4087-Article Text-10669-1-10-20210304

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 23

PERSPEKTIF TEORI SISTEM HUKUM DALAM PEMBAHARUAN

PENGATURAN SISTEM PEMASYARAKATAN MILITER

Priyo Hutomo
Puslemasmil, Badan Pembinaan Hukum TNI
[email protected]

Markus Marselinus Soge


Politeknik Ilmu Pemasyarakatan, BPSDM Hukum dan HAM
[email protected]

Abstract
The legal instruments regulating the development of military prisoners in Military Prison are
currently still based on the regulations which is not in accordance with the administration of national
prisons. The problem is how the perspective of the Legal System Theory of Lawrence M. Friedman
in reforming the Military Correctional System arrangements. Normative legal research methods are
used to examine law in its position as norms, using secondary data sources in the form of primary
and secondary legal materials. Data were collected through literature studies, then analyzed using
descriptive content analysis techniques. The results are the perspective of the Legal System of
Lawrence M. Friedman which is used to reform the Military Correctional System including reforms
in the structural aspects in the form of strengthening the Military Correctional Institution, the
substance in the form of drafting the Military Correctional Law Draft, and the cultural in the form
of legal awareness guidance and social reintegration of soldiers to return to being soldiers with the
TNI identity. It is suggested that the legal instruments for regulating the Military Correctional
System be carried out using the perspective of the Legal System of Lawrence M. Friedman.
Keywords: Legal System, Correctional, Military Correctional

Abstrak
Instrumen hukum pengaturan pembinaan narapidana militer di Lembaga Pemasyarakatan
Militer saat ini masih berdasarkan peraturan masa kolonial dan setelah kemerdekaan, yang tidak
sesuai dengan penyelenggaraan sistem pemasyarakatan nasional. Permasalahan disini adalah
bagaimana perspektif Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman dalam melakukan
pembaharuan pengaturan Sistem Pemasyarakatan Militer. Metode penelitian hukum normatif
digunakan dalam tulisan ini untuk meneliti hukum dalam kedudukannya sebagai norma,
menggunakan data sekunder yaitu bahan hukum primer dan sekunder. Data dikumpulkan dengan
studi kepustakaan, kemudian diolah dan dianalisis dengan teknik deskriptif analisis isi. Hasil
penelitian yaitu perspektif Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman digunakan untuk
melakukan pembaharuan pengaturan Sistem Pemasyarakatan Militer meliputi pembaharuan pada
aspek struktur berupa penguatan kelembagaan Pemasyarakatan Militer, aspek substansi berupa
penyusunan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan Milier, dan aspek budaya berupa
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

bimbingan kesadaran hukum dan reintegrasi sosial prajurit untuk kembali menjadi prajurit yang
berjati diri TNI. Disaran agar dapat segera dilakukan pembaharuan terhadap instrumen hukum
pengaturan Sistem Pemasyarakatan Militer menggunakan perspektif Teori Sistem Hukum
Lawrence M. Friedman.
Kata Kunci: Sistem Hukum, Pemasyarakatan, Pemasyarakatan Militer

A. Pendahuluan
Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu komponen negara
yang berasal dari rakyat, berjuang bersama rakyat, dan mengabdi bagi rakyat.
Dalam karya bagi rakyat tersebut, seorang prajurit TNI terikat kepada Undang-
Undang, Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Delapan Wajib TNI. Penyimpangan
dari hal-hal tersebut merupakan tindakan indisiplin bahkan mungkin tindakan
pidana yang harus diberikan sanksi tegas oleh pimpinan TNI demi menjaga
kehormatan dan nama baik korps TNI. Proses penjatuhan sanksi di lingkungan
TNI sejatinya telah diatur dalam ketentuan mengenai Disiplin Militer, Kitab
Undang-undang Hukum Pidana Militer, dan ketentuan teknis lainnya. Unsur
kelembagaan komponen peradilan militer yang terlibat dalam penjatuhan sanksi
meliputi Atasan Yang Berhak Menghukum (Ankum), Perwira Penyerah Perkara
(Papera), Polisi Militer (PM), Oditur Militer (Otmil), Hakim Militer pada Pengadilan
Militer (Dilmil), dan Lembaga Pemasyarakatan Militer (Masmil).1
Reformasi politik di tanah air pada tahun 1998-1999 membawa perubahan
kepada pemisahan Kepolisian Negara RI (POLRI) dari TNI, dan terjadi upaya
pembenahan dalam lingkungan internal TNI yang dikenal juga sebagai reformasi
TNI. Pembenahan bahkan pembaharuan sudah dilakukan pada aspek
organisasi TNI, sehingga TNI telah memiliki susunan organisasi yang baru
dengan berpedoman kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Namun sayangnya,
pembaharuan yang berlangsung di lingkungan TNI tersebut masih belum
menyentuh aspek pembinaan bagi prajurit TNI yang melakukan tindakan

1Nikmah Rosidah, Hukum Peradilan Militer, (Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja,
2019), h.58-64.

47
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

indisiplin bahkan mungkin tindakan pidana sehingga yang bersangkutan harus


ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Militer (Lemasmil).
Instrumen hukum sebagai dasar pengaturan dalam pembinaan kepada
narapidana militer di Lemasmil selama ini masih berdasarkan peraturan yang
berasal dari masa kolonial Belanda dan ada juga dibuat setelah Indonesia
merdeka, meliputi2:
(1) Staatsblad 1934 Nomor 169 tentang Reglement voor de militaire
strafgrestichten dapat disebut peraturan kepenjaraan tentara.
(2) Staatsblad 1934 Nomor 170 tentang pengaturan memungkinkan narapidana
militer dapat menjalani hukuman di penjara sipil.
(3) Undang-undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1947 tentang
Kepenjaraan Tentara.
Ditinjau dari tahun terbitnya, ketiga instrumen hukum tersebut sudah cukup
lama dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan pengaturan organisasi TNI dan
penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer3. Selain itu, juga tidak sesuai sistem
pemasyarakatan nasional mengenai tujuan pembinaan kepada narapidana
karena tujuan pembinaan kepada narapidana saat ini telah bergerak
meninggalkan falsafah pembalasan dan penjeraan yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila, namun menggunakan falsafah konsep Pemasyarakatan.4
Falsafah konsep Pemasyarakatan dimaksud termuat dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana
penyelenggaraan Pemasyarakatan bertujuan agar narapidana menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga

2 Pusat Pemasyarakatan Militer, Bahan Rapat 8 Juli 2020: Rancangan Undang-Undang Nomor …
Tahun … Tentang Pemasyarakatan Militer, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum TNI, 2020).
3 Ali Ridlo, “Problematika Pembinaan Narapidana Militer”, (Jakarta: Bidang Rehabilitasi

Puslemasmil, 2020), h.6.


4 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, (Jakarta:

1995), Penjelasan Umum. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-
pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga
merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan telah
melahirkan suatu sistem pembinaan yang sejak lebih dari tiga puluh tahun yang lalu dikenal
dan dinamakan sistem pemasyarakatan.

48
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

dapat diterima kembali oleh masyarakat, dan hidup secara wajar sebagai warga
yang bertanggung jawab. Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan narapidana
agar dapat berintegrasi dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali
sebagai anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan dapat berperan aktif
dalam pembangunan.5
Dengan demikian, falsafah pembinaan kepada narapidana saat ini adalah
reintegrasi sosial yang mengayomi masyarakat dan narapidana itu sendiri,
melalui pemulihan hidup, kehidupan dan penghidupan narapidana sehingga
yang bersangkutan dapat menjadi manusia yang berguna dan bisa diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat.
Untuk memodernkan pelaksanaan pembinaan kepada narapidana militer
sehingga penyelenggaraan Pemasyarakatan Militer sesuai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 serta dapat sejalan terhadap falsafah
konsep Pemasyarakatan, mutlak diperlukan pembaharuan instrumen hukum
sebagai dasar pengaturan Sistem Pemasyarakatan Militer. Pembaharuan
instrumen hukum Sistem Pemasyarakatan Militer akan menguatkan
Pemasyarakatan Militer sebagai bagian komponen peradilan militer yang dibina
sesuai kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara dalam rangka
penegakan dan kepastian hukum, dan penghormatan terhadap hak asasi
narapidana militer.
Pembaharuan dimaksud dapat dilakukan dengan menggunakan perspektif
Teori Sistem Hukum (the Theory of Legal System) dari Lawrence. M. Friedman
yang meliputi aspek struktur yaitu kelembagaan dan aparaturnya, aspek
substansi yaitu pengaturan kewenangan dan prosedur/mekanismenya, dan
aspek budaya yaitu tujuan dan maksud penyelenggaraan pembinaan kepada
narapidana militer.

5Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, (Jakarta:


1995), Pasal 2 dan Pasal 3.

49
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

Berdasarkan uraian tersebut diatas, permasalahan yang diangkat dalam


penyusunan tulisan ini yaitu bagaimana perspektif teori sistem hukum
Lawrence. M. Friedman dalam melakukan pembaharuan pengaturan Sistem
Pemasyarakatan Militer?
Untuk dapat menjawab permasalahan, metode penelitian hukum normatif
digunakan untuk meneliti hukum dalam kedudukannya sebagai norma atau
kaidah.6 Penulis menggunakan sumber data sekunder yang berasal dari
dokumen-dokumen baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy serta yang
tersedia online. Data sekunder tadi merupakan bahan hukum primer meliputi
bahan hukum yang mengikat7 berupa perundang-undangan dan ketentuan
yang mengatur mengenai pemasyarakatan, juga kepenjaraan/pemasyarakatan
militer. Selain itu, diteliti bahan hukum sekunder8 yaitu bahan hukum yang
menjelaskan bahan hukum primer berupa rancangan undang-undang, dan
tulisan dari akademisi atau praktisi yang relevan dengan pembahasan terhadap
judul tulisan ini.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam menghimpun data sekunder
adalah pengumpulan data kepustakaan9 atau studi literatur, dimana penulis
menelusuri ketersediaan data dalam literatur atau kepustakaan termasuk
literatur atau kepustakaan online. Selanjutnya, data diolah dan dianalisis
dengan teknik deskriptif analisis isi yakni memberikan penjelasan, penilaian
atau penafsiran hasil yang diperoleh menggunakan logika untuk nantinya
sampai di kesimpulan.10

6 I Gusti Ngurah Dharma Laksana dkk, Edisi Revisi Bahan Ajar Metode Penelitian Dan Penulisan
Hukum, (Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2016), hlm.7. Penelitian Hukum
yaitu penelitian yang mengkaji dan menganalisis tentang norma-norma hukum dan bekerjanya
hukum dalam masyarakat yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu,
pemeriksaan secara mendalam, pemecahan masalah dan mempunyai tujuan tertentu.
7 Dharma Laksana dkk, Edisi Revisi Bahan Ajar Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum, h.10.
8 Dharma Laksana dkk, Edisi Revisi Bahan Ajar Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum.
9 Dharma Laksana dkk, Edisi Revisi Bahan Ajar Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum, h.24.
10 Dharma Laksana dkk, Edisi Revisi Bahan Ajar Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum, h.30.

50
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

Sebelum dilakukan pembahasan terhadap permasalahan dalam tulisan ini,


terdapat beberapa hasil penelitian sebelumnya yang membahas isu/topik terkait
sistem hukum, peradilan militer atau Sistem Pemasyarakatan Militer. Pertama
adalah tulisan berjudul “Independensi Sistem Peradilan Militer” yang ditulis
Slamet Sarwo Edy. Fokus bahasan mengenai filosofi terjadinya
ketidakmandirian sistem peradilan militer yang disebabkan faktor kepentingan
militer berkaitan dengan tugas pokok TNI untuk mempertahankan kedaulatan,
penempatan aparat peradilan sipil pada pengadilan militer, dan adanya harapan
ke depan agar peradilan militer harus mandiri secara kelembagaan dan
fungsional.11
Kedua adalah tulisan berjudul “Penegakan Hukum Terhadap Anggota Militer
Yang Melakukan Tindak Pidana Narkotika Di Wilayah Hukum Pengadilan Militer
I-02 Medan (Studi Kasus Di Pengadilan I-02 Medan)” yang ditulis Kristianto
Rambe. Fokus bahasan mengenai prosedur penegakan hukum anggota militer
yang terlibat tindak pidana narkotika, dan akibat yang ditimbulkan oleh
pengadilan militer terhadap anggota militer yang terlibat tindak pidana
narkotika tersebut, dan kendala penegakan hukumnya di wilayah hukum
Pengadilan Militer I-02 Medan.12
Ketiga adalah tulisan berjudul “Penerapan Hak Narapidana Di Lapas Militer
Berdasarkan UU No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan” yang ditulis
Nurlely Darwis. Fokus bahasan mengenai penyelenggaraan Pemasyarakatan
Militer khususnya yang menyangkut penerapan hak narapidana militer dengan
mengacu pada UU No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Implementasi
hak narapidana militer melalui prinsip pembinaan narapidana dengan mengacu
pada UU No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menunjukkan adanya

11 Slamet Sarwo Edy, “Independensi Sistem Peradilan Militer Di Indonesia”, Jurnal Hukum dan
Peradilan, Vol.6, No.1, 2017, h.105-128.
12 Kristianto Rambe, “Penegakan Hukum Penegakan Hukum Terhadap Anggota Militer Yang

Melakukan Tindak Pidana Narkotika Di Wilayah Hukum Pengadilan Militer I-02 Medan (Studi
Kasus Di Pengadilan I-02 Medan)”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Medan Area Medan,
2019, h.105-128.

51
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

kendala teknis pelaksanaan karena tidak mengikat untuk dijadikan dasar


kekuatan hukum pelaksanaan keseluruhan hak narapidana militer.13
B. Pembahasan
1. Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman
Lawrence M. Friedman menyampaikan sebuah Teori Sistem Hukum (the
Theory of Legal System) dimana terdapat tiga elemen utama dari suatu sistem
hukum yang meliputi Struktur (Structure), Substansi (Substance), dan Budaya
(Culture).
Struktur Hukum menurut Friedman adalah “The structure of a system is its
skeletal framework; …the permanent shape, the institutional body of the
system.”14 Ini berarti bahwa struktur suatu sistem adalah kerangka-
kerangkanya; sebuah bentuk permanen, badan institusional dari sistem.
Substansi Hukum adalah “The substance is composed of substantive rules
and also about how institutions should behave”.15 Ini berarti bahwa substansi
hukum terdiri dari aturan substantif dan juga bagaimana seharusnya institusi
berperilaku.
Budaya Hukum menurut Friedman adalah “It is the element of social attitude
and value. Behavior depends on judgement about which options are useful or
correct. Legal culture refers to those parts of general culture-customs, opinions,
ways of doing and thinking-that bend social forces toward or away from the law.” 16
Ini berarti bahwa budaya hukum adalah elemen dari sikap dan nilai sosial.
Perilaku bergantung pada penilaian tentang pilihan mana yang berguna atau
benar. Budaya hukum mengacu pada bagian-bagian dari budaya umum-adat

13 Nurlely Darwis, “Penerapan Hak Narapidana Di Lapas Militer Berdasarkan UU No 12 Tahun


1995 Tentang Pemasyarakatan”, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara FH Universitas Dirgantara
Marsekal Suryadarma, Vol.10, No.2, 2020, h.133-149.
14 Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, (New York: Russel Sage

Foundation, 1975), h.14.


15 Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, h.14.
16 Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, h.15.

52
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

istiadat, pendapat, cara melakukan dan berpikir-yang membelokkan kekuatan


sosial ke arah atau menjauh dari hukum.
Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman telah dijadikan sebagai referensi
dalam menyusunan rencana pembangunan hukum nasional. Hal ini dibuktikan
dengan dimuatnya Teori Sistem Hukum dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Dalam Lampirannya, disebutkan
pembangunan hukum diarahkan pada perwujudan sistem hukum nasional yang
berasal dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan hukum
mencakup pembangunan materi, struktur termasuk aparat hukum dan sarana
prasarana hukum, serta mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran juga
budaya hukum yang tinggi untuk mewujudkan negara hukum, dan
menciptakan masyarakat adil dan demokratis.17
Teori Sistem Hukum dari Lawrence M. Friedman ternyata juga digunakan
sebagai landasan awal dalam penyusunan Grand Design Pembangunan Hukum
Nasional, dimana pembangunan hukum diarahkan kepada perwujudan sistem
hukum nasional yang mantap dan mampu berfungsi baik sebagai sarana
mencapai ketertiban dan kesejahteraan, maupun sebagai sarana bagi
pelaksanaan pembangunan. Pada dasarnya pembangunan hukum mencakup
penataan materi (substance), kelembagaan (structure), dan budaya (culture).
Unsur-unsur tersebut saling mempengaruhi, karenanya hukum harus dibangun
secara terpadu dan berkelanjutan, serta berwawasan global. Pembangunan
sistem hukum nasional dilakukan dengan melakukan pembentukan materi
hukum yang mereflesikan nilai-nilai dan kepentingan sosial serta perwujudan
masyarakat hukum yang tercermin dari tingginya kepatuhan kepada aturan
hukum. Materi hukum harus menjamin terlaksananya kepastian dan ketertiban
hukum, serta perlindungan terhadap hak asasi manusia, mampu

17Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan


Jangka Panjang Nasional 2005-2025, (Jakarta: 2007), Lampiran.

53
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

mengembangkan disiplin dan kepatuhan serta penghargaan kepada hukum,


yang pada akhirnya mampu mendorong adanya kreativitas peran masyarakat
dalam pembangunan nasional.18
2. Penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan Militer
Terbentuknya Pemasyarakatan Militer, tidak terlepas dari sejarah kelahiran
TNI, bahwa TNI lahir dari perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Dimulai pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR), kemudian di
5 Oktober 1945 pemerintah menerbitkan maklumat pembentukan Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) dengan anggota berasal dari personel BKR.
Pertimbangan selanjutnya, TKR bertugas menjaga keamanan dan keselamatan
rakyat dan bangsa, oleh karenanya di 1 Januari 1946 maka TKR kembali
disesuaikan menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR). Untuk menyesuaikan
dengan organisasi militer secara Internasional, di 26 Januari 1946 maka TKR
disesuaikan menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Selanjutnya pada tanggal
3 Juni 1947 maka Presiden Soekarno mengesahkan pendirian Tentara Nasional
Indonesia (TNI). Berdasarkan sejarah perkembangan TNI tersebut pemerintah
memutuskan bahwa momen pertama pembentukan TKR yaitu tanggal 5 Oktober
sebagai hari jadi TNI.19
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1947 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Militer dalam Pasal 10 menyebutkan bahwa
pidana penjara sementara atau kurungan termasuk kurungan pengganti yang
dijatuhkan kepada militer, asalkan tidak dipecat dari dinas militer maka
dilaksanakan di bangunan-bangunan yang dikuasai oleh militer. Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1947 tentang Kepenjaraan Tentara
menjadi dasar dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1954
tentang Pertahanan Negara menyebutkan adanya Badan Peradilan sendiri bagi

18 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Dokumen Pembangunan Hukum Nasional Tahun 2019,
(Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI,
2019), h.52.
19 Pusat Pemasyarakatan Militer, Konsep Tgl 4 Agustus 2020: Profil Puslemasmil Untuk Majalah

Advokasi BABINKUM, (Jakarta: 2020).

54
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

Angkatan Perang. Berdasarkan Kep Menhankam/Pangab No.Kep/44/XII/75


Tgl.3-12-1975 tentang Pokok-Pokok Organisasi & Prosedur Babinkum ABRI
terdiri dari : Staf Pembinaan Hukum Dephankam, Otjen ABRI, Kehakiman ABRI,
AHM-PTHM dan Pemasyarakatan Militer (Masmil). Selanjutnya berdasarkan
Keppres No.60/83 dibentuk Rokum Dephankam dan AHM-PTHM dikembalikan
ke TNI AD dan Kep Pangab No.Kep/01/P/I/84 dibentuk Babinkum ABRI terdiri
dari : Ma Babinkum, Bamahmil, Baotmil, Bamasmil.20
Kemudian Sprin Pangab No.Prin/08/P/VI/84 bahwa 4 Instalasi Rehabilitasi
(Medan, Cimahi, Surabaya, Makassar) diserahkan dari Kepala POM ABRI ke
Kepala Babinkum ABRI. Berdasarkan Berita Acara Serah Terima 4 (empat)
gedung Instalasi Rehabilitasi (Inrehab) pada hari Sabtu tanggal 8 September
1984 bertempat di ruang Ganesha POM ABRI Jl. Kebon Sirih No.6 Jakarta Pusat
pihak pertama Kepala Polisi Militer (POM) ABRI menyerahkan 4 (empat) Inrehab
POM ABRI dengan semua peralatan dan penghuninya secara administrasi dan
operasional kepada pihak ke dua Kepala Badan Pembinaan Hukum ABRI. Maka
mulai saat penandatanganan Berita Acara ini maka segala tugas dan kewajiban
Adminisrasi dan operasional beralih dari pihak pertama (POM ABRI) kepada
pihak kedua (Babinkum ABRI). 21 Kondisi saat ini, terdapat 6 (enam) Lembaga
Pemasyarakatan Militer (Lemasmil) yaitu Medan, Banjar Baru, Makasar,
Jayapura, Surabaya, dan Cimahi.
Berdasarkan Peraturan Panglima TNI (‘Perpang’) Nomor 20 Tahun 2017 yang
dirubah menjadi Perpang Nomor 33 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tugas
Badan Pembinaan Hukum TNI bahwa Pusat Lemasmil (Puslemasmil) merupakan
badan pelaksana dalam penyelenggaraan Masmil berkedudukan di bawah
Babinkum TNI22, sehingga pembinaan penyelenggaraan Masmil berada di bawah

20 Pusat Pemasyarakatan Militer, Konsep Tgl 4 Agustus 2020: Profil Puslemasmil Untuk Majalah
Advokasi BABINKUM, (Jakarta: 2020).
21 Berita Acara Serah Terima 4 (Empat) Buah Inrehab POM ABRI Tanggal 8 September 1984,

(Jakarta: 1984).
22 Republik Indonesia, Peraturan Panglima TNI Nomor 33 Tahun 2020 tentang Organisasi dan

Tugas Badan Pembinaan Hukum TNI, (Jakarta: 2020), Pasal 17.

55
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

Babinkum TNI dan pelaksanaannya dilakukan oleh Puslemasmil. Sedangkan


Lemasmil merupakan badan pelaksana Puslemasmil berkedudukan di bawah
Babinkum TNI dan secara teknis di bawah Puslemasmil23.
Secara umum, kondisi saat ini dalam penyelenggaraan pembinaan bagi
narapidana militer belum mempunyai undang-undang, Rancangan Undang-
Undang Pemasyarakatan Militer masih dalam proses di Kementerian
Pertahanan, sehingga untuk kebutuhan dalam penyelenggaraan pembinaan
bagi narapidana militer telah terbit lebih dulu aturan pelaksanaan seperti
Keputusan Panglima.24 Lebih jauh, kondisi saat ini dalam penyelenggaraan
Sistem Pemasyarakatan Militer adalah sebagai berikut:25
a. Ketentuan peraturan perundang-undangan Masmil didasarkan kepada Stbl
1934-169 Reglement Voor de Militaire Strafgestichten (Reglement Penjara
Tentara) dan Stbl 1934-170 Voorschrijften betrefende de gevallen waarin, en
de wijze waarop vrijheidsstraffen opgelegd aan een militair, kunnen worden
ten uitvoer gelegd op een andere paaats, dan in een voor de uitvoering der straf
bested gesticht, (Penempatan Pelaksanaan pidana bagi Narapidana Militer di
luar tempat-tempat yang telah ditentukan). Kedua Staatsblad, selanjutnya
disesuaikan dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia No.
41 Tahun 1947 tentang Kepenjaraan Tentara.
b. Sarana dan prasarana penyelenggaraan Masmil belum memadai, dari segi
fisik bangunan, fasilitas untuk pembinaan jasmani dan blok-blok di
Lembaga Pemasyarakatan Militer.
c. Personel penyelenggaraan Lemasmil belum memadai kuantitas dan
kualitasnya.
d. Dukungan pembiayaan penyelenggaraan Masmil khususnya untuk
mendukung perawatan makan, masih menggunakan uang lauk pauk dari

23 Republik Indonesia 2020, Peraturan Panglima TNI Nomor 33 Tahun 2020 tentang Organisasi
dan Tugas Badan Pembinaan Hukum TNI, (Jakarta: 2020), Pasal 21.
24 Ali Ridlo, “Problematika Pembinaan Narapidana Militer”, (Jakarta: Bidang Rehabilitasi

Puslemasmil, 2020), h.6.


25 Bahan Naskah Akademik RUU MASMIL 25 September 2017, (Jakarta: 2017)

56
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

narapidana militer dan kewajiban dari para Komandan/Kepala kesatuan


untuk mengirimkan uang lauk pauk tersebut ke Lemasmil.
e. Jumlah Lemasmil baru berada di 6 (enam) kota yaitu Medan, Cimahi,
Surabaya, Makassar, Banjar Baru dan Jayapura.
Dalam mengatasi kondisi penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan Militer
saat ini sebagaimana diruaikan diatas, diharapkan pembaharuan instrumen
hukum Sistem Pemasyarakatan Militer dapat direalisasikan dengan
komprehensif melalui perspektif Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman
yang memuat aspek struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum.
3. Perspektif Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman Dalam
Pembaharuan Pengaturan Sistem Pemasyarakatan Militer
Memperhatikan uraian penyelenggaraan Masmil sejak adanya sistem
kepenjaraan tentara sampai dengan saat ini, dimana sistem kepenjaraan tentara
merupakan warisan pemerintah Hindia Belanda yang sudah tidak relevan
dengan perkembangan zaman, maka mutlak diperlukan pembaharuan dalam
Sistem Pemasyarakatan Militer. Pembaharuan dimaksud meliputi pembaharuan
pada aspek struktur (kelembagaan dan aparatur), aspek substansi (pengaturan
kewenangan dan prosedur/mekanisme), dan aspek budaya (pembinaan
kesadaran narapidana). Penguraian aspek struktur hukum, substansi hukum,
dan budaya hukum merujuk pendapat Lawrence. M. Friedman.
Berdasarkan Teori dari Lawrence M. Friedman, dalam pembaharuan
instrumen hukum pengaturan Sistem Pemasyarakatan Militer khususnya dalam
melakukan pembinaan kepada narapidana militer dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Aspek Struktur: Penguatan kelembagaan penyelenggara Masmil
Aspek struktur, yang merupakan kerangka berbentuk badan institusional
yang permanen yang menjaga proses mengalir dari sistem dalam batas-
batasnya. Struktur dalam pelaksanaan pembinaan narapidana militer adalah

57
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

badan institusional yang permanen dan merupakan pelaksana dari tugas dan
kewajiban serta pemilik dari hak dan kewenangan Masmil.
Rancangan Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan Militer26 akan
memberikan tugas, kewajiban, hak dan kewenangan dalam pembinaan
narapidana militer kepada institusi Puslemasmil dan Lemasmil. Hal ini
merupakan wujud penguatan kepada institusi Puslemasmil dan Lemasmil
dalam mengemban tanggungjawab sebagai penyelenggara Pemasyarakatan
Militer. Penguatan dimaksud terdapat dalam BAB II ORGANISASI, TUGAS, DAN
WEWENANG dimana susunan organisasi kelembagaan Masmil (sesuai
rancangan Pasal 4) yaitu Puslemasmil dan Lemasmil.
Tugas Puslemasmil (sesuai rancangan Pasal 5) yaitu membantu Markas
Besar TNI dalam membina narapidana militer untuk kembali menjadi prajurit
Sapta Marga yang siap melaksanakan tugas sesuai ketentuan perundang-
undangan, sedangkan tugas Lemasmil yaitu membantu Puslemasmil untuk
melaksanakan perintah Puslemasmil dalam membina narapidana militer agar
kembali menjadi prajurit Sapta Marga yang siap melaksanakan tugas sesuai
ketentuan perundang-undangan.
Adapun kewenangan Kepala Puslemasmil (sesuai rancangan Pasal 6) yaitu
merumuskan kebijakan penyelenggaraan pemasyarakatan militer meliputi
bidang umum, bidang administrasi teknis, bidang pembinaan dan bidang
pengamanan, serta menyusun dan merumuskan program pembinaan dan
latihan narapidana militer.
Kedudukan dan daerah hukum Puslemasmil (sesuai rancangan Pasal 7)
yaitu Puslemasmil berkedudukan di Ibukota Negara dan berada di bawah Badan
Pembinaan Hukum TNI dengan daerah hukum meliputi seluruh wilayah
Indonesia, serta kedudukan dan daerah hukum Lemasmil (sesuai rancangan

26Pusat Pemasyarakatan Militer, Bahan Rapat 8 Juli 2020: Rancangan Undang-Undang Nomor
… Tahun … Tentang Pemasyarakatan Militer, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum TNI, 2020).

58
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

Pasal 8) yaitu dibentuk di setiap daerah hukum pengadilan militer sebagaimana


ditentukan oleh Panglima TNI.
Pembinaan dan pengawasan organisasi kelembagaan Pemasyarakatan
Militer (sesuai rancangan Pasal 10) yaitu kewenangan pembinaan dan
pengawasan organisasi kelembagaan berada pada Panglima TNI, sedangkan
kewenangan teknik pembinaan dan pengawasan teknis dilaksanakan oleh
Kepala Puslemasmil.
Penguatan lainnya adalah kewenangan Puslemasmil dan Lemasmil (sesuai
rancangan Pasal 12) dalam menyiapkan petugas fungsional Lemasmil,
menyiapkan kebutuhan petugas sarana prasarana Lemasmil, dan mengajukan
kebutuhan anggaran Pemasyarakatan Militer. Dengan adanya kewenangan
tersebut maka Puslemasmil dan Lemasmil dapat melengkapi kebutuhan
misalnya dengan adanya satuan kesehatan di Lemasmil, dan penyediaan
sumber daya manusia sebagai petugas pembinaan yang terampil dan kompeten
dalam ilmu pengetahuan di bidang Masmil.
b. Aspek Substansi: Rancangan Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan
Militer
Aspek substansi, yang terdiri atas aturan substantif (materil) dan aturan
bagaimana seharusnya institusi berperilaku (formil). Aturan substantif materil
dan aturan institusi berperilaku formil dalam pelaksanaan pembinaan
narapidana militer telah disusun dalam sebuah Rancangan Undang-Undang
Tentang Pemasyarakatan Militer.
Sampai dengan 8 Juli 2020, Rancangan Undang-Undang Tentang
Pemasyarakatan Militer memuat pokok materi atau norma termuat yang
meliputi 11 (sebelas) BAB dan 62 (enam puluh dua) Pasal dengan susunan
sebagai berikut:27

27Pusat Pemasyarakatan Militer, Bahan Rapat 8 Juli 2020: Rancangan Undang-Undang Nomor
… Tahun … Tentang Pemasyarakatan Militer, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum TNI, 2020).

59
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

Tabel 1
Pokok-Pokok Materi Rancangan Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan
Militer
Judul Rancangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor … Tahun …
Tentang Pemasyarakatan Militer
Menimbang Huruf a: Pemasyarakatan Militer sebagai sub sistem
peradilan militer dibina dan dikembangkan sesuai dengan
kepentingan penyelenggaraan pertahanan dan keamanan
negara dalam rangka penegakan hukum, kepastian
hukum, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Huruf b: penyelenggaraan pembinaan narapidana militer
masih berdasarkan pada sistem penjeraan atau
pembalasan yang sudah tidak sesuai lagi dengan sistem
pemasyarakatan dalam tata hukum nasional.
Huruf c: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 1947 tentang Kepenjaraan Tentara, sebagai
pemberlakuan dan perubahan dari Staatsblad 1934
Nomor 169 dan Staatsblad 1934 Nomor 170 merupakan
peninggalan Belanda, sudah tidak sesuai dengan
perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga
perlu diganti.
Huruf d: berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Pemasyarakatan
Militer.

60
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

Mengingat Angka 1: Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Angka 2: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39
Tahun 1947 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Militer.
Angka 3: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (Lembaran Negara
RI Tahun 1997 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
RI Nomor 3713).
Angka 4: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4439).
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Memuat definisi Pemasyarakatan Militer, Sistem
Angka 1 sd. 12 Pemasyarakatan Militer, Lembaga Pemasyarakatan
Militer, Pusat Lembaga Pemasyarakatan Militer,
Terpidana Militer, Narapidana Militer, Tahanan Militer,
Tentara Nasional Indonesia, Panglima TNI, Kepala Pusat
Lemasmil, Kepala Lemasmil, Pembinaan.
Pasal 2 Memuat tujuan penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan
Militer, yaitu: untuk membina Napimil dengan bimbingan,
reintegrasi sosial secara terpadu untuk menjadi prajurit
yang memiliki jati diri TNI yang berpedoman kepada Kode
Etik Prajurit/Perwira, menyadari kesalahan dan
memperbaiki diri serta tidak mengulangi perbuatan
pidananya agar diterima kembali di kesatuannya sesuai
ketentuan perundang-undangan.

61
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

Pasal 3 Memuat asas sistem pembinaan penyelenggaraan


Pemasyarakatan Militer yaitu: kesatuan komando,
kepentingan militer, kepastian hukum, persamaan
kedudukan dimuka hukum, kemanusiaan, dan
keamanan.
BAB II ORGANISASI, TUGAS, DAN WEWENANG
Pasal 4 Memuat susunan organisasi kelembagaan
Pemasyarakatan Militer yaitu: Puslemasmil dan
Lemasmil.
Pasal 5 sd Pasal Memuat tugas Puslemasmil dan Lemasmil, serta
6 Wewenang Kapuslemasmil.
BAB III KELEMBAGAAN PEMASYARAKATAN MILITER
Pasal 7 sd Pasal Memuat kedudukan dan daerah hukum Puslemasmil dan
8 Lemasmil
Pasal 9 sd Pasal Memuat susunan organisasi Pemasyarakatan Militer
10 serta pembinaan dan pengawasan organisasi
kelembagaan Pemasyarakatan Militer
BAB IV PENYELENGGARAAN PEMASYARAKATAN MILITER
Pasal 11 Memuat lingkup penyelenggaraan Pemasyarakatan
Militer yaitu administrasi umum, administrasi teknis,
pembinaan, pengamanan, perizinan, pengklasifikasian
Narapidana Militer, hak dan kewajiban, larangan, remisi,
pembebasan bersyarat, dan pembantaran.
Pasal 12 Memuat pengaturan Administrasi Umum
Pasal 13 Memuat pengaturan Administrasi Teknis
Pasal 14 sd Pasal Memuat pengaturan Pembinaan
20
Pasal 21 sd Pasal Memuat pengaturan Pengamanan
22

62
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

Pasal 23 sd Pasal Memuat pengaturan Perizinan


25
Pasal 26 sd Pasal Memuat pengaturan Pengklasifikasian
33
Pasal 34 sd Pasal Memuat pengaturan Hak dan Kewajiban
35
Pasal 36 Memuat pengaturan Larangan
Pasal 37 sd Pasal Memuat pengaturan Remisi
39
Pasal 40 sd Pasal Memuat pengaturan Pembebasan Bersyarat
42
Pasal 43 Memuat pengaturan Pembantaran
BAB V SARANA DAN PRASARANA
Pasal 44 sd Pasal Memuat hal-hal umum terkait sarana dan prasarana
51
BAB VI PELAKSANAAN PIDANA
Pasal 52 sd Pasal Memuat pengaturan pelaksanaan pidana penjara,
53 pelarian Napimil dari Lemasmil, rawat inap Napimil di
rumah sakit militer/umum, dan pengembalian Napimil
wanita yang hamil ke kesatuan
BAB VII KETENTUAN PIDANA
Pasal 54 Memuat pengaturan ketentuan pidana penjara bagi
Napimil yang melarikan diri dari Lemasmil
BAB VIII PENDANAAN
Pasal 55 Memuat pengaturan pendanaan penyelenggaraan
Pemasyarakatan Militer melalui APBN
BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 56 sd Pasal Memuat pengaturan Napimil atau Tahanan Militer yang
59 meninggal dunia di Lemasmil atau rumah sakait

63
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

militer/umum, penempatan terpidana militer yang


dijatuhi pidana mati, seumur hidup, dipecat dan/atau
telah berhenti (pensiun) dari dinas militer, serta
penggunaan Lemasmil sebagai instalasi Tahanan Militer
Titipan, interniran, tawanan perang, dan narapidana yang
dipersamakan dengan militer.
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 60 Memuat pengaturan keberlakuan semua peraturan
pelaksanaan terkait dengan Lemasmil
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 61 Memuat pengaturan pencabutan dan pernyataan tidak
berlaku Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41
Tahun 1947 tentang Kepenjaraan Tentara.
Pasal 62 Memuat pengaturan pengundangan Undang-Undang ini.

c. Aspek Budaya: Tujuan dan Maksud Penyelenggaraan Pembinaan Narapidana


Militer Dalam Lemasmil
Aspek budaya, yang merupakan sikap dan nilai sosial, kebutuhan dan
tuntutan serta penilaian tentang pilihan mana yang benar dan berguna dari para
pemimpin dan anggota. Berdasarkan hal ini, elemen budaya hukum dalam
penyelenggaraan Masmil khususnya dalam melaksanakan pembinaan kepada
narapidana militer adalah :
(1) Bimbingan,
(2) Reintegrasi sosial secara terpadu untuk menjadi prajurit yang memiliki jati
diri TNI yang berpedoman kepada Kode Etik Prajurit/Perwira,
(3) Menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi
perbuatan pidananya agar diterima kembali di kesatuannya sesuai ketentuan
perundang-undangan.

64
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

Budaya hukum yang hendak ditanamkan kepada para narapidana militer


adalah kesadaran hukum yang direalisasi dengan pemberian bimbingan dan
reintegrasi sosial untuk kembali menjadi prajurit yang berjati diri TNI dengan
berpedoman kepada kode etik, serta bersedia menyadari kesalahan,
memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana (residivis). Dengan kata
lain kembali menjadi prajurit TNI yang sadar dan patuh hukum, baik hukum
etika maupun hukum pidana militer.
C. Penutup
C.1. Kesimpulan
Merujuk pada pembahasan di atas, disimpulkan sebagai berikut :
a. Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman. Teori Sistem Hukum (the
Theory of Legal System) dimana terdapat tiga elemen utama dari suatu
sistem hukum yaitu Struktur (Structure), Substansi (Substance), dan Budaya
(Culture). Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman telah dijadikan
referensi dalam menyusunan rencana pembangunan hukum nasional. Hal
ini dibuktikan dengan dimuatnya Teori Sistem Hukum dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, dan juga
digunakan sebagai landasan awal penyusunan Grand Design Pembangunan
Hukum Nasional yang diarahkan kepada perwujudan sistem hukum
nasional yang mantap dan mampu berfungsi sebagai cara untuk
mewujudkan ketertiban, kesejahteraan, serta pembangunan.
b. Penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan Militer. Kondisi Penyelenggaraan
Sistem Pemasyarakatan Militer Saat Ini:
(1) Belum mempunyai undang-undang;
(2) Sarana dan prasarana penyelenggaraan Masmil belum memadai;
(3) Personel penyelenggaraan Lemasmil belum memadai;
(4) Dukungan pembiayaan penyelenggaraan Masmil khususnya untuk
mendukung perawatan makan, masih menggunakan uang lauk pauk dari

65
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

narapidana militer dan kewajiban dari para Komandan/Kepala kesatuan


untuk mengirimkan uang lauk pauk tersebut;
(5) Jumlah Lemasmil saat ini ada 6 (enam) Lemasmil yaitu Medan, Cimahi,
Surabaya, Makasar, Banjar Baru dan Jayapura.
c. Perspektif Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman Dalam Pembaharuan
Pengaturan Sistem Pemasyarakatan Militer
(1) Aspek Struktur: Penguatan Kelembagaan Penyelenggara Pemasyarakatan
Militer. Rancangan Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan Militer
akan memberikan tugas, kewajiban, hak dan kewenangan dalam
pembinaan narapidana militer kepada institusi Puslemasmil dan
Lemasmil.
(2) Aspek Substansi: Rancangan Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan
Militer. Sampai dengan 8 Juli 2020, Rancangan Undang-Undang Tentang
Pemasyarakatan Militer memuat pokok materi atau norma termuat yang
meliputi 11 (sebelas) BAB dan 62 (enam puluh dua) Pasal.
(3) Aspek Budaya: Tujuan dan Maksud Penyelenggaraan Pembinaan
Narapidana Militer Dalam Lemasmil. Berdasarkan hal ini, elemen budaya
hukum dalam penyelenggaraan Masmil khususnya dalam melaksanakan
pembinaan kepada narapidana militer adalah bimbingan, reintegrasi
sosial secara terpadu untuk menjadi prajurit yang memiliki jati diri TNI
yang berpedoman kepada Kode Etik Prajurit/Perwira; menyadari
kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi perbuatan
pidananya agar diterima kembali di kesatuannya sesuai ketentuan
perundang-undangan.
C.2. Saran
Memperhatikan kesimpulan di atas, penulis menyampaikan saran agar
kondisi penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan Militer saat ini dapat segera
diatasi dengan melaksanakan pembaharuan instrumen hukum pengaturan
Sistem Pemasyarakatan Militer yang menggunakan perspektif Teori Sistem

66
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

Hukum Lawrence M. Friedman meliputi aspek struktur hukum, substansi


hukum dan budaya hukum.

Daftar Pustaka
Ali Ridlo, “Problematika Pembinaan Narapidana Militer”, (Jakarta: Bidang
Rehabilitasi Puslemasmil, 2020).
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Dokumen Pembangunan Hukum Nasional
Tahun 2019, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2019).
Bahan Naskah Akademik RUU MASMIL 25 September 2017, (Jakarta: 2017)
Berita Acara Serah Terima 4 (Empat) Buah Inrehab POM ABRI Tanggal 8
September 1984, (Jakarta: 1984).
I Gusti Ngurah Dharma Laksana dkk, Edisi Revisi Bahan Ajar Metode Penelitian
Dan Penulisan Hukum, (Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana,
2016).
Kristianto Rambe, “Penegakan Hukum Penegakan Hukum Terhadap Anggota
Militer Yang Melakukan Tindak Pidana Narkotika Di Wilayah Hukum
Pengadilan Militer I-02 Medan (Studi Kasus Di Pengadilan I-02 Medan)”,
Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Medan Area Medan, 2019.
Lawrence M Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, (New York:
Russel Sage Foundation, 1975).
Nikmah Rosidah, Hukum Peradilan Militer, (Bandar Lampung: CV. Anugrah
Utama Raharja, 2019).
Nurlely Darwis, “Penerapan Hak Narapidana Di Lapas Militer Berdasarkan UU
No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan”, Jurnal Ilmiah Hukum
Dirgantara FH Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, Vol.10, No.2,
2020.

67
Legacy : Jurnal Hukum dan Perundang-undangan Vol 1 No 1 – Maret 2021

Pusat Pemasyarakatan Militer, Bahan Rapat 8 Juli 2020: Rancangan Undang-


Undang Nomor … Tahun … Tentang Pemasyarakatan Militer, (Jakarta:
Badan Pembinaan Hukum TNI, 2020).
Pusat Pemasyarakatan Militer, Konsep Tgl 4 Agustus 2020: Profil Puslemasmil
Untuk Majalah Advokasi BABINKUM, (Jakarta: 2020).
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan, (Jakarta: 1995).
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, (Jakarta: 2007).
Republik Indonesia, Peraturan Panglima TNI Nomor 33 Tahun 2020 tentang
Organisasi dan Tugas Badan Pembinaan Hukum TNI, (Jakarta: 2020).
Slamet Sarwo Edy, “Independensi Sistem Peradilan Militer Di Indonesia”, Jurnal
Hukum dan Peradilan, Vol.6, No.1, 2017.

68

You might also like