspended sediment in tidal currents: An often-
[15] Winarso, G., Purwanto, A. and Yuwono, D. neglected pollutant that aggravates mangrove
(2014) ‘New Mangrove Index As Degradation Health degradation’, Marine Pollution Bulletin. Elsevier Ltd,
Indicator Using Remote Sensing Data : Segara 84(1–2), pp. 164–171. doi: 10.1016/j.marpolbul.
Anakan and Alas Purwo Case Study’, 12th Biennial 2014.05.015.
Conference of Pan Ocean Remote Sensing [27] Spencer, T. and Möller, I. (2013) Mangrove
Conference (PORSEC 2014), 2009(November), pp. Systems, Treatise on Geomorphology. doi:
4–7. 10.1016/B978-0-12-374739-6.00290-6.
[16] Hadi, T. A. et al. (2018) Status Terumbu Karang [28] Aguirre-Rubí, J. et al. (2018) ‘Assessment of
Indonesia 2018. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. ecosystem health disturbance in mangrove-lined
[17] Pimentel, D., Laura Westra and Noss, R. F. Caribbean coastal systems using the oyster
(2002) Ecological Integrity: Integrating Crassostrea rhizophorae as sentinel species’, Science
Environment, Conservation, and Health., The of the Total Environment. Elsevier B.V., 618, pp.
Quarterly Review of Biology. The University of 718–735. doi: 10.1016/j.scitotenv.2017.08.098.
Chicago Press. doi: 10.1086/345240. [29] Hsieh, H. L. et al. (2015) ‘Ecosystem functions
[18] Rapport, D. J., Costanza, R. and McMichael, A. connecting contributions from ecosystem services to
J. (1998) ‘Assessing ecosystem health’, Trends in human wellbeing in a mangrove system in Northern
Ecology and Evolution, 13(10), pp. 397–402. doi: Taiwan’, International Journal of Environmental
Gathot Winarso., dkk, 2020 | 21
Research and Public Health, 12(6), pp. 6542–6560. [41] Nugroho, S. et al. (2011) ‘Kajian Metode Deteksi
doi: 10.3390/ijerph120606542. Degradasi Hutan Menggunakan Citra Sateit Landsat
[30] Pastor-Guzman, J. et al. (2015) ‘Spatiotemporal di Hutan Lahan Kering Taman Nasional Halimun
variation in mangrove chlorophyll concentration Salak’, Jurnal Teknosains, 1(No. 1 Desember 2011),
using Landsat 8’, Remote Sensing, 7(11), pp. 14530– pp. 26–34.
14558. doi: 10.3390/rs71114530. [42] Lathifah, D. H. and Yunianto, T. (2013)
[31] Milano, S., Ponzio, R. and Sardo, P. (2018) ‘Hubungan Antara Fungsi Tutupan Vegetasi Dan
Biodiversity. Slow Food Foundation for Biodiversity. Tingkat Erosi Das Secang Kabupaten Kulonprogo’,
[32] Rawat, U. S. and Agarwal, N. K. (2015) Jurnal Bumi Indonesia, 2(1).
‘Biodiversity : Concept , Threats and Conservation [43] Ardli, E. R. and Wolff, M. (2009) ‘Land use and
Biodiversity : Concept , threats and conservation’, land cover change affecting habitat distribution in the
Environment Conservation Journal, 16 Segara Anakan lagoon, Java, Indonesia’, Regional
(3)(December), pp. 18–28. Environmental Change, 9(4), pp. 235–243. doi:
[33] Kimmins, J. P. (1997) ‘Biodiversity and its 10.1007/s10113-008-0072-6.
relationship to ecosystem health and integrity’, The [44] Graha, Y. I., Hidayah, Z. and Nugraha, W. A.
Forestry Chronicle, 73(2), pp. 229–232. (2009) ‘Penentuan Kawasan Lahan Kritis Hutan
[34] Tuhumury, A. and Latupapua, L. (2014) Mangrove di Pesisir Kecamatan Modung
‘Keragaman Jenis Satwa Burung Berdasarkan Memanfaatkan Teknologi SIG dan Penginderaan
Ketinggian Tempat pada Hutan Desa Rambatu Jauh’, Jurnal Kelautan Universitas Trunojoyo, 2(2),
Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku’, pp. 106–116.
Jurnal Hutan Tropis, 2(3), pp. 94–106. [45] Nurwadjedi (2000) ‘Klasifikasi Bentuk Lahan
[35] Mulder, A. C. P. H. et al. (2018) ‘Nordic Society Semi Detil (Skala 1:50.000/1:25.000) Hasil
Oikos Species Evenness and Productivity in Pengembangan Peta Reppprot Skala 1:250.000’,
Experimental Plant Communities Lorenzen and B . Globe, 2(2), pp. 72–83.
Schmid Published by : Wiley on behalf of Nordic [46] Onrizal (2002) Evaluasi Kerusakan Kawasan
Society Oikos Stable URL : https://www.jstor.org Mangrove Dan Alternatif Rehabilitasinya Di Jawa
/stable/3548005 Nordic Society Oikos , Wiley are Barat Dan Banten. USU digital library.
coll’, 107(1), pp. 50–63. [47] Onrizal and Kusmana, C. (2008) ‘Studi Ekologi
[36] Mohammadi, J., Shataee, S. and Babanezhad, M. Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara
(2011) ‘Estimation of forest stand volume, tree Ecological study on mangrove forest in East Coast of
density and biodiversity using landsat ETM+ data, North Sumatra’, Biodiversitas, 9(1), pp. 25–29.
comparison of linear and regression tree analyses’, [48] Nurlailita, Kusmana, C. and Widiatmaka (2015)
Procedia Environmental Sciences, 7, pp. 299–304. ‘Keragaan Biofisik Ekosistem Mangrove Di
doi: 10.1016/j.proenv.2011.07.052. Kecamatan Blrem Bayeun Dan Kecamatan Rantau
[37] Supriadi, Romadhon, A. and Farid, A. (2015) Selamat, Aceh Timur’, Jurnal Silvikultur Tropika,
‘Struktur Komunitas Mangrove di Desa Martajasah 06(2), pp. 71–77.
Kabupaten Bangkalan’, Jurnal Kelautan Universitas [49] Kementerian Kehutanan, (2010) Peraturan Men-
Trunojoyo, 8(1), pp. 44–51. teri Kehutanan Republik Indonesia Nomer
[38] Antu, R., Sahami, F. M. and Hamzah, S. N. P.35/Menhut-II/2010. Tentang Penyusunan Rencana
(2015) ‘Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Teknik Rehabilitasi dan Lahan DAS pada Ekosistem
Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Mangrove dan Sepadan Pantai. Kementerian Kehu-
Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi tanan
Gorontalo’, Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan,
3(Maret), pp. 11–15.
[39] Nehru, P. and Balasubramanian, P. (2018)
‘Mangrove species diversity and composition in the
successional habitats of Nicobar Islands, India: A
post-tsunami and subsidence scenario’, Forest
Ecology and Management. Elsevier, 427(March), pp.
70–77. doi: 10.1016/j.foreco.2018.05.063.
[40] Sreelekshmi, S. et al. (2018) ‘Diversity, stand
structure and zonation pattern of Mangroves in
Southwest coast of India’, Journal of Asia-Pacific
Biodiversity. Elsevier Ltd. doi:
10.1016/j.japb.2018.08.001.
Gathot Winarso., dkk, 2020 | 22