Pemanfaatan Lumpur Tinja Sebagai Pupuk Kompos Pada Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (Iplt) Pulo Gebang

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

PEMANFAATAN LUMPUR TINJA SEBAGAI PUPUK KOMPOS

PADA INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT)


PULO GEBANG
Rochman Homsa Fadila
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sahid Jakarta
Email: [email protected]

Abstract

Fecal Treatment Plant (IPLT) Pulo Gebang is an installation that treats sludge taken by using a
fecal truck. Every day it operates, giving rise to processed products in the form of solid mud,
causing piles to fill the area of the IPLT, so steps need to be taken to overcome this. Making solid
mud as compost can reduce pollution and deposits in the IPLT area. Compost can be useful as an
alternative to reduce sludge generation in the IPLT and provide economic value because it can be
sold as organic fertilizer to fertilize the soil and can provide additional income to reduce the
operational costs of Pulo Gebang IPLT.
This study focuses on testing the characteristics contained in solid sludge with parameters,
temperature, pH, moisture content, c-organic, nitrogen and phosphorus by distinguishing samples
of wet solid sludge and dry solid sludge from drying results for 6 months. The results of the
characteristics of compost analysis on solid sludge samples were 28.9 ° C, air content 81.48%, pH
7.22, organic C 27.97%, nitrogen 2.65%, phosphorus 0.33%, and ratio c / n 10.55 and in solid
sludge samples obtained at 30 ° C, air content 52.53%, pH 6.83, C-organic 26.92%, nitrogen
2.54%, phosphorus 0, 17%, and the ratio c / n 10.60. The results of analysis that do not meet SNI
19-7030-2004 quality standard are that the moisture content in solid mud samples is wet because
of ≥ 60%.
pada tahun 1982 dan beroperasi pada tahun
PENDAHULUAN
1984. Mulai dari tahun 1984 hingga 31
Latar Belakang Desember 2015, pengolahan lumpur tinja
dilakukan oleh Dinas Kebersihan
Perkembangan manajemen pengolahan
(Pemerintah Prov. DKI Jakarta).
lumpur tinja atau yang sekarang disebut
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di Sejak tanggal 1 Januari 2016
Indonesia khususnya di DKI Jakarta terdapat pengolahan lumpur tinja ditangani oleh PD
lokasi pengolahan lumpur tinja yaitu IPLT PAL Jaya. Berdasarkan catatan IPLT
Pulo Gebang, Jakarta Timur. Dengan Pulogebang, rata-rata volume penerimaan
menggunakan sistem tangki septik, yang lumpur tinja mencapai 122 m3/hari. Oleh
kemudian lumpur tinjanya disedot dan diolah karena banyaknya volume lumpur tinja yang
di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) hasil akhirnya berupa lumpur padat, IPLT
Pulo Gebang. IPLT Pulo Gebang dibangun Pulogebang perlu menangani lumpur padat

1
tersebut. Saat ini, IPLT Pulo Gebang masih sehingga tidak banyak perlakuan untuk
belum baik karena hasil pengolahan lumpur menjadikannya sebagai pupuk kompos.
tinja tersebut menumpuk dan dibiarkan
Tujuan Penelitian
begitu saja, oleh karena itu perlu diambil
suatu langkah terhadap IPLT Pulo Gebang 1. Mengetahui proses pembentukan

agar dapat berjalan dengan baik sehingga lumpur padat hasil pengolahan

tidak mencemari lingkungan. Alternatif lumpur tinja menjadi pupuk

diambil adalah dengan pembuatan kompos. kompos di IPLT Pulo Gebang

Lumpur tinja dengan pengeringan 30 hari 2. Mengidentifikasi karakteristik

yang telah diuji karakteristik kompos lumpur padat hasil pengolahan

matangnya memenuhi standar baku mutu lumpur tinja di IPLT Pulo Gebang

dengan nilai kadar air 51,62 %, pH 6,43 dan 3. Mengetahui nilai pendapatan dari

rasio C/N 10,41 (Wiharyanto dan Ika, 2007). penjualan pupuk kompos hasil
pengolahan lumpur tinja
Kompos dapat bermanfaat sebagai 4. Menganalisis penurunan biaya
alternatif untuk mengurangi timbulan lumpur operasional pada IPLT Pulo
tinja di IPLT serta memberi nilai ekonomis Gebang dari hasil penjualan pupuk
karena dapat dijual sebagai pupuk organik kompos
untuk menyuburkan tanah dan dapat
memberikan pemasukan tambahan untuk METODOLOGI PENELITIAN
menekan biaya operasional IPLT Pulo Pada penelitian ini, jenis penelitian yang
Gebang. Menurut Mara dan Cairncross digunakan adalah penelitian kuantitatif,
(1994) menyebutkan sejak ribuan tahun yang dimana pendekatan jenis ini terdapat usulan
lalu, pemanfaatan tinja sebagai pupuk penelitian didalamnya, proses, hipotesis,
kompos telah terbukti di berbagai negara analisis data dan kesimpulan data sampai
seperti Cina, Jepang, Korea dan negara- dengan penulisannya menggunakan aspek
negara lain bahkan sekarang sistem ini pengukuran, perhitungan kepastian data
dimanfaatkan oleh negara-negara maju numerik. Terdapat variabel terikat dan bebas
seperti Amerika Serikat, Inggris, Meksiko dalam metode kuantitatif sehingga hasil
dan lain-lain. Diperkirakan karateristik penelitian dapat menunjukan hubungan
lumpur tinja hasil pengolahan IPLT tidak sebab akibat. Selain itu, Metode yang
jauh dari karakteristik kompos matang

2
digunakan dalam penelitian ini adalah laboratorium dengan membedakan
eksperimental. sampel kering yang terkena sinar

Random Sampling matahari dan sampel basah yang tidak


(Pengambilan sampel lumpur padat pada terkena matahari kemudian dibandingkan
unit Hanggar Pengering) dengan ketentuan pupuk kompos yang
ada berdasarkan SNI 19-7030-2004
tentang spesifikasi kompos. Pengujian
Pengujian sampel lumpur padat di
laboratorium (parameter uji suhu, parameter yang meliputi uji suhu, pH,
pH, kadar air (%), C, N, P dan Rasio kadar air (%), C-Organik, nitrogen, fosfor
C/N berdasarkan SNI 19-7030-2004
dan rasio C/N
c. Analisa pendapatan dari pemanfaatan
Perhitungan nilai pendapatan hasil lumpur padat yang dijadikan pupuk
penjualan pupuk kompos dan
persentasi penurunan biaya kompos
operasional IPLT Pulo Gebang dari Untuk menganalisa pendapatan dari hasil
hasil penjualan pupuk kompos
penjualan pupuk kompos adalah dengan
Gambar 1. Tahapan Penelitian
melakukan perhitungan terhadap massa
a. Analisa proses pembentukan lumpur
kompos selama 6 bulan dengan
padat menjadi kompos
mengkalikan luas limbah padat yang
Untuk mengetahui proses pembentukan
dikeringkan dengan masa jenis pupuk
lumpur padat menjadi kompos akan
kompos. Perhitungan pendapatan hasil
dilakukannya analisa terhadap
pemanfaatan berdasarkan pada rumus
mekanisme pengolahan yang dijalankan
persamaan 1.
seperti unit-unit pengolahan yang ada di 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Pulo 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 + 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛 + 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑚𝑎𝑠𝑎𝑛
=
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑢𝑝𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛
Gebang dengan mengetahui jumlah debit
air limbah yang masuk sampai menjadi
d. Analisa Efektifitas Penurunan Biaya
lumpur padat.
Operasional IPLT Pulo Gebang
b. Analisa Karakteristik Lumpur Padat
Untuk mengetahui efektifitas penurunan
Untuk menganalisa karakteristik lumpur
biaya dihitung dari hasil lumpur padat
padat hasil olahan IPLT Pulo Gebang
sebelum dilakukan pemanfaatan dan
menggunakan hasil pengujian
setelah dilakukan pemanfaatan yang

3
kemudian di jualkan ke pasaran dan waktu 6 bulan sekali, lumpur yang sudah
menghitung jumlah biaya operasional mengering pada Hanggar Pengering
IPLT Pulo Gebang. Perhitungan kemudian di pidahkan di area IPLT yang
efektifitas penurunan biaya berdasarkan kemudian menumpuk dan dibiarkan begitu
pada rumus persamaan 2: saja. Lumpur padat yang telah mengering
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡𝑎𝑛 selama 6 bulan ini berpotensi sebagai pupuk
% 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
kompos tanpa perlu menambahkan bahan
× 100%)
kering potongan kayu maupun bahan kimia
lainnya. Lumpur padat ini kemudian peneliti
HASIL DAN PEMBAHASAN
uji karakteristiknya sebagai kompos.

Proses Pembentukan Lumpur Tinja


Analisa Karakteristik Lumpur Tinja
menjadi kompos
Penelitian ini dilakukan di Instalasi
Lumpur tinja yang berada dalam hanggar
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
pengering lumpur diuji ke laboratorium
Pulogebang, Jakarta Timur. IPLT
untuk mengetahui kualitas lumpurnya apakah
Pulogebang ini mengolah limbah domestik/
memenuhi kriteria kompos atau tidak.
black water yang diambil dari wilayah
Sampel lumpur tinja yang di analisa dalam
pemukiman Jakarta menjadi air bersih.
laboratorium dengan membedakan sampel
Dengan beroperasi selama 12 jam/hari IPLT
kering yang terkena sinar matahari dan
mampu mengolah lumpur tinja perhari
sampel basah yang tidak terkena matahari di
sebanyak 300m3 dengan jumlah yang masuk
dalam hangar pengering lumpur dengan lama
sekarang rata-rata 122m3. Proses ini
pengeringan 6 bulan. Parameter yang
dilakukan dengan beberapa unit yang ada,
dianalisis adalah suhu, pH, kadar air, C-
seperti Bak Penerimaan Lumpur Tinja,
organik, nitrogen, fosfor dan rasio c/n. Unsur
Kolam Aerasi, Kolam Lumpur, Kolam
hara C-organik, nitrogen dan fosfor
Oksidasi, Kolam Netralisasi dan Kolam
merupakan unsur hara makro yang sangat
akhir. Untuk lumpur yang telah mengendap
penting dibandingkan unsur hara mikro
di Kolam Lumpur kemudian di pompakan ke
maupun unsur hara makro lainnya. Keempat
Hanggar Pengering, kemudian dikeringkan
unsur ini dibutuhkan tanaman untuk proses
selama 6 bulan sebelum di pompakan
pertumbuhannya. Dari penelitian
kembali. Proses ini terjadi selama kurun
4
laboratorium maka diperoleh hasil seperti pengomposan, yang kemudian berangsur
yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini. angsur turun. Naiknya suhu tersebut
disebabkan akumulasi panas yang
Tabel 1. Hasil Uji Penelitian dikeluarkan mikroba yang sedang
mendegradasi bahan organik. Temperatur
Hasil Uji
Standar
Parameter yang berkisar antara 30 - 55°C menurut SNI
Lumpur Lumpur Baku
Uji
padat padat Mutu 19-7030-2004 menunjukkan panas yang
Basah Kering
ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan
Suhu (°C) 28,9 30 ±30°C
proses yang dilakukan oleh mikroba untuk
6,8 –
pH 7,22 6,83 mengurai bahan organik. Temperatur ini
7,49
Kadar Air dapat digunakan untuk mengukur seberapa
81,48 52,74 50%
(%)
C-Organik baik sistem pengomposan ini bekerja,
27,97 26,92 9,80-32
(%) disamping itu juga dapat diketahui sejauh
Nitrogen
2,65 2,54 ≥ 0,40 mana dekomposisi telah berjalan sehingga
(%)
P (%) 8,23 5,17 ≥ 0,10 campuran bahan baku kompos cukup
mengandung bahan nitrogen dan carbon serta
Rasio C/N 10,55 10,60 10 - 20
cukup mengandung air (kelembabanya
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
cukup) untuk menunjang pertumbuhan
Uji Suhu
mikroorganisme.
Uji Derajat Keasaman (pH)
Dari data tabel 1 diatas pengujian suhu pada
pH kompos menurut persyaratan
sampel lumpur padat basah yaitu sebesar
kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004
28,9°C hasilnya lebih kecil daripada suhu
adalah pH antara 6,8 – 7,49. Berdasarkan
pada lumpur padat kering sebesar 30°C.
hasil uji penelitian pH pada tabel 1. hasil uji
Kedua sampel sama dengan suhu air tanah
penelitian kedua sampel lumpur padat basah
yaitu 25°C sampai dengan 30°C yang telah
dan sampel lumpur padat kering telah
memenuhi persyaratan kompos berdasarkan
memenuhi standar baku mutu pupuk kompos.
SNI 19-7030-2004. Kenaikan suhu dari
Penurunan nilai pH kompos pada
sampel lumpur padat basah ke sampel lumpur
sampel lumpur padat kering dikarenakan
padat kering dikarenakan mikroorganisme
pada saat lumpur padat basah mengalami
bekerja secara aktif pada tahap awal
proses dekomposisi yang menyebabkan suhu

5
dan pH tinggi sedangkan pada proses kadar air menggunakan oven. Kadar air akan
pengomposan lumpur padat kering sudah sangat berpengaruh dalam mempercepat
memasuki proses pematangan yang pada saat terjadinya perubahan dan penguraian bahan-
fase tersebut proses dekomposisi mulai bahan organik yang digunakan dalam
terhenti yang mengakibatkan penurunan pH pembuatan kompos. Data kadar air pada tabel
pada saat fase pematangan kompos. Pada hasil uji menujukkan bahwa sampel lumpur
umumnya unsur hara mudah diserap akar padat basah adalah sebesar 81,48% yang
tanaman pada pH netral, karena pada pH menyatakan bahwa sampel tersebut melebihi
tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut standar baku mutu pengomposan SNI 19-
dalam air. Faktor pH sangat menentukan 7030-2004.
mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap Pada tabel 1. menunjukkan penurunan angka,
oleh tanaman. ini menyatakan bahwa pengeringan lumpur
padat dengan terkena matahari sangat
Uji Kadar Air berpengaruh terhadap proses pematangan
Mikroorganisme dapat pupuk kompos sehingga sampel lumpur
memanfaatkan bahan organik apabila bahan padat kering sebesar 52,74% memenuhi baku
organik tersebut larut di dalam air. Pada mutu standar kompos SNI 19-7030-2004
proses pengomposan dibutuhkan sedangkan untuk sampel lumpur padat basah
kelembaban berkisar antara 40–60 % agar ini masih banyak mengandung air dan tidak
proses dekomposisi berjalan optimum untuk mengalami pengeringan karena tidak terkena
metabolisme mikroba. Apabila kelembaban sinar matahari sehingga nilai kadar air
di bawah 40%, aktivitas mikroba akan melebihi baku mutu yaitu sebesar 81,48%.
mengalami penurunan dan akan lebih rendah
lagi pada kelembaban 15%. Apabila Uji C-Organik
kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan Kandungan C-organik dipengaruhi
tercuci, volume udara berkurang, akibatnya oleh nilai C-organik pada bahan dan jumlah
aktivitas mikroba akan menurun dan akan mikroorganisne dekomposisi yang hidup
terjadi fermentasi anaerobik yang selama proses pengomposan. Semakin
menimbulkan bau tidak sedap (Widarti, dkk. banyak mikroorganisme maka bahan organik
2015). Pengukuran kelembaban dilakukan akan lebih cepat terdekomposisi dan
secara gravimetri dengan cara mengukur penurunan C-organik juga semakin besar.

6
Kandungan C-Organik merupakan unsur adalah minimal 0,40%. Pada proses
penting bagi pupuk organik, karena ditujukan pengomposan N-total akan mengalami
untuk menambah bahan organik tanah. peningkatan. Peningkatan N-total merupakan
Berdasarkan sampel yang telah akibat penguraian protein menadi asam
diujikan di laboratorium, sampel lumpur amino oleh mikroorganisme yang dikenal
padat basah dan sampel lumpur kering telah dengan proses aminisasi. Asam amino
memenuhi standar baku mutu pupuk kompos mengalami amonifikasi menjadi ammonium
SNI 19-7030-2004 pada angka kisaran 9,80 – yang selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat.
32 %. Nilai untuk sampel lumpur padat basah Nilai N yang mengalami peningkatan dan
adalah sebesar 27,97 % pada sampel lumpur penurunan selama proses pengomposan, hal
padat kering sebesar 26,92%. Pada tabel 1. ini dikarenakan nitrogen (N) yang bersifat
terlihat jelas bahwa pengeringan lumpur fluktuatif. Secara keseluruhan kadar nitrogen
padat pada kedua sampel ini membuktikan pada kompos matang masing-masing
bahwa mikroorganisme bekerja secara efektif komposter mengalami peningkatan. Kadar
sehingga semua sampel memenuhi standar nitrogen dibutuhkan mikroorganisme untuk
baku mutu pupuk kompos matang. memelihara dan pembentukan sel tubuh.
Semakin banyak kandungan nitrogen, maka
Uji Nitrogen akan semakin cepat bahan organik terurai,
Pada tabel 1. diatas memperlihatkan karena mikroorganisme yang menguraikan
hasil uji laboratorium terhadap kandungan bahan kompos memerlukan nitrogen untuk
unsur hara nitrogen yang terkandung dalam perkembangannya (Sriharti, 2008).
kompos lumpur padat basah dan lumpur
padat kering memenuhi standar baku Uji Fosfor
kompos. Uji nitrogen pada sampel lumpur Hasil yang diperoleh ini sudah
padat basah adalah sebesar 2,65% dan pada memenuhi standar minimal yang telah
sampel lumpur padat basah sebesar 2,54%. ditentukan oleh SNI 19-70302004, yaitu
Berdasarkan hasil uji analisis kandungan N di sebesar 0,10%. Menurut Nining, et al (2015).
atas menunjukkan semua di atas standar SNI Mikroorganisme sangat memiliki peran
19-7030-2004 yaitu >0,40%. Persyaratan penting dalam terciptanya fosfor. Senyawa
nilai N kompos, menurut kematangan fosfor organik diubah dan dimeneralisasi
kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004 menjadi senyawa organik. Dari sifat unsur

7
fosfor sebagai bahan organik maka unsur ini disebabkan oleh adanya cahaya matahari
memiliki peranan yang sangat essensial dalam proses pengeringan pupuk kompos,
dalam kesuburan tanah dimana asupan nutrisi selain itu juga disebabkan oleh bakteri
dari bahan organik sangat membantu pengurai telah mencapai kondisi
menaikkan kadar unsur hara tanah dalam pertumbuhan maksimal (fase stationer yang
mencapai intensitas kesuburan yang optimal. akan mengalami fase kematian) sebelum
Fosfor dibutuhkan untuk menyusun 0,1 – waktu yang ditentukan. Kadar fosfor (P) yang
0,4% bahan kering tanaman. Unsur ini sangat dihasilkan dalam kompos ini, yaitu dalam
penting didalam proses fotosintesis dan bentuk senyawa P2O5 (Difosfat
fisiologi kimiawi tanaman. Fosfor juga Pentaoksida).
dibutuhkan di dalam pembelahan sel,
pengembangan jaringan dan titik tumbuh Uji Rasio C/N
tanaman. Dari hasil analisis fosfor yang telah Dari hasil pengujian pada tabel 1.
dilakukan diperoleh data pada tabel 1. hasil uji diatas menunjukkan nilai pada
sebesar 0,33% pada sampel lumpur padat sampel lumpur padat basah sebesar 9.1 dan
basah dan pada sampel lumpur padat kering sampel lumpur padat kering sebesar 8.0 yang
sebesar 0,17%. Terlihat bahwa sampel memenuhi standar baku mutu kompos SNI
lumpur padat basah yang paling tinggi 19-7030-2004. Hasil uji analisis sampel
hasilnya dan sampel lumpur padat kering lumpur padat basah dan sampel lumpur padat
yang paling rendah namun kedua sampel kering tersebut, jika dilihat pada tabel hasil
tersebut memenuhi standar baku mutu uji dari imbangan C/N rasionya menunjukkan
kompos karena lebih dari 0,10%. Tinggi dan bahwa kompos pada kedua sampel memiliki
rendahnya kandungan fosfor tersebut standar kualitas yang baik menurut SNI 19–
tergantung pada kandungan nitrogen dalam 7030–2004. Pada proses pengomposan
sampel lumpur padat basah tersebut, jika berlangsung perubahan-perubahan bahan
nitrogenya tinggi maka phospornya juga organik menjadi CO2 + H2O + nutrien +
tinggi, begitu sebaliknya. Rendahnya humus + energi. Jika rasio C/N tinggi, maka
kandungan fosfor (P) juga disebabkan karena aktivitas mikroorganisme pengurai akan
cadangan makanan yang digunakan oleh berjalan lambat untuk mendekomposisi
bakteri pengurai dalam proses fermentasi bahan organik kompos sehingga waktu
telah habis bereaksi dan juga karena pengomposan menjadi lebih lama.

8
Sedangkan apabila rasio C/N rendah, maka pupuk dengan mengetahui biaya pokok
nitrogen yang merupakan komponen penting kompos yaitu dengan menjumlahkan biaya
pada kompos akan dibebaskan menjadi listrik, biaya pengurasan dan biaya
ammonia dan menimbulkan bau busuk pada pengemasan dibagi dengan volume pupuk
kompos (Djuarnani, 2005). Salah satu aspek yang dikeringkan selama 6 bulan, kemudian
yang paling penting dari keseimbangan hara didapatkan harga produk kompos per Kg
total adalah rasio organik karbon dengan pada persamaan berikut.
nitrogen (C/N). Dalam metabolisme hidup
𝑷𝒆𝒏𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕𝒂𝒏
mikroorganisme mereka memanfaatkan 𝑩𝒊𝒂𝒚𝒂 𝑶𝒑𝒆𝒓𝒂𝒔𝒊𝒐𝒏𝒂𝒍 + 𝑩𝒊𝒂𝒚𝒂 𝑷𝒆𝒏𝒈𝒖𝒓𝒂𝒔𝒂𝒏 + 𝑩𝒊𝒂𝒚𝒂 𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒎
=
sekitar 30 bagian dari karbon untuk masing- 𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝒑𝒖𝒑𝒖𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒉𝒂𝒔𝒊𝒍𝒌𝒂𝒏

masing bagian dari nitrogen. Sekitar 20


Massa Kompos selama 6 bulan
bagian karbon di oksidasi menjadi CO2 dan
Selama proses pengeringan lumpur padat
10 bagian digunakan untuk mensintesis
dihasilkan kompos dengan massa 816 m3.
protoplasma. Rasio C/N merupakan
Kompos tersebut didapatkan dari luas hangar
perbandingan antara karbohidrat (C) dan
pengering 1600 dikalikan tinggi lumpur
nitrogen (N). Rasio C/N tanah berkisar antara
padat yang dikeringkan 0,51m. Kemudian
10-20. Apabila bahan organik mempunyai
untuk mengetahui massa kompos selama 6
rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio
bulan menggunakan konversi persamaan
C/N tanah, maka bahan tersebut dapat
sebagai berikut :
digunakan tanaman (Setyorini et al, 2006).
𝑴𝒂𝒔𝒔𝒂 𝑲𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 𝑺𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂 𝟔 𝑩𝒖𝒍𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒓𝒊 𝒎𝟑 𝒌𝒆 𝑲𝒈 𝒙 (𝟏𝟎𝟎𝟎)
= 816 m3 x 1000 = 816.000 Kg
Analisa Pendapatan dari Pemanfaatan
Lumpur Padat menjadi kompos Biaya Pengurasan Hanggar Pengering
Pupuk kompos setelah diketahui Di IPLT Pulo Gebang untuk melakukan
karakteristiknya kemudian dilakukan proses pemindahan pupuk kompos didalam
pengayakan terlebih dahulu untuk hangar pengering membutuhkan biaya
memburaikan butiran-butiran komposnya sebesar Rp. 75.528.125.
lalu ditimbang kemudian di kemas dalam
Jumlah Kemasan Kompos Selama 6 Bulan
karung atau kantong-kantong plastik dan
Kemasan yang digunakan untuk
pupuk kompos siap dipasarkan. Untuk
membungkus kompos dapat menampung
menghitung hasil pendapatan dari penjualan
kompos sebesar 50 Kg/Kemasan, sehingga
9
didapatkan jumlah kompos / kemasan selama
6 bulan sebanyak 16.320 kemasan. Dengan
perhitungan sebagai berikut :

𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑲𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 𝑷𝒆𝒓 𝑲𝒆𝒎𝒂𝒔𝒂𝒏


𝑴𝒂𝒔𝒔𝒂 𝑲𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔
=
𝑼𝒌𝒖𝒓𝒂𝒏 𝑲𝒆𝒎𝒂𝒔𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓 𝒌𝒈

= 816,000 Kg ÷ 50 Kg = 16.320
Kemasan

10
Tabel 2 Hasil Pendapatan dari Total Harga
Pupuk Per Kg Rp
Penjualan Pupuk Kompos = HPK + BTP 459
C. Harga Pupuk Per Kemasan (HPPK)
Nama Nilai Keterangan 1. Harga Pupuk
Per Kemasan =
A. Biaya Operasional (BO)
Harga Per Kg x
Rp. Massa Kompos Rp
1. Biaya Listrik Rp 24.000.000/Bul per Kemasan 22,972 Rp 23.000
(BL) 144,000,000 an
2. Biaya D. Pendapatan Penjualan Pupuk Selama 6
Pengurasan Rp Bulan
(BP) 75,528,125 Lampiran 3 1. Bruto
3. Volume Selama 6 Bulan
Lumpur Hasil =
Pengeringan Harga Per
(VL) 816,000 Kg Karung x
4. Ukuran Jumlah
Kemasan (UK) 50 Kg Kompos per
5. Jumlah kemasan Rp
kemasan selama 6 Bulan 375,360.000
Kompos (VL : 2. Netto
UK) 16,320 Kemasan Selama 6 Bulan
6. Biaya per Rp =
Kemasan (BK) 500 /karung Brutto Selama
7. Biaya total 6 Bulan - Total
Kemasan Biaya Rp
(Jumlah Operasional 147,671,875
Kemasan x Rp Sumber : Perhitungan peneliti, 2019
BK) 8,160,000 Berdasarkan pada tabel 2 dapat
Total Biaya
diketahui bahwa nilai pendapatan dari hasil
Operasional =
BL + BP + penjualan pupuk kompos sebesar Rp.
Biaya Total Rp 147.671.875,00.
Kemasan 227,688,125
B. Harga Pupuk Per Kg
Harga Kompos
1. Volume
Kompos = Harga produk kompos yang berasal dari
Volume
Massa Tanah lumpur tinja IPLT Pulo Gebang pada tabel 2
Lumpur m3 x 1,428,000
Lampiran 6
Massa Tanah
kompos
sebesar Rp. 23.000/50kg ini cukup murah
(1750kg/m3) jika dibandingkan dengan harga kompos
1. Harga Per
Kg / Kompos lainnya pada Tabel 3. Sebagai perbandingan
(HPK) = Total
Biaya dapat dilihat di bawah ini harga kompos yang
Operasional /
Massa Kompos Rp ada.
Selama 6 Bulan 159
2. Biaya
Transport Per Rp
Kg (BTP) 300 /kg Asumsi

11
Tabel 3 Harga Kompos Staff Rp Rp
Administra 5,500,00 11,000,00
Harga Harga (Rp) 3 si 2 0 0
Jenis Pupuk (Rp)/ Kg / 50kg Petugas Rp
Rp Rp Rp
Laboratori 3,941,00
Pupuk Urea 1.800 90.000 3,941,000
4 um 1 0
Rp Rp Petugas Rp
ZA 1.400 70.000 Rp
Data Entry 3,941,00
Rp Rp 3,941,000
5 & Tagihan 1 0
Best Compost 2.400 120.000 Rp Rp
Rp Rp Karyawan 3,941,00 47,292,00
Sp-36 2.000 100.000 6 Lapangan 12 0 0
Rp Rp Rp Rp
Media Tanam 2.000 100.000 3,941,00 43,351,00
Pupuk Organik Rp Rp 7 Satpam 11 0 0
Kambing 1.800 90.000 Rp
Pupuk Organik Rp Rp 126,525,0
Sapi 1.800 90.000 Total 00
Sumber : Trubus, 2019 Sumber : IPLT Pulo Gebang, 2019
Analisa Efektifitas Penurunan Biaya
Biaya Operasional IPLT
Operasional IPLT Pulo Gebang
Hasil wawancara dengan Bapak Dafit
Untuk menentukan nilai efektifitas
Kurniawan selaku pegawai PD Pal Jaya di
penurunan biaya operasional perlu diketahui
IPLT Pulo Gebang mengenai biaya
biaya total operasional IPLT Pulo Gebang
operasional IPLT, terdiri dari bahan bakar,
selama 6 Bulan.
bahan kimia dan listrik dengan biaya bulanan
Biaya Personil (Upah dan Gaji) per bulan seperti pada Tabel 5
Hasil wawancara dengan Bapak Dafit .
Kurniawan selaku pegawai PD Pal Jaya di Tabel 5 Biaya Operasional IPLT
IPLT Pulo Gebang mengenai biaya personil Biaya Bulanan
No Keterangan (Rp.)
(upah dan gaji) yang harus dikeluarkan Bahan Bakar Khusus Rp
1 IPLT 7,500,000
adalah seperti pada Tabel 4. Bahan Kimia Rp
Tabel 4 Biaya Personil 2 Laboratorium 8,500,000
Rp
Honorarium 3 Listrik 24,000,000
Perso
N Posisi Total Rp
nil
o Personil Bln Bulanan Total 40,000,000
(Org)
(Rp.) Sumber : IPLT Pulo Gebang, 2019
Rp
Rp
Kepala 6,000,00 Biaya penunjang (Administrasi dan
6,000,000
1 Instalasi 1 0
Rp Rp Umum)
Staff 5,500,00 11,000,00
2 Supervisi 2 0 0 Hasil wawancara dengan Bapak Dafit
Kurniawan disebutkan bahwa biaya

12
penunjang merupakan biaya yang Berdasarkan data diatas hasil penjualan
dikeluarkan untuk menunjang kegiatan IPLT pupuk mampu mengurangi biaya operasional
diantaranya kebutuhan alat tulis (ATK) yang sebesar sebesar 14%.
digunakan serta biaya komunikasi setiap
Kesimpulan
bulan.
Tabel 6 Biaya Penunjang Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
Biaya Bulanan dapat disimpulkan bahwa:
No Keterangan (Rp.)
Rp 1. Lumpur padat hasil pengeringan
1 ATK 1,000,000
Rp selama 6 bulan pada hanggar
2 Komunikasi 1,500,000
Rp
pengering tidak perlu dilakukan lagi
Total 2,500,000 proses pengomposan seperti
Sumber : IPLT Pulo Gebang, 2019
lazimnya pada pengomposan dengan
Rekap persentase penurunan biaya bahan dasar yang relatif kering.
operasional dari hasil penjualan pupuk Cukup dengan mengeringkan lumpur
kompos selama 6 bulan. tinja hasil pengolahan dari kolam
Tabel 7 Biaya Total Operasional lumpur yang di pompakan ke hangar
Biaya Biaya
N Bulanan Selama 6 pengering selama 6 bulan (masa
o Keterangan (Rp.) Bulan
pengurasan) maka lumpur tersebut
Rp Rp
Biaya 126.525.00 759.150.00 telah siap menjadi produk kompos.
1 Personil 0 0
2. Hasil analisa karakteristik pupuk
Rp
Rp
Biaya 40.000.000
240.000.00 kompos pada sampel lumpur padat
2 Operasional 0
basah sebesar suhu 28,9°C, kadar air
Biaya Rp Rp
3 Penunjang 2.500.000 15.000.000 81,48%, pH 7,22, C-organik 27,97%,
Rp Rp
169.025.00 1.014.150.00 nitrogen 2,65%, fosfor 0,33% , dan
Total 0 0
rasio c/n 10,55 dan pada sampel
Sumber : IPLT Pulo Gebang, 2019

% 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡𝑎𝑛
×
lumpur padat kering yang diperoleh
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
100%)...............................................................(3.2) sebesar suhu 30°C, kadar air 52,53%,
pH 6,83, C-organik 26,92%, nitrogen
147.671.875,00 x 100% = 14%
2,54%, fosfor 0,17%, dan rasio c/n
1.014.150.000,00
10,60 . Hasil analisa yang tidak
memenuhi standar baku mutu adalah

13
kadar air pada sampel lumpur padat Agar pupuk kompos dari pengolahan
basah karena ≥ 60%. lumpur tinja dapat diterima di pasaran maka
3. Dengan harga produk kompos perlu diperhatikan aspek sosial, psikologis
sebesar Rp. 23.000 per kemasan, dan pemasarannya.
IPLT Pulo Gebang mampu
DAFTAR PUSTAKA
menghasilkan pendapatan bersih
Buku Panduan Petunjuk Teknik Analisis
sebesar Rp. 147.671.875,00.
Kimia Tanah, Tanaman, Air dan
4. Dengan penyusutan air sebesar 784
Pupuk, 2005 Balai Penelitian Tanah.
m3 pada hangar pengering didapatkan
Departemen Pertanian.
data penurunan biaya operasional
IPLT Pulo Gebang yang kurang Cahyadi, D. 2016. Pemanfaatan Limbah
Lumpur (Sludge) Wastewater
signifikan hanya sebesar 14%. Treatment Plant PT. X Sebagai
Bahan Baku Kompos. Jurnal Teknik
Mesin Universitas Mercu Buana. 05,
Saran 31-36.
Ham, J. M., and R. S. Senock. 1992. On the
1. Penelitian dapat dilanjutkan dengan
measurement of soil-surface
menguji karakteristik unsur hara makro temperature. Soil Sci. Soc. Am. J. 56:
lainnya seperti (K, Ca, Mg, S) dan unsur 370-377.
hara mikronya (Fe, Cu, Mn, Mo, Zn, Cl, Harizena, I.N.D. 2012. Pengaruh Jenis dan
B) apakah karakteristik kompos matang Dosis MOL Terhadap Kualitas
Kompos Sampah Rumah Tangga.
lainnya masih terpenuhi. Skripsi. Universitas Udayana,
2. Penelitian dapat dilanjutkan dengan Denpasar.
menguji pengaruh tanaman terhadap Mara, D dan Cairncross, S. 1994
pupuk kompos hasil lumpur tinja yang Pemanfaatan Air Limbah dan
dikeringkan. Ekskreta, Institut Teknologi Bandung,
Bandung
3. Untuk menjadikan pengomposan sebagai
solusi atas lumpur tinja yang dihasilkan Mara, D. 1976. Sewage Treatment in Hot
Climates. John Wiley & Sons,
oleh pengolahan IPLT Pulo Gebang, Scotland.
diperlukan adanya kerja sama dengan Murbandono, L. 2008. Membuat Kompos,
masyarakat dan pihak swasta agar usaha Penebar Swadaya, Jakarta.
ini berhasil.

14
Nining, B. Kusuma, W. Sarwono E. 2015. Tchobanoglus, George. Burton, Franklin L.
Pengaruh Rasio C/N Bahan Baku Stensel, H. David. 2004. Wastewater
Pada Pembuatan Kompos Dari Engineering Treatment and Reuse-
Kubis dan Kulit Pisang. Jurnal Fourth Edition. Singapore: Metcalf &
Integrasi Proses. Universitas Eddy Inc.
Mulawarman. 5.02, 70-85
USAID. 2014. Global Experiences in Water
Oktiawan, Wirhayanto; Bagus Ika. 2007. Reuse. Colombo, Sri Lanka:
Optimalisasi Instalsi Pengolahan International Water Management
Lumpur Tinja Dengan Pengomposan Institute (IWMI).
Lumpur Tinja (Studi Kasus IPLT
Semarang). Fakultas Teknik. U.S. Environmental Protection Agency,
Universitas Diponegoro. Semarang. USEPA. 1994. Guide to Septage
Treatment and Disposal. USEPA,
Peraturan Menteri Pertanian Centre for Environmental Research
No.70/Permentan/SR.140/10/2011 Information. OH, USA: Cincinnati.
Tentang Pupuk Organik, Pupuk
Hayati dan Pembenah Tanah. U.S. Environmental Protection Agency,
Peraturan Menteri Pertanian. USEPA. 1999. Decentralized
Indonesia. Systems Technology Fact Sheet,
Septage Treatment/ Disposal.
PD PAL Jaya. 2018. Data-data terkait Washington DC, USA: USEPA,
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Office of Water, EPA.
Pulo Gebang, Jakarta Timur. Jakarta
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
Rizkiyani. 2017. Pengaruh Keberadaan tentang Perlindungan dan
Instalasi Pengolahan Lumpur dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
membandingkan dua kondisi musim Indonesia.
terhadap kualitas udara mikrobiologi
disekitarnya (Studi Kasus IPLS Pulo Wright, L. W. 1995. Qualitative
Gebang Cakung). Fakultas Teknik. International Management Research.
Universitas Indonesia. Depok. Oxford: Handbook for International
Management Research, Blackwell.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian
Organik, menuju pertanian alternatif
dan berkelanjutan. Penerbit Kanisius.
Yokyakarta.
Strande, L. Ronteltap, Mariska, Brdjanovic,
D. 2014. Faecal Sludge
Management- System Approach for
Implementation and Operation.
London, UK: IWA Publishing.
Terzaghi, K. Peck Ralph, B. Mesri, G. 1996.
Soil Mechanics in Engineering
Practice, Third Edition. USA: Jhon
Wiley & Sons, Inc.

15

You might also like