Jurnal Respirasi: Tutik Kusmiati, Winariani Koesoemoprodjo, Novita Maulidiyah

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

74

JURNAL RESPIRASI
JR
Vol. 3 No. 3 September 2017

Seorang Wanita dengan Pneumokoniosis yang Mengalami


Komplikasi Trapped Lung dan Dilakukan Dekortikasi

Tutik Kusmiati, Winariani Koesoemoprodjo, Novita Maulidiyah


Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo

ABSTRACT
Background: Pneumoconiosis is an occupational lung disease caused by dust inhalation which deposit in lung parenchym and cause
lung fibrosis. Trapped lung is impairment of compliance because of pleural inflammation. Case: We presented a diagnostic problem
case of a woman, 37 years old who worked at coffee factory for 20 years as a coffee powder packer. Patient came in previous hospital
with continous dispnea not relieved by rest or medication. She had been diagnosed with pneumothorax and already treated with chest
tube for 2 weeks but there was no improvement. Patient was reffered to Dr. Soetomo hospital and treated with continous suction and
chest physiotherapy for 2 months but there was no improvement. Patient then underwent thoracoscopy to find the cause of persistent
collapsed lung. Thoracoscopy showed blackish leucoplaque pleural biopsy was done histopathological result showed pneumoconiosis.
CT Scan showed fluidopneumothorax and severe lung restriction. The patient then underwent torachotomy and decortication which
showed attachment of medial, inferior, and posterior lobe of left lung and organized pleural effusion. Post operation, the lung expanded
completely and patient condition improved. Conclusion: Lung entrampment rarely become the complication of pneumoconiosis. Early
diagnosis and appropriate treatment will avoid further complication.

Keywords: pneumoconiosis, occupational lung disease, decortication

Correspondence: Tutik Kusmiati, Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/RSUD Dr. Soetomo. Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo 6-8 Surabaya 60286. E-mail: [email protected]

PENDAHULUAN pada pleura viseralis dan menghambat pengembangan


paru yang disebabkan tidak terjadi resolusi. Angka
Pneumokoniosis merupakan penyakit paru kerja yang kejadian trapped lung sangatlah jarang. Suatu penelitian
diakibatkan oleh pajanan inhalasi debu sehingga terjadi oleh Divietro et al menemukan kasus trapped lung
penumpukan di paru dan menyebabkan fibrosis paru sebanyak 52 dari 291 pasien (17%).3
yang luas. Komplikasi pneumokoniosis adalah PPOK, Trapped lung juga disebabkan oleh manajemen
batuk darah, pneumotoraks, penyakit akut pada pleura, terapi dan perawatan yang kurang adekuat. Tindakan
tuberkulosis, penyakit autoimun, pneumonia intersisial dekortikasi dilakukan untuk tatalaksana trapped lung jika
kronik, dan keganasan. Penemuan kasus pneumokoniosis memenuhi syarat termasuk kesiapan status fisik yang
dengan pneumotoraks pada penelitian mc vittie sebesar cukup. Tindakan dekortikasi tersebut dapat menekan
0,9 persen.1,2 angka kekambuhan dari kasus trapped lung hingga
Pada Trapped lung terjadi penebalan jaringan fibrosa kurang dari 1 persen.3
pleura sehingga terjadi peningkatan tekanan negatif Tujuan laporan kasus ini adalah melaporkan kasus
intrapleura dan mencegah pengembangan paru secara pneumokoniosis yang terjadi trapped lung dan dilakukan
sempurna.3 Pada Trapped Lung terjadi proses kronisitas dekortikasi.2
inflamasi pada pleura yang terbentuk fibrin nonspesifik
Tutik Kusmiati, dkk : Seorang Wanita dengan Pneumokoniosis 75

(a) (b)

Gambar 1. (a) Foto toraks diambil saat masuk RS. Swasta di Surabaya
(b) Foto toraks saat pasien di rujuk ke RSUD DR.Soetomo

KASUS tajam. Retrosternal dan retrocardial space normal.


Tampak terpasang selang dada (Chest Tube) dengan
Seorang wanita 37 tahun bekerja sebagai pegawai tip proksimal terproyeksi setinggi Vertebra Thorakalis
pabrik kopi dan dirawat di ruang paru RSUD 7–8 sisi kanan. Tampak area hiperlusen tanpa jaringan
Dr.Soetomo Surabaya. Sebelumnya pasien dirawat di paru di hemitoraks kanan dan perselubungan minimal
Rumah Sakit Swasta, pasien mengalami keluhan sesak di hemitoraks kanan bawah. Kesan Fluidopneumotoraks
napas sejak 1 hari sebelumnya. Sesak napas terjadi kanan. Jika dibandingkan dengan foto sebelumnya
terus menerus meski tidak beraktifitas. Hasil diagnosa tanggal 15 Januari 2014 tampak tidak ada perbaikan
paru kanan mengempes kemudian dilakukan pemasangan (Gambar 1).
selang dada. Selang dada sudah terpasang selama 2 Pemeriksaan Paru di RS Dr. Soetomo didapatkan
minggu namun tidak ada perbaikan dan keluhan sesak inspeksi bentuk dan pergerakan toraks asimetris kanan
napas masih ada. Saat MRS di RS Soetomo keadaan tertinggal, palpasi didapatkan fremitus suara melemah
umum cukup, tidak didapatkan anemia, ikterik, sianosis, di hemitoraks kanan, perkusi hipersonor di hemitoraks
dyspnea, serta pembesaran getah bening dan tanda kanan, auskultasi suara napas vesikuler menurun
peningkatan vena jugularis. pada hemitoraks kanan. Berdasarkan pemeriksaan
Pasien merupakan pekerja di pabrik kopi selama 22 darah lengkap leukositosis (15,7 x 10 / uL) terdapat
tahun. Dua tahun pertama bekerja di bagian kemasan peningkatan C-reaktive protein (CRP: 126,1 mg/L).
bubuk kopi yang tidak layak jual, 20 tahun terakhir Hasil pemeriksaan penunjang foto toraks didapatkan
bekerja dibagian pengemasan kopi. Pasien menjalankan fluidopneumotoraks kanan. Jika dibandingkan dengan
pekerjaan tanpa menggunakan masker. Tidak didapatkan foto toraks 2 minggu sebelumnya pada tanggal 15
riwayat merokok, alkohol, free sex, dan narkoba. Januari 2014 fluidopneumotoraks di hemitoraks kanan
Pemeriksaan jantung iktus kordis teraba pada ruang tidak didapatkan perbaikan. Data tersebut menunjukkan
antar iga ke 5 garis midclavicularis kiri. Suara jantung diagnosa awal penderita adalah trapped lung.
(S1 dan S2) tunggal. Pemeriksaan paru inspeksi bentuk
dan pergerakan toraks asimetris kanan tertinggal. Palpasi
didapatkan fremitus suara melemah di hemitoraks kanan.
Perkusi hipersonor di hemitoraks kanan, auskultasi suara
napas vesikuler menurun pada hemitoraks kanan. Tidak
didapatkan suara ronki maupun wheezing. Pemeriksaan
abdomen hepar dan lien tidak teraba dan suara bising
usus dalam batas normal. Pemeriksaan ekstrimitas tidak
ada tanda clubbing finger dan tidak ada edema pada
kedua ekstrimitas. Pemeriksaan laboratorium didapatkan
hasil normal.
Hasil foto toraks AP dan lateral, jantung besar
dan bentuk normal. Tidak tampak infiltrat pada paru,
tampak collaps paru kanan. Sinus phrenicocostalis Gambar 2. Foto toraks menunjukkan collaps line di
kanan anterior posterior tumpul, kiri anterior posterior hemitoraks kanan.
76 Jurnal Respirasi (JR), Vol. 3. No. 3 Mei 2017: 42−48

Pasien mendapat terapi oksigen nasal 4 liter per datia). Tidak tampak tanda-tanda keganasan, dengan
menit, pemasangan selang dada dengan continous kesimpulan PNEUMOKONIOSIS.
suction berkala sampai tekanan maksimal suction -40 Pemeriksaan Computed tomography (CT) scan
cm H2O dan fisioterapi dada namun tidak menunjukkan dilakukan untuk menilai abnormalitas parenkim paru
perubahan keluhan dan perbaikan klinis penderita. pada pneumokoniosis dan mengevaluasi trapped lung.
Penderita masih mengeluhkan sesak napas dan evaluasi Pada pemeriksaan Computed tomography (CT) scan
pemeriksaan penunjang foto toraks masih didapatkan yang dilakukan tanggal 20 Februari 2014 irisan axial
collaps line pada hemitoraks kanan. Kemudian dilakukan reformatted, coronal, sagital tanpa kontras dengan hasil
torakoskopi untuk mengetahui penyebab trapped lung tampak area hipodense tanpa jaringan paru dengan
(Gambar 2). air fluid level di hemitoraks kanan. Tampak densitas
Torakoskopi dilakukan dengan hasil pleura parietal cairan di cavum pleura kanan. Tak tampak gambaran
tampak bercak kehitaman, pleura viseralis tampak massa di mediastinum maupun di kedua paru, tak
leukoplak dan dilakukan biopsi pleura, tidak tampak tampak atelektasis di kedua paru. Main bronkus kanan
fistel, posisi drain ke arah diafragma dan dipasang dan kiri tampak patent. Jantung dan pembuluh darah
kembali toraks drain no.32 dan diagnosa torakoskopi besar tak tampak kelainan, tak tampak pebesaran
adalah keganasan dengan diagnosa banding penyakit kelenjar di paratracheal , peribronkial dan subcarina,
paru kerja (Gambar 3). tak tampak destruksi pada tulang, tampak terpasang
Biopsi jaringan pleura dilakukan untuk mengetahui WSD di hemitoraks kanan. Dengan kesimpulan
adanya jenis sel. Gambaran mikroskopi menunjukkan fluidopneumotoraks (Gambar 5).
jaringan pleura dilapisi selapis mesothel, pada stroma Pada tanggal 27 Februari 2014 dilakukan konsultasi
tampak mengalami fibrosis luas dengan sebukan sel tindakan pembedahan dengan sejawat bedah toraks
radang limfosit, sel plasma, eosinofil, makrofag, dan kardiovaskular (BTKV) untuk dilakukan torakotomi
diantaranya tampak multinucleated giant cell (sel datia). dekortikasi dengan penjadwalan tanggal 12 Maret 2014.
Tidak tampak tanda-tanda keganasan, dengan kesimpulan Kemudian dilakukan infrom consent kepada pasien dan
pneumokoniosis (Gambar 4). keluarga.
Selama pengobatan, hasil evaluasi pemeriksaan Pemeriksaan faal paru dilakukan tanggal 05 Maret
darah lengkap didapatkan perbaikan leukosit dan CRP, 2014 dengan hasil Forced Vital Capacity (FVC) 44%
namun hasil analisa gas darah pasien tetap didapatkan prediksi , forced expiratory volume FEV1 52 %, dengan
hipoksia. Review hasil biopsi mikroskopi menunjukkan rasio FEV1/FVC = 122%. Kesimpulan restriksi berat
potongan jaringan pleura dilapisi selapis mesothel, pada dengan tidak didapatkan obstruksi. Ketidakmampuan
stroma tampak mengalami fibrosis luas dengan sebukan paru untuk mengembang dan mengisi rongga dada serta
sel radang limfosit, sel plasma, eosinofil, makrofag, menurunnya elastisitas rongga pleura oleh karena trapped
dan diantaranya tampak multinucleated giant cell (sel lung menunjukkan kelainan faal paru restriksi oleh karena
compliance paru terhadap dinding toraks terganggu.
Trapped lung bisa disebabkan oleh karena manajemen
terapi dan perawatan yang kurang adekuat. Tindakan
dekortikasi dapat dilakukan untuk terapi trapped lung
jika status fisik yang cukup dan paru tidak mengembang
dengan pemasangan chest tube. Tindakan ini memiliki
angka kekambuhan terjadi trapped lung terendah yaitu
kurang dari 1 persen.

Gambar 3. Hasil Torakoskopi

Gambar 4. Histopatologi Pneumokoniosis Gambar 5. Computed Tomography (CT) Scan


Tutik Kusmiati, dkk : Seorang Wanita dengan Pneumokoniosis 77

(a) (b) (c)


Gambar 6. Pada saat dilakukan torakotomi dekortikasi didapatkan perlengketen lobus medius dan inferior
dibagian posterior dengan benang fibrin dan sebagian bekas efusi yang terorganisasi. Serta
didapatkan bercak kehitaman melekat pada pleural viseralis.

Pasien ini telah dilakukan dekortikasi setelah Patogenesis Pneumokoniosis


pemasangan WSD 2 bulan namun tidak ada Patogenesis pneumokoniosis dimulai dari respons
perkembangan dari terapi, masih didapatkan collaps makrofag alveolar terhadap debu yang masuk ke unit
line. Dekortikasi dilakukan pada tanggal 12 Maret respirasi paru. Terjadi fagositosis debu oleh makrofag
2014 (Gambar 6). dan proses selanjutnya sangat tergantung pada sifat
toksisitas partikel debu. Reaksi jaringan terhadap
debu bervariasi menurut aktivitas biologi debu. Jika
DISKUSI pajanan debu anorganik cukup lama maka timbul reaksi
inflamasi awal. Gambaran utama inflamasi ini adalah
Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pengumpulan sel di saluran napas bawah. Alveolitis
pada kesehatan. Industri menimbulkan polusi udara baik dapat melibatkan bronkiolus bahkan saluran napas besar
di dalam maupun di luar lingkungan kerja sehingga karena dapat menimbulkan luka dan fibrosis pada unit
mempengaruhi sistem saluran napas. Pneumokoniosis alveolar yang secara klinis tidak diketahui.4,8,11
merupakan salah satu penyakit utama akibat kerja, yang Partikel debu yang difagositosis makrofag akan
terdapat hampir di seluruh dunia dan merupakan masalah menyebabkan kehancuran makrofag tersebut yang diikuti
yang mengancam para pekerja. Manifestasi klinis dan dengan fibrositosis. Menurut Lipscomb, partikel debu
radiologis pneumokoniosis terjadi setelah pajanan debu akan merangsang makrofag alveolar untuk mengeluarkan
berlangsung kurang lebih 20-30 tahun.4,5,6 produk yang merupakan mediator suatu respons
Tingkat deposisi partikel seperti debu di saluran peradangan dan memulai proses proliferasi fibroblast
napas dan paru di pengaruhi oleh konsentrasi debu, dan deposisi kolagen. Mediator yang paling banyak
ukuran debu, waktu pajanan, rerata pernapasan dan berperan pada patogenesis pneumokoniosis adalah
volume tidal. Konsentrasi debu yang berhubungan Tumor Necrosis Factor (TNF)-a, Interleukin (IL)-6,
dengan pneumokoniosis diperkirakan >5000mg/m3 udara. IL-8, platelet derived growth factor dan transforming
Debu yang mudah dihirup berukuran 0,1 sampai 10 growth factor(TGF)-ß. Sebagian besar mediator tersebut
mikron. Deposisi partikel debu di saluran napas dan sangat penting untuk proses fibrogenesis.5
paru terjadi melalui mekanisme impaksi (partikel tidak Sitokin telah terbukti berperan dalam patogenesis
dapat berubah arah pada percabangan saluran napas), pneumokoniosis. Pappas memicu sitokin yang dihasilkan
sedimentasi, dan difusi atau gerak brown.6,8 oleh makrofag alveolar dalam merespons partikel debu
Ada 3 mekanisme penyaringan partikel bebas di yang masuk ke paru yang selanjutnya menyebabkan
udara sebelum berhasil masuk dalam organ paru. fibrosis pada jaringan interstitial paru. Sitokin ini
Mekanisme pertama, sebagian besar debu yang terdiri atas faktorfibrogenesis, fibronektin serta factor
terinhalasi akan di filtrasi oleh saluran napas atas atau proinflamasi. Disampingproses fagositosis debu oleh
dibersihkan silia di saluran napas besar. Mekanisme makrofag alveolar,proses pembersihan debu berhasil
pertahanan kedua yaitu adanya cairan yang melapisi jika partikel debu telah difagositosis oleh makrofag dan
saluran napas dan alveoli serta mekanisme klirens silia melalui sistem mukosilier dikeluarkan kembali.5
(klirens mukosilier). Mekanisme pertahanan ketiga yaitu Proses awal fibrogenesis di interstitial paru ditandai
pertahanan spesifik paru yang terbagi atas dua sistem oleh hilangnya integritas epitel akibat mediator
utama yaitu imunitas humoral (produksi antibodi) dan inflamasi yang dilepaskan makrofag alveolar. Bila
imunitas seluler (limfosit T).6,10 partikel debu telah masuk dalam interstitial maka
proses selanjutnya ditentukan oleh makrofag interstitial.
78 Jurnal Respirasi (JR), Vol. 3. No. 3 Mei 2017: 42−48

Beberapa kemungkinan diantaranya adalah debu akan interstisial paru pertama kali ditemukan oleh Van toorn
difagositosis untuk kemudian di transfer menuju pada seorang yang bekerja 20 tahun di pabrik kopi.
kelenjar getah bening mediastinum atau menimbulkan Penderita tersebut mengalami keluhan sesak napas, tanpa
sekresi mediator inflamasi kronik pada interstitial. demam, tetapi ditemukan ronkhi pada basal paru. Foto
Sitokin (PDGF,TGF,TNF,IL-1) dilepaskan di interstitial toraks menunjukkan mottling dikedua lapangan paru
menyebabkan proliferasi fibroblas dan terjadilah dan pada serum darah ditemukan adanya antibodi pada
pneumokoniosis.5,7 biji kopi. Anamnesa pada penderita didapatkan data
bahwa paparan debu di lingkungan kerja berlangsung
Diagnosa selama 22 tahun dan tanpa menggunakan alat pelindung
Diagnosis pneumokoniosis tidak dapat ditegakkan diri.4,5,6
hanya dengan gejala klinis. Ada tiga kriteria mayor yang Kedua, gambaran spesifik penyakit terutama pada
dapat membantu untuk diagnosis pneumokoniosis. kelainan radiologi dapat membantu menentukan jenis
Kriteria mayor pertama adalah adanya pajanan pneumokoniosis. Gejala dan tanda gangguan respirasi
yang signifikan dengan debu mineral yang dicurigai serta abnormalitas faal paru sering ditemukan pada
dapat menyebabkan pneumokoniosis dan disertai pneumokoniosis tetapi tidak spesifik untuk menegakkan
dengan periode laten yang mendukung.4,5 Oleh karena diagnosis pneumokoniosis. Pada foto toraks penderita
itu, diperlukan anamnesis yang teliti mengenai kadar ini didapatkan fluidopneumotoraks.4,5
debu di lingkungan kerja, lama pajanan, penggunaan Ketiga, tidak dapat dibuktikan ada penyakit lain
alat pelindung diri serta pemeriksaan kadar debu di yang menyerupai pneumokoniosis. Pneumokoniosis
lingkungan kerja. Gejala seringkali timbul sebelum kemungkinan mirip dengan penyakit interstisial
kelainan radiologis seperti batuk produktif yang paru difus seperti sarkoidosis, idiophatic pulmonary
menetap dan atau sesak napas saat aktivitas yang fibrosis (IPF) atau interstitial lung disease (ILD)
mungkin timbul 10-20 tahun setelah pajanan. Penyakit

Tabel 2. Klasifikasi ILO Gambaran radiologi pneumokoniosis7

Gambaran radiologi Deskripsi


Perselubungan halus
Bercak kecil bulat
p Diameter sampai 1,5 mm
q Diameter 1,5 – 3 mm
r Diameter 3 – 10 mm
Bercak ireguler / tidak beraturan
s Diameter sampai 1,5 mm
t Diameter 1,5 – 3 mm
u Diameter 3 – 10 mm
Kerapatan Kerapatan berdasarkan
konsentrasi perselubungan pada
zona yang terkena
kategori 0 – tidak terlihat
perselubungan lingkar kecil
atau kerapatan kurang dari
kategori 1
0/- 0/0 0/1 kategori 0 – tidak terlihat perselubungan lingkar kecil atau kerapatan
1/0 1/1 1/2 kurang dari kategori 1
2/1 2/2 2/3 kategori 1 - terlihat perselubungan lingkar kecil dengan jumlah relatif
3/2 3/3 3/4 sedikit
Perselubungan kasar kategori 2 - terlihat beberapa perselubungan irreguler kecil. Corakan
paru tidak terlalu jelas
kategori 3 – banyak terlihat perselubungan lingkar kecil. Corakan paru
sebagian ataukeseluruhan tidak jelas
A Satu perselubungan dengan diameter 1-5 cm atau beberapa perselubungan dengan diameter masing-
masing lebih dari 1 cm, tetapi bila tiap perselubungan dijumlahkan maka tidak melebihi 5 cm
B Satu atau beberapa perselebungan yang lebih besar atau banyak dibandingkan kategori A dengan
jumlah luas perselubungan tidak melebihi luas lapangan paru kanan atas
C Jumlah luas perselubungan tidak melebihi luas lapangan paru kanan atas satu atau beberapa
perselubungan yang jumlah luasnya melebihi luas lapangan paru kanan atas atau sepertiga lapangan
kanan
Tutik Kusmiati, dkk : Seorang Wanita dengan Pneumokoniosis 79

yang berhubungan dengan penyakit kolagen vaskular. Pleural plaques yang berhubungan dengan paparan
Beberapa pemeriksaan penunjang diperlukan untuk asbes memiliki distribusi yang khas. Plaques ditemukan
membantu diagnosis pneumokoniosis yaitu pemeriksaan terutama pada pleura parietalis tetapi bisa juga
radiologi, pemeriksaan faal paru dan analisis debu ditemukan di pleura viseralis. Plaques terutama dibagian
penyebab.4,5 posterolateral dan basal pleura, serta pada tendon sentral
diafragma dan terdistribusi dibawah permukaan costae
Pemeriksaan radiologi yang terkadang menyebar melalui ruang interkosta.
a. Foto toraks Secara histologis plaques terdiri dari serat kolagen
International Labour Organization (ILO) meyatakan yang tersusun secara paralel serta dilapisi oleh deretan
bahwa interpretasi gambaran radiologi kelainan parenkim sel mesothel yang utuh, fibroblas, limfosit, dan sel
difus yang terjadi pada pneumokoniosis menggunakan plasma. Klasifikasi ditemukan di bagian tengah plaques
klasifikasi standar. Klasifikasi ini digunakan untuk pada kolagen yang mengalami degenerasi, dan asbestos
keperluan epidemiologik penyakit paru akibat kerja body tidak ditemukan pada plaques, walaupun kadang
serta membantu interpretasi klinis.Perselubungan pada ditemukan. Timbulnya plaques disebabkan oleh karena
pneumokoniosis dibagi dua yaitu perselubungan halus reaksi hipersensitivitas terhadap serat asbes yang telah
dan kasar. Klasifikasi standar ILO tersebut dapat dilihat mencapai pleura. Hal tersebut terjadi karena adanya
pada Tabel 2.7\ gaya gravitasi asbes yang berasal dari jaringan paru
b. Computed tomography (CT) scan sehingga menembus ke pleura.
Pemeriksaan CT sangat bermanfaat secara individual Serat asbes mengalami deposisi pada jaringan seperti
untuk memperkirakan beratnya fibrosis interstisial yang tulang atau tendon diafragma sehingga akan menyebabkan
terjadi, menilai luasnya emfisema dan perubahan pleura reaksi inflamasi kronis dan terjadi fibrosis. Biopsi paru
atau menilai ada tidaknya nekrosis atau abses yang pada coffee worker’s lung menunjukkan dinding alveolus
bersamaan dengan opasiti yang ada. High resolution CT menebal dan mengalami infiltrasi limfosit, sel plasma,
(HRCT) lebih sensitif dibanding radiologi konvensional fibroblas, dan giant sel tetapi tidak ditemukan gambaran
untuk evaluasi abnormalitas parenkim pada asbestosis, granulomatos yang sesungguhnya. Pemeriksaan biopsi
silikosis dan pneumokoniosis lainnya. Pada penderita dari torakoskopi dengan hasil mikroskopis menunjukkan
ini telah dilakukan CT scan dengan kesimpulan potongan jaringan pleura dilapisi selapis mesothel, pada
fluidopneumotoraks. Gambaran paling sering HRCT stroma tampak mengalami fibrosis luas dengan sebukan
pada pneumokoniosis adalah nodular sentrilobular sel radang limfosit, sel plasma,eosinofil, makrofag,
atau high attenuation pada area percabangan seperti dan diantaranya tampak multinucleated giant cell (sel
gambaran lesi bronkiolar. Fibrosis interstisial mungkin datia). Tidak tampak tanda-tanda keganasan., sehingga
bermanifestasi bronkiektasis, sarang tawon/ honey comb disimpulkan sebagai Pneumokoniosis.
atau hyperattenuation.11,12,13 Pneumokoniosis tidak akan mengalami regresi,
menghilang ataupun berkurang progresivitasnya hanya
Pemeriksaan Faal Paru dengan menjauhi pajanan. Tatalaksana medis umumnya
Pemeriksaan faal paru diperlukan untuk studi terbatas dengan pengobatan simptomatik. Tidak
epidemiologis pekerja yang terpajan debu dan diagnosis ada pengobatan yang efektif yang dapat menginduksi
penyakit paru akibat kerja. Pemeriksaan faal paru regresi kelainan ataupun menghentikan progesivitas
memerlukan pemeriksaan volume paru dengan spirometri pneumokoniosis. Pencegahan merupakan tindakan yang
dan pemeriksaan kapasitas difusi (DLco). Akan tetapi paling penting. Regulasi dalam pekerjaan dan kontrol
pemeriksaan tersebut tidakselalu tersedia. Sebagian besar pajanan debu telah dilakukan sejak lama terutama di
penyakit paru difus yang disebabkan debu mineral negara industri dan terus dilakukan dengan perbaikan-
berhubungan dengan kelainan restriksi karena terjadi perbaikan.
fibrosisdi parenkim paru. Pada penderita ini telah Komplikasi dari pneumokoniosis adalah PPOK, batuk
dilakukan faal paru dengan hasil restriksi berat tanpa darah, pneumotoraks, penyakit pada pleura, tuberkulosis,
adanya obstruksi.7,8,12 penyakit autoimun, pneumonia intersisial kronik, dan
keganasan. Pada penderita ini didapatkan komplikasi
Analisis Pajanan berupa fluidopneumotoraks yang tidak mengembang
Pada kondisi tertentu memerlukan diagnosis pasti oleh karena penebalan peel atau yang disebut trapped
pajanan bahan di lingkungan kerja dengan analisis lung.1,13,14
bahan biologi (sputum, broncho alveolar lavage/BAL, Trapped lung bisa disebabkan oleh komplikasi
biopsi transbronkial atau biopsi paru terbuka) untuk dari pneumotoraks sekunder, efusi parapneumoni, dan
melihat debu mineral atau produk metabolisme nya. penyakit lainnya (empyema, hematotoraks, sindroma
Pemeriksaan BAL membantu menegakkan diagnosis. paska operasi jantung). Pada inflamasi pleura yang
Pada pemeriksaan BAL d a p a t t e r l i h a t d e b u d i akut, menyebabkan pleuritis dengan terbentuknya fibrin
dalam makrofag dan jenis debu kemungkinan dapat nonspesifik pada pleura viseralis dan menghambat
diidentifikasi menggunakan mikroskop elektron.10,11 pengembangan paru setelah pengeluran cairan pleura.
80 Jurnal Respirasi (JR), Vol. 3. No. 3 Mei 2017: 42−48

Mekanisme ini disebut dengan lung entrapment.


Dikatakan suatu trapped lung jika proses inflamasi
kronik sudah berkurang kemudian digantikan oleh
membran fibroelastik pada pleura viseralis. Efusi pleura
dengan resolusi yang baik maka cairan pleura akan
diresorbsi, apabila proses penyembuhan tidak baik maka
akan terjadi trapped lung. Pada penderita ini mengalami
fluidopneumotoraks dengan proses penyembuhan yang
tidak baik dan terjadi penebalan membran fibroelastik
pada pleura viseralis.3
Kejadian trapped lung jarang ditemukan. Total
52% kasus trapped lung yang ditemukan oleh
Divietro disebabkan karena pneumotoraks spontan,
efusi parapneumonia, pembedahan jantung, dan
inflamasi kronis. 3 Kasus pneumokoniosis dengan
pneumotoraks pada penelitian mc vittie hanya sebesar Gambar 7. Foto toraks setelah tindakan dekortikasi,tampak
0,9 persen.2,3,13 paru kanan yang sudah mengembang.
Trapped lung juga bisa disebabkan oleh karena
manejemen terapi dan perawatan yang kurang adekuat. DAFTAR PUSTAKA
Tindakan dekortikasi dapat dilakukan untuk terapi
trapped lung jika status fisik yang cukup. Tindakan 1. Jun JS. Complications of pneumoconiasis: radiologic overview. Eur
ini memiliki angka rekurensi terendah yaitu kurang J Radiol: 2013; p. 82:1819-30
dari satu persen.3 2. Mc Vittie, pneumoconiasis in coal miners. post medical journal 2011;
p.10
3. John T. Huggins, MD Et al. Characteristics of Trapped Lung . CHEST
Evaluasi Setelah Dekortikasi :2007; p. 131:206–21
Setelah dilakukan dekortikasi pasien tidak mengeluh 4. Mangunnegoro H, Yunus F. Diagnosa penyakit paru kerja.
sesak lagi, namun pasien mengeluh nyeri dikarenakan Pulmonologi klinik. 1st Ed. Jakarta: Balai FKUI; 1992. P.05-42
luka setelah operasi. Pasien kontrol rutin di rumah 5. Ngurah Rai IB. Pneumokoniasis. Patogenesis dan gangguan fungsi.
Naskah lengkap pertemuan ilmiah khusus (PIK) X PDPI.makasar:
sakit, evaluasi dari foto toraks tampak paru kanan tidak
2003; p. 183–216
didapatkan lagi collaps line (gambar 7). 6. Morgan and Seaton, Occupational Lung Diseases. Philadelphia:1975;
p312-313
7. InternationalLabourOrganization.Guidelinesfortheuseofthe ILO
International Classification of Radiographs of pneumoconiosis.
KESIMPULAN Revised edition 2000. Geneva; International Labour Of-
fice,2002
Telah dilaporkan seorang wanita, umur 37 8. Morgan WKC. The depotition and clearance of dust from the
tahun dengan keluhan sesak napas. Pasien datang lungs. Their role in etiology of occupational lung dissease. 3rd Ed.
dengan terpasang chest tube 2 minggu oleh karena Philadelphia: WB sauders company ; 1995. P 111-26
9. Liang ZX, Wong O, Fu H, Hu TX, Xue SZ. The economic burden of
fluidopneumotoraks namun masih tetap sesak napas. pneumoconiosis in Cina. [Cited 2009 Feb. 8].
Pada saat dilakukan torakoskopi didapatkan pleura 10. Cowie RL, Murray JF,Becklack MR. Pneumokoniasis. Textbook of
parietal tampak bercak kehitaman, biopsi pleura Respiratory Medicine. 4th Ed. Philadelphia: Elsivier saunders; 2005.
menunjukkan hasil pneumokoniosis. Terapi continous P.1748–82
11. Demedts M, Nemey B, Elnes P. Pneumoconioses. In: Gibson
suction maksimal dan fisioterapi dada selama 2 bulan GJ,Gedder DM, editor.RespiratoryMedicine. 3rd ed. London: Elsevier
tidak memberikan perbaikan pada fluidopneumothoraks Science; 2003. p. 675-92.
dan masih didapatkan trapped lung oleh karena 12. Becklake MR. Pneumoconiosis. In: Muray, Nadel, editor. Text-book
penebalan benang fibrin pada pleura viseralis. Kemudian of respiratory medicine. 1st Ed. Philadelphia: WB Saunders Company;
1988. p. 1556–92.
dilakukan dekortikasi untuk membebaskan benang 13. Mapel D, Coultas D. Disorders due to minerals other than silica,
fibrin yang menempel pada pleura viseralis dengan coal and asbestos and to metals. In: Hendrick DJ, Burge PS, editors.
evaluasi foto toraks setelah dekortikasi tidak tampak Occupational disorders of thelung: recognition, management and
lagi trapped lung. prevention. 1st ed. London: WB Saunders Company: 2002. p.
163–90.
14. Meredith S, Blanc PD. Surveillance: clinical and epidemiological
perspectives. In: Hendrick DJ, Burge PS, Beckett WS,
Churg A.Occupational disorders of the lung; Recognition,
management,and

You might also like