Jurnal Respirasi: Tutik Kusmiati, Winariani Koesoemoprodjo, Novita Maulidiyah
Jurnal Respirasi: Tutik Kusmiati, Winariani Koesoemoprodjo, Novita Maulidiyah
Jurnal Respirasi: Tutik Kusmiati, Winariani Koesoemoprodjo, Novita Maulidiyah
JURNAL RESPIRASI
JR
Vol. 3 No. 3 September 2017
ABSTRACT
Background: Pneumoconiosis is an occupational lung disease caused by dust inhalation which deposit in lung parenchym and cause
lung fibrosis. Trapped lung is impairment of compliance because of pleural inflammation. Case: We presented a diagnostic problem
case of a woman, 37 years old who worked at coffee factory for 20 years as a coffee powder packer. Patient came in previous hospital
with continous dispnea not relieved by rest or medication. She had been diagnosed with pneumothorax and already treated with chest
tube for 2 weeks but there was no improvement. Patient was reffered to Dr. Soetomo hospital and treated with continous suction and
chest physiotherapy for 2 months but there was no improvement. Patient then underwent thoracoscopy to find the cause of persistent
collapsed lung. Thoracoscopy showed blackish leucoplaque pleural biopsy was done histopathological result showed pneumoconiosis.
CT Scan showed fluidopneumothorax and severe lung restriction. The patient then underwent torachotomy and decortication which
showed attachment of medial, inferior, and posterior lobe of left lung and organized pleural effusion. Post operation, the lung expanded
completely and patient condition improved. Conclusion: Lung entrampment rarely become the complication of pneumoconiosis. Early
diagnosis and appropriate treatment will avoid further complication.
Correspondence: Tutik Kusmiati, Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/RSUD Dr. Soetomo. Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo 6-8 Surabaya 60286. E-mail: [email protected]
(a) (b)
Gambar 1. (a) Foto toraks diambil saat masuk RS. Swasta di Surabaya
(b) Foto toraks saat pasien di rujuk ke RSUD DR.Soetomo
Pasien mendapat terapi oksigen nasal 4 liter per datia). Tidak tampak tanda-tanda keganasan, dengan
menit, pemasangan selang dada dengan continous kesimpulan PNEUMOKONIOSIS.
suction berkala sampai tekanan maksimal suction -40 Pemeriksaan Computed tomography (CT) scan
cm H2O dan fisioterapi dada namun tidak menunjukkan dilakukan untuk menilai abnormalitas parenkim paru
perubahan keluhan dan perbaikan klinis penderita. pada pneumokoniosis dan mengevaluasi trapped lung.
Penderita masih mengeluhkan sesak napas dan evaluasi Pada pemeriksaan Computed tomography (CT) scan
pemeriksaan penunjang foto toraks masih didapatkan yang dilakukan tanggal 20 Februari 2014 irisan axial
collaps line pada hemitoraks kanan. Kemudian dilakukan reformatted, coronal, sagital tanpa kontras dengan hasil
torakoskopi untuk mengetahui penyebab trapped lung tampak area hipodense tanpa jaringan paru dengan
(Gambar 2). air fluid level di hemitoraks kanan. Tampak densitas
Torakoskopi dilakukan dengan hasil pleura parietal cairan di cavum pleura kanan. Tak tampak gambaran
tampak bercak kehitaman, pleura viseralis tampak massa di mediastinum maupun di kedua paru, tak
leukoplak dan dilakukan biopsi pleura, tidak tampak tampak atelektasis di kedua paru. Main bronkus kanan
fistel, posisi drain ke arah diafragma dan dipasang dan kiri tampak patent. Jantung dan pembuluh darah
kembali toraks drain no.32 dan diagnosa torakoskopi besar tak tampak kelainan, tak tampak pebesaran
adalah keganasan dengan diagnosa banding penyakit kelenjar di paratracheal , peribronkial dan subcarina,
paru kerja (Gambar 3). tak tampak destruksi pada tulang, tampak terpasang
Biopsi jaringan pleura dilakukan untuk mengetahui WSD di hemitoraks kanan. Dengan kesimpulan
adanya jenis sel. Gambaran mikroskopi menunjukkan fluidopneumotoraks (Gambar 5).
jaringan pleura dilapisi selapis mesothel, pada stroma Pada tanggal 27 Februari 2014 dilakukan konsultasi
tampak mengalami fibrosis luas dengan sebukan sel tindakan pembedahan dengan sejawat bedah toraks
radang limfosit, sel plasma, eosinofil, makrofag, dan kardiovaskular (BTKV) untuk dilakukan torakotomi
diantaranya tampak multinucleated giant cell (sel datia). dekortikasi dengan penjadwalan tanggal 12 Maret 2014.
Tidak tampak tanda-tanda keganasan, dengan kesimpulan Kemudian dilakukan infrom consent kepada pasien dan
pneumokoniosis (Gambar 4). keluarga.
Selama pengobatan, hasil evaluasi pemeriksaan Pemeriksaan faal paru dilakukan tanggal 05 Maret
darah lengkap didapatkan perbaikan leukosit dan CRP, 2014 dengan hasil Forced Vital Capacity (FVC) 44%
namun hasil analisa gas darah pasien tetap didapatkan prediksi , forced expiratory volume FEV1 52 %, dengan
hipoksia. Review hasil biopsi mikroskopi menunjukkan rasio FEV1/FVC = 122%. Kesimpulan restriksi berat
potongan jaringan pleura dilapisi selapis mesothel, pada dengan tidak didapatkan obstruksi. Ketidakmampuan
stroma tampak mengalami fibrosis luas dengan sebukan paru untuk mengembang dan mengisi rongga dada serta
sel radang limfosit, sel plasma, eosinofil, makrofag, menurunnya elastisitas rongga pleura oleh karena trapped
dan diantaranya tampak multinucleated giant cell (sel lung menunjukkan kelainan faal paru restriksi oleh karena
compliance paru terhadap dinding toraks terganggu.
Trapped lung bisa disebabkan oleh karena manajemen
terapi dan perawatan yang kurang adekuat. Tindakan
dekortikasi dapat dilakukan untuk terapi trapped lung
jika status fisik yang cukup dan paru tidak mengembang
dengan pemasangan chest tube. Tindakan ini memiliki
angka kekambuhan terjadi trapped lung terendah yaitu
kurang dari 1 persen.
Beberapa kemungkinan diantaranya adalah debu akan interstisial paru pertama kali ditemukan oleh Van toorn
difagositosis untuk kemudian di transfer menuju pada seorang yang bekerja 20 tahun di pabrik kopi.
kelenjar getah bening mediastinum atau menimbulkan Penderita tersebut mengalami keluhan sesak napas, tanpa
sekresi mediator inflamasi kronik pada interstitial. demam, tetapi ditemukan ronkhi pada basal paru. Foto
Sitokin (PDGF,TGF,TNF,IL-1) dilepaskan di interstitial toraks menunjukkan mottling dikedua lapangan paru
menyebabkan proliferasi fibroblas dan terjadilah dan pada serum darah ditemukan adanya antibodi pada
pneumokoniosis.5,7 biji kopi. Anamnesa pada penderita didapatkan data
bahwa paparan debu di lingkungan kerja berlangsung
Diagnosa selama 22 tahun dan tanpa menggunakan alat pelindung
Diagnosis pneumokoniosis tidak dapat ditegakkan diri.4,5,6
hanya dengan gejala klinis. Ada tiga kriteria mayor yang Kedua, gambaran spesifik penyakit terutama pada
dapat membantu untuk diagnosis pneumokoniosis. kelainan radiologi dapat membantu menentukan jenis
Kriteria mayor pertama adalah adanya pajanan pneumokoniosis. Gejala dan tanda gangguan respirasi
yang signifikan dengan debu mineral yang dicurigai serta abnormalitas faal paru sering ditemukan pada
dapat menyebabkan pneumokoniosis dan disertai pneumokoniosis tetapi tidak spesifik untuk menegakkan
dengan periode laten yang mendukung.4,5 Oleh karena diagnosis pneumokoniosis. Pada foto toraks penderita
itu, diperlukan anamnesis yang teliti mengenai kadar ini didapatkan fluidopneumotoraks.4,5
debu di lingkungan kerja, lama pajanan, penggunaan Ketiga, tidak dapat dibuktikan ada penyakit lain
alat pelindung diri serta pemeriksaan kadar debu di yang menyerupai pneumokoniosis. Pneumokoniosis
lingkungan kerja. Gejala seringkali timbul sebelum kemungkinan mirip dengan penyakit interstisial
kelainan radiologis seperti batuk produktif yang paru difus seperti sarkoidosis, idiophatic pulmonary
menetap dan atau sesak napas saat aktivitas yang fibrosis (IPF) atau interstitial lung disease (ILD)
mungkin timbul 10-20 tahun setelah pajanan. Penyakit
yang berhubungan dengan penyakit kolagen vaskular. Pleural plaques yang berhubungan dengan paparan
Beberapa pemeriksaan penunjang diperlukan untuk asbes memiliki distribusi yang khas. Plaques ditemukan
membantu diagnosis pneumokoniosis yaitu pemeriksaan terutama pada pleura parietalis tetapi bisa juga
radiologi, pemeriksaan faal paru dan analisis debu ditemukan di pleura viseralis. Plaques terutama dibagian
penyebab.4,5 posterolateral dan basal pleura, serta pada tendon sentral
diafragma dan terdistribusi dibawah permukaan costae
Pemeriksaan radiologi yang terkadang menyebar melalui ruang interkosta.
a. Foto toraks Secara histologis plaques terdiri dari serat kolagen
International Labour Organization (ILO) meyatakan yang tersusun secara paralel serta dilapisi oleh deretan
bahwa interpretasi gambaran radiologi kelainan parenkim sel mesothel yang utuh, fibroblas, limfosit, dan sel
difus yang terjadi pada pneumokoniosis menggunakan plasma. Klasifikasi ditemukan di bagian tengah plaques
klasifikasi standar. Klasifikasi ini digunakan untuk pada kolagen yang mengalami degenerasi, dan asbestos
keperluan epidemiologik penyakit paru akibat kerja body tidak ditemukan pada plaques, walaupun kadang
serta membantu interpretasi klinis.Perselubungan pada ditemukan. Timbulnya plaques disebabkan oleh karena
pneumokoniosis dibagi dua yaitu perselubungan halus reaksi hipersensitivitas terhadap serat asbes yang telah
dan kasar. Klasifikasi standar ILO tersebut dapat dilihat mencapai pleura. Hal tersebut terjadi karena adanya
pada Tabel 2.7\ gaya gravitasi asbes yang berasal dari jaringan paru
b. Computed tomography (CT) scan sehingga menembus ke pleura.
Pemeriksaan CT sangat bermanfaat secara individual Serat asbes mengalami deposisi pada jaringan seperti
untuk memperkirakan beratnya fibrosis interstisial yang tulang atau tendon diafragma sehingga akan menyebabkan
terjadi, menilai luasnya emfisema dan perubahan pleura reaksi inflamasi kronis dan terjadi fibrosis. Biopsi paru
atau menilai ada tidaknya nekrosis atau abses yang pada coffee worker’s lung menunjukkan dinding alveolus
bersamaan dengan opasiti yang ada. High resolution CT menebal dan mengalami infiltrasi limfosit, sel plasma,
(HRCT) lebih sensitif dibanding radiologi konvensional fibroblas, dan giant sel tetapi tidak ditemukan gambaran
untuk evaluasi abnormalitas parenkim pada asbestosis, granulomatos yang sesungguhnya. Pemeriksaan biopsi
silikosis dan pneumokoniosis lainnya. Pada penderita dari torakoskopi dengan hasil mikroskopis menunjukkan
ini telah dilakukan CT scan dengan kesimpulan potongan jaringan pleura dilapisi selapis mesothel, pada
fluidopneumotoraks. Gambaran paling sering HRCT stroma tampak mengalami fibrosis luas dengan sebukan
pada pneumokoniosis adalah nodular sentrilobular sel radang limfosit, sel plasma,eosinofil, makrofag,
atau high attenuation pada area percabangan seperti dan diantaranya tampak multinucleated giant cell (sel
gambaran lesi bronkiolar. Fibrosis interstisial mungkin datia). Tidak tampak tanda-tanda keganasan., sehingga
bermanifestasi bronkiektasis, sarang tawon/ honey comb disimpulkan sebagai Pneumokoniosis.
atau hyperattenuation.11,12,13 Pneumokoniosis tidak akan mengalami regresi,
menghilang ataupun berkurang progresivitasnya hanya
Pemeriksaan Faal Paru dengan menjauhi pajanan. Tatalaksana medis umumnya
Pemeriksaan faal paru diperlukan untuk studi terbatas dengan pengobatan simptomatik. Tidak
epidemiologis pekerja yang terpajan debu dan diagnosis ada pengobatan yang efektif yang dapat menginduksi
penyakit paru akibat kerja. Pemeriksaan faal paru regresi kelainan ataupun menghentikan progesivitas
memerlukan pemeriksaan volume paru dengan spirometri pneumokoniosis. Pencegahan merupakan tindakan yang
dan pemeriksaan kapasitas difusi (DLco). Akan tetapi paling penting. Regulasi dalam pekerjaan dan kontrol
pemeriksaan tersebut tidakselalu tersedia. Sebagian besar pajanan debu telah dilakukan sejak lama terutama di
penyakit paru difus yang disebabkan debu mineral negara industri dan terus dilakukan dengan perbaikan-
berhubungan dengan kelainan restriksi karena terjadi perbaikan.
fibrosisdi parenkim paru. Pada penderita ini telah Komplikasi dari pneumokoniosis adalah PPOK, batuk
dilakukan faal paru dengan hasil restriksi berat tanpa darah, pneumotoraks, penyakit pada pleura, tuberkulosis,
adanya obstruksi.7,8,12 penyakit autoimun, pneumonia intersisial kronik, dan
keganasan. Pada penderita ini didapatkan komplikasi
Analisis Pajanan berupa fluidopneumotoraks yang tidak mengembang
Pada kondisi tertentu memerlukan diagnosis pasti oleh karena penebalan peel atau yang disebut trapped
pajanan bahan di lingkungan kerja dengan analisis lung.1,13,14
bahan biologi (sputum, broncho alveolar lavage/BAL, Trapped lung bisa disebabkan oleh komplikasi
biopsi transbronkial atau biopsi paru terbuka) untuk dari pneumotoraks sekunder, efusi parapneumoni, dan
melihat debu mineral atau produk metabolisme nya. penyakit lainnya (empyema, hematotoraks, sindroma
Pemeriksaan BAL membantu menegakkan diagnosis. paska operasi jantung). Pada inflamasi pleura yang
Pada pemeriksaan BAL d a p a t t e r l i h a t d e b u d i akut, menyebabkan pleuritis dengan terbentuknya fibrin
dalam makrofag dan jenis debu kemungkinan dapat nonspesifik pada pleura viseralis dan menghambat
diidentifikasi menggunakan mikroskop elektron.10,11 pengembangan paru setelah pengeluran cairan pleura.
80 Jurnal Respirasi (JR), Vol. 3. No. 3 Mei 2017: 42−48