Audit Internal Universitas X Suatu Refleksi PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 23

Volume 20 No.

1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

AUDIT INTERNAL UNIVERSITAS X: SUATU REFLEKSI

David Adechandra Ashedica Pesudo


Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]

Marwata
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]

Gustin Tanggulungan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]

The purpose of this study is to provide empirical evidence on the dynamics of the
operation of internal audit function at a private university by describing various
factors that influence the operation of internal audit function in universities. More
specifically, this study describes the conditions of various factors that influence the
effectiveness of internal audit function in nonprofit organizations identified by Ahmad
et al., (2009) in a specific organizational context of a private university. We use a
qualitative case study approach as our research strategy and analysis. We generate
our research data by conducting in-depth interviews with various informants who have
sufficient information on the internal audit activities at our case. Our study shows that
the dynamics of the operation of internal audit function is affected by various
supporting factors, namely the number of internal audit staff, cooperation from
auditee, competence/ knowledge of audit techniques, follow-up actions of audit
findings, recommendations of auditees/ management, and audit experience. We also
identify some factors that do not support the dynamics of the operation of internal
audit function, namely top management commitment, training, independence,
organizational changes in the internal audit division, auditees’ perception on internal
audit function, and human resources.

Keywords: internal audit, internal audit activity, university, nonprofit organization.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan bukti empiris tentang dinamika


beroperasinya fungsi audit internal dalam sebuah universitas swasta dengan
mendeskripsikan berbagai faktor yang mempengaruhi keefektifan fungsi audit internal
di sebuah universitas. Secara khusus, studi ini mendeskripsikan kondisi berbagai
faktor yang mempengaruhi keefektifan fungsi audit internal dalam organisasi nirlaba
yang diidentifikasi oleh Ahmad et al.., (2009) dalam suatu konteks organisasi sebuah
universitas swasta. Studi ini menggunakan strategi penelitian studi kasus dengan
menggunakan pendekatan kualitatif untuk menganalisis data. Wawancara mendalam
dengan berbagai pihak yang memiliki pengetahuan tentang kegiatan audit internal di
universitas yang menjadi studi kasus menjadi sumber utama data untuk studi ini.
Penelitian ini menunjukkan bahwa dinamika beroperasinya fungsi audit internal

Jurnal Ekonomi dan Bisnis 23


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

universitas swasta yang menjadi studi kasus dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Beroperasinya fungsi audit internal di organisasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor
yang bersifat mendukung yaitu jumlah staf audit internal, kerjasama dari auditee,
kompetensi/pengetahuan tentang teknik audit, tindakan pada temuan audit dan
rekomendasi oleh auditee/manajemen, dan pengalaman audit. Sementara itu, sejumlah
faktor bersifat tidak mendukung bagi beroperasinya fungsi audit internal, yaitu
komitmen dari manajemen puncak, pelatihan, independensi, perubahan dalam
organisasi divisi audit internal, persepsi dari auditee terhadap fungsi audit internal, dan
sumber daya.

Kata kunci: audit internal, aktivitas audit internal, universitas swasta, organisasi
nirlaba.

PENDAHULUAN
Tuntutan universitas untuk memiliki tata kelola organisasi yang baik atau tata
pamong yang berkualitas menjadi bagian penilaian borang akreditasi Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi Indonesia. Universitas di Australia pada dua dekade
terakhir juga mengalami pergeseran dari organisasi publik dana manajerial kolegial
menjadi new public management, market public administration dan corporate
managerialism (Eckel dan Kezar 2006, Parker 2011). Universitas saat ini harus dapat
menerapkan konsep Good University Governance (GUG), dimana suatu institusi
pendidikan tinggi harus dapat mengelola organisasi mengarah kepada tujuannya.
Institusi Pendidikan tinggi juga mengalami berbagai perubahan model pengelolaan
menuju kepada New Public Management, yang menekankan pada penilaian kerja yang
kuat, monitoring, dan sistem manajemen, dengan didukung oleh tumbuhnya sistem
audit (Ferlie dan Ongaro 2015).
Selanjutnya berkaitan dengan meningkatnya kegiatan perekonomian, baik
dalam skala maupun dalam jenis, menyebabkan risiko yang meningkat pada setiap
entitas bisnis, tidak terkecuali lembaga pendidikan tinggi, dan hal ini dapat
mengancam proses pencapaian tujuan. Bertambahnya risiko di dalam mencapai
tujuan-tujuan organisasi tersebut menyebabkan setiap lembaga pada akhirnya harus
melakukan pembenahan diri dan peningkatan kinerja (Vijayakumar dan Nagaraja
2012). Kebutuhan akan adanya perbaikan yang berkelanjutan pada setiap organisasi
dan lembaga memunculkan kebutuhan akan mekanisme kontrol. Audit internal
merupakan mekanisme kontrol yang tidak dapat dilepaskan untuk menuju ke arah
Good Governance (Cohen dan Sayag 2010, Florea dan Florea 2013).
Perkembangan penerapan fungsi audit internal pada organisasi telah
berlangsung dengan sangat cepat di dunia. Fungsi audit internal yang awalnya hanya
berfokus pada fraud, terutama pencurian kas dan aset lainnya sekarang telah
berkembang menjadi suatu sarana verifikasi terhadap seluruh transaksi finansial yang
dilakukan oleh organisasi. Pendekatan yang dilakukan dalam audit internal pun
mengalami beberapa evolusi. Pertama, audit internal tidak lagi hanya berupa penilaian

24 Jurnal Ekonomi dan Bisnis


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

mengenai kepatuhan dan aktivitas karyawan, namun menjadi suatu fungsi


pemeriksaan independen operasional yang memiliki skopa yang luas dalam segala
aktivitas perusahaan (Moeller 2009). Kedua, pergeseran yang awalnya hanya menjadi
“pengawas” yang memberikan assurance kepada para stakeholders, sekarang juga
merangkap sebagai consulting agent, yang bertujuan untuk menambah nilai
perusahaan (Anderson 2003). Perkembangan audit internal yang cepat ini juga tak bisa
lepas dari tuntutan para stakeholders suatu organisasi yang menginginkan adanya
peningkatan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas (Ahmad et al., 2009).
Penelitian pada fungsi audit internal mulai bermunculan seiring dengan
perkembangan fungsi audit internal. Penelitian mengenai efektivitas internal audit
lebih banyak dilakukan pada ranah organisasi privat yang merupakan profit-oriented
organizations. Selain penelitian di sektor privat, penelitian yang telah dilakukan terkait
dengan audit internal pada lembaga publik. Penelitian Ahmad et al., (2009) yang
dilakukan pada lembaga publik di Malaysia, yaitu pada dinas-dinas pemerintahan, baik
pusat maupun daerah, memperlihatkan adanya faktor-faktor yang menghambat audit
internal pada lembaga publik, baik faktor-faktor personal maupun organisasional.
Penelitian tersebut memberikan pengetahuan tentang berbagai macam faktor yang
dapat mempengaruhi fungsi internal audit pada lembaga publik tersebut. Namun
penelitian tersebut belum menjelaskan bagaimana faktor-faktor itu berdampak pada
fungsi audit internal dalam suatu lingkungan organisasi publik yang spesifik. Oleh
karena itu, perlu dilakukan riset untuk mengeksplorasi bagaimana faktor-faktor
tersebut mempengaruhi fungsi audit internal dalam lingkungan organisasi publik yang
spesifik.
Melihat minimnya literatur yang terkait dengan audit internal pada lembaga
publik terkhusus universitas, dapat dipahami bahwa universitas, sebagai lembaga
publik dan non profit, selama ini belum menjadi kajian para peneliti fenomena audit
internal, terutama di Indonesia. Dengan adanya penelitian ini diharapkan literatur audit
internal pada lembaga publik yang khusus dapat diperkaya.
Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi audit
internal di Universitas X pada periode 2013. Selain itu penelitian ini juga bertujuan
untuk merancang upaya untuk meningkatkan kinerja fungsi audit internal di
Universitas X yang merupakan sebuah institusi pendidikan yang berusia lebih dari 50
tahun dan di dalam operasionalnya fungsi audit internal di dalamnya mengalami
dinamika.
Penelitian ini merupakan suatu riset yang memiliki kontribusi bagi Universitas
X untuk mendapat informasi faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi audit internal
dan meningkatkan kinerja unit tersebut. Dari aspek teoritis, riset ini memberi hasil
telaah yang menjelaskan konsep fungsi audit internal dalam praktik pengelolaan
perguruan tinggi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis 25


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS


Audit Internal sebagai Salah Satu Instrumen Manajemen Risiko Organisasi
Suatu organisasi dibentuk berdasarkan tujuan-tujuan tertentu. Organisasi
publik dibentuk dengan tujuan untuk melayani kepentingan dan kebutuhan publik
(Mahsun et al., 2007). Jadi tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh suatu organisasi
publik secara umum adalah mensejahterakan masyarakat melalui berbagai cara.
Universitas sebagai suatu lembaga publik, di dalam menetapkan rencana stratejik, dan
rencana operasional juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat luas, hal ini terkait
universitas sebagai lembaga publik yang bertujuan melayani masyarakat luas.
Untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, tanpa
mengorbankan kepentingan organisasi dan termasuk pihak-pihak internal, universitas
seharusnya melakukan perbaikan dan pembenahan secara internal. Melihat
perkembangan ekonomi, bisnis, dan akuntansi saat ini yang sangat terkait dengan
perbaikan tersebut, universitas sebagai suatu lembaga keilmuan seharusnya mulai
menerapkan suatu fungsi audit internal di dalam menilai kinerja internalnya terutama
audit internal finansial. Selain hal tersebut, menurut (Vijayakumar dan Nagaraja 2012)
audit internal telah menjadi alat yang paling sering digunakan di dalam mengendalikan
risiko di dalam lembaga-lembaga publik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa audit internal
merupakan alat yang efektif di dalam pengendalian risiko operasional, finansial,
hukum, dan peraturan.
Selanjutnya isu mengenai globalisasi, transparansi, integritas, dan peningkatan
kinerja dan layanan dari lembaga publik, meningkatkan kebutuhan akan pengelolaan
yang baik dan akuntabilitas. Fenomena ini yang membuat ketertarikan kepada audit
internal di dalam organisasi, terutama organisasi publik meningkat (Ahmad et al.,
2009).
Selain di dalam perannya sebagai suatu lembaga publik, universitas juga
termasuk di dalam kumpulan lembaga atau entitas bisnis, meskipun universitas tidak
termasuk ke dalam suatu entitas yang profit oriented. Dalam kaitannya universitas
sebagai entitas bisnis, para stakeholder menuntut agar universitas tetap memiliki
semangat kompetitif diantara universitas lainnya (Willson et al., 2010). Universitas
diharapkan memiliki suatu fungsi audit internal yang baik agar tetap memiliki daya
saing di tengah perubahan ekonomi yang dinamis pada saat ini. Perubahan yang cepat
dalam perekonomian, segi finansial, dan tiap hal yang terkait menyebabkan universitas
sebagai entitas bisnis akan menemukan tantangan baru, yang diikuti meningkatnya
risiko. Bentuk universitas yang unik baik sebagai lembaga publik maupun entitas
bisnis memiliki potensi risiko, di antaranya peningkatan kompleksitas dan volume
transaksi, perubahan hukum terkait universitas, ekspektasi masyarakat yang tinggi
untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja, dan pengelolaan lembaga pendidikan
yang mengalami perubahan, yang pada awalnya berbasis trust mulai bergeser kepada
pengelolaan lembaga yang profesional. Risiko-risiko tersebut pada ujungnya akan

26 Jurnal Ekonomi dan Bisnis


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

mempengaruhi perkembangan praktek audit internal di dalam universitas. Universitas


harus bergerak menjadi organisasi yang lebih efektif, efisien, dan memenuhi
ekspektasi stakeholders.
Dampak Fungsi Audit Internal terhadap Stakeholders
Membentuk suatu fungsi audit internal di dalam suatu organisasi
membutuhkan keinginan yang kuat oleh pihak manajemen dalam suatu organisasi,
baik organisasi privat yang bersifat profit oriented, maupun organisasi publik yang
bersifat non profit oriented. Hal ini terkait erat dengan adanya kesadaran organisasi
tersebut untuk membenahi diri, dan keinginan untuk terus berkembang. Setelah suatu
fungsi audit internal dalam organisasi tersebut terbentuk, banyak hal yang harus
dihadapi didalam membentuk suatu fungsi audit internal yang efektif. Ada enam tema
penting yang telah diidentifikasi dan perlu diperhatikan dalam membangun audit
internal yang efektif, yaitu: persepsi dan kepemilikan, organisasi dan kerangka
kepemimpinan, perundang-undangan atau peraturan, profesionalisme yang meningkat,
kerangka konseptual, dan sumberdaya (Gansberghe 2005). Selain itu hal penting lain
terkait dengan efektivitas adalah hubungan capaian kinerja dengan tujuan-tujuan yang
ditetapkan. Di dalam organisasi publik suatu program dapat dikatakan efektif apabila
capaiannya (outcome) sesuai dengan tujuannya (Omar et al., 2007). Dengan
memperhatikan hal-hal tersebut, diharapkan akan dapat terbentuk suatu fungsi audit
internal yang efektif dan mampu meningkatkan pelayanan organisasi pada
stakeholder. Hal ini penting karena stakeholder merupakan pihak yang akan
merasakan dampak (impact) dari suatu program di dalam organisasi.
Mardiasmo (2005) menggolongkan berbagai macam stakeholder yang dimiliki
suatu organisasi publik. Salah satu stakeholder yang digolongkan ke dalam external
stakenolders adalah masyarakat luas sebagai pengguna jasa publik. Dalam hal ini
Universitas sebagai lembaga pendidikan dan lembaga publik juga terkait dengan
stakeholder ini (masyarakat). Stakeholder suatu organisasi publik tidak hanya
masyarakat yang sekarang ada, namun termasuk juga generasi mendatang, yang akan
menikmati manfaat maupun kerugian atas apa yang organisasi publik saat ini lakukan.
Masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan merasakan manfaat
apabila suatu fungsi audit internal dilakukan dengan efektif. Selain itu penelitian
Montondon dan Fischer (1999) menyatakan bahwa stakeholder yang dimiliki oleh
suatu universitas swasta (private university) adalah donor atau lembaga donor yang
memberikan bantuan baik finansial maupun non finansial, para pembayar biaya
pendidikan yang disediakan oleh universitas, mahasiswa, dan karyawan-karyawan
yang potensial. Efektivitas kinerja harus dibangun dan terus menerus ditingkatkan
dengan memperhatikan kepentingan para stakeholders tersebut. Dari beberapa hal
yang diungkapkan di atas dapat dipahami bahwa suatu fungsi audit internal dan
kebutuhan akan pengingkatan efektivitasnya di dalam universitas dipengaruhi oleh
kebutuhan stakeholders universitas.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis 27


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Audit Internal di Lembaga Publik


Di dalam membangun suatu fungsi audit internal yang baik, perlu diperhatikan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi audit internal tersebut. Penelitian yang
dilakukan oleh Ahmad et al., (2009) di Malaysia, menunjukkan bahwa terdapat
beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi aktivitas fungsi audit internal pada
lembaga publik. Faktor-faktor tersebut yaitu:
Tabel 1
Faktor Kinerja Divisi Audit Internal
No. Faktor-faktor
1.1. Audit staff (jumlah staff audit)
2. Full support / commitment from top management (ada tidaknya dukungan dari manajemen
2.
puncak)
3.3. Cooperation from auditee (kerjasama dari auditee)
4.4. Training (pelatihan yang diikuti oleh auditor)
5.5. Independence (independensi dari auditor)
6. Competency / knowledge on auditing techniques (kompetensi / pengetahuan staff auditor
6.
pada teknik audit)
7. Action on audit findings and recommendations by auditee / management (tindakan yang
7.
dilakukan oleh auditee / manajemen terkait dengan temuan dan rekomendasi)
8.8. Experience of the staff in the IAF (pengalaman staff dalam fungsi audit internal)
9. The Change of Head of Internal Auditors’ Position (perubahan posisi kepala para internal
9.
auditor)
10. Perception from auditee (persepsi dari auditee)
11. Resources (sumber daya)
Ahmad et al., (2009)

METODA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan kualitatif fenomenologi. Penelitian ini memfokuskan pada fenomena yang
muncul di dalam Divisi Audit Internal Universitas X dan mendalaminya secara
keseluruhan. Model penelitian yang dilakukan berupa penelitian single chase berupa
studi pada Universitas X. Dari 11 faktor yang diungkapkan pada penelitian terdahulu
(Ahmad et al., 2009) dilihat kondisinya pada fungsi internal audit Universitas X.
Data penelitian ini berkaitan dengan aktivitas fungsi internal audit yang
dilakukan di Universitas X. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara.
Data tersebut diperoleh dari berbagai pihak terkait, yaitu Pimpinan Universitas,
Bendahara Pengurus Yayasan Universitas, Auditor Internal, mantan Auditor Internal,
Anggota Komite Audit / mantan Anggota Komite Audit.
Peneliti juga menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi
dokumen terkait penerapan fungsi audit internal di Universitas X. Dokumen tersebut
berupa SK Rektor, SK Yayasan, draft Piagam Audit Internal, dan draft Buku Manual

28 Jurnal Ekonomi dan Bisnis


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

Audit. Selanjutnya analisis dilakukan dengan cara mencatat maupun merekam hasil
wawancara, melihat dan menganalisis bagaimana dampak kondisi faktor-faktor yang
diungkapkan oleh Ahmad et al., (2009) maupun faktor-faktor di luar itu pada aktivitas
fungsi audit internal pada Universitas X.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Divisi Audit Internal Universitas X
Universitas X adalah sebuah universitas yang sudah berdiri lebih dari 50 tahun,
dimana saat ini memiliki 13 Fakultas dan 69 Jurusan. Divisi Audit Internal Universitas
X adalah sebuah divisi yang melakukan proses Audit Internal di dalam lembaga ini.
Divisi ini berdiri sejak Juni 2007 dengan disahkannya pendirian divisi Audit Internal.
Pada awalnya divisi ini direncanakan untuk berdiri di bawah Yayasan, dan bertugas
melakukan audit internal terhadap Universitas X (beserta unit-unit di bawahnya).
Namun dalam perjalanannya akhirnya unit ini berada di bawah Rektor karena pada
saat itu beberapa unit di bawah Universitas X masih membutuhkan bantuan di dalam
hal pertanggungjawaban laporan keuangan. Untuk mengisi kebutuhan akan staf divisi
ini, dilakukan proses rekrutmen terhadap staf yang nantinya akan menjadi auditor
internal. Rekrutmen ini dilakukan oleh Para Anggota Komite Audit, yang pada
awalnya merupakan anggota dari Gusgas Pembentukan Komite Audit dan Divisi Audit
Internal (diangkat berdasarkan SK Rektor). Dari rekrutmen tersebut didapat 2 orang
terbaik dari para pelamar. Satu orang diangkat menjadi Manajer Divisi Audit Internal
dan 1 orang diangkat sebagai staff Divisi Auditor Internal. Dengan direkrutnya 2 staff
tersebut serta pengajuan kontrak dari pimpinan universitas kepada Pengurus Yayasan,
maka Divisi Auditor Internal Universitas X sudah resmi berdiri.
Praktik Fungsi Audit Internal Universitas X
Kegiatan audit internal yang dilakukan di Universitas X dapat dikatakan masih
belum berjalan dengan baik semenjak didirikannya divisi internal audit di Universitas
X pada 2007. Selama 6 tahun perjalanan proses audit internal di Universitas X, ada
beberapa hal yang menjadi indikasi hal tersebut serta menjadi perhatian peneliti pada
praktik fungsi audit internal.
Pertama, pimpinan universitas belum menandatangani atau mengesahkan draf
audit charter yang sudah disusun oleh Komite Audit Universitas X. Dengan demikian,
kewenangan yang dimiliki oleh divisi Audit Internal di Universitas X belum jelas. Hal
ini juga sebenarnya sedikit banyak menunjukkan sejauh mana dukungan dari pimpinan
pada fungsi audit internal.
Kedua, selain belum disahkannya audit charter, buku manual audit yang telah
disusun oleh staff audit internal pun belum dapat digunakan, karena belum mendapat
pengesahan dari pihak pimpinan universitas. Hal ini membuat tidak adanya standar
kinerja yang jelas, yang seharusnya dimiliki oleh suatu fungsi internal audit.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis 29


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

Ketiga, di dalam melakukan tugas pengawasan, fungsi audit internal


Universitas X tidak membuat perencanaan kinerja seperti yang disyaratkan oleh
Standar Nomor 2010 SPAI (YPIA 2004), bahwa penanggungjawab fungsi audit
internal harus menyusun perencanaan yang berbasis risiko untuk menetapkan prioritas
kegiatan audit internal, konsisten dengan tujuan organisasi. Tidak adanya perencanaan
dapat menyebabkan tidak efektifnya fungsi audit internal Universitas X.
Keempat, tidak adanya (tidak diperpanjangnya SK) Komite Audit di
Universitas X. Menurut Sterck dan Bouckaert (2006) tidak adanya Komite Audit akan
menyebabkan kinerja staff suatu fungsi audit internal menjadi tidak efektif. Saat
dibentuk direncanakan staff audit internal ini adalah kepanjangan tangan dari Komite
Audit dan roadmap kinerja fungsi audit internal akan ditentukan oleh Komite Audit.
Kelima, tugas yang dilakukan oleh staff audit internal Universitas X lebih
berfokus kepada fungsi consulting, sedangkan fungsi pengawasan yang berujung pada
pemberian assurance masih kurang. Fungsi dan tugas sebagai consulting agent ini
berlangsung sampai saat ini. Selain itu, fungsi Divisi Audit Internal juga memiliki
tugas sebagai pemeriksa di dalam kasus-kasus khusus. Apabila ditemukan adanya
ketidakcocokan data (baik keuangan, maupun administratif) antara Universitas X
dengan unit, staff Audit Internal akan diturunkan untuk mengatasi permasalahan yang
muncul. Dari hal ini terlihat bahwa fungsi audit internal Universitas X berperan
sebagai konsultan dan penolong apabila ada permasalahan yang timbul. Keenam,
belum adanya ada koordinasi dan komunikasi antara Pengawas pada Yayasan yang
merupakan salah satu organ sebagai Dewan Pengawas Organisasi dan bertugas
mengawasi unit di bawah Yayasan (termasuk Universitas X) dengan Divisi Audit
Internal.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Divisi Audit Internal
Audit Staff (Jumlah Staff Audit Internal)
Pada awal mula berdiri staf Divisi Audit Internal Universitas X berjumlah 2
orang yang terdiri dari seorang Manajer dan seorang staff auditor. Dua staf ini
didapatkan pada saat open recruitment staff Divisi Audit Internal Universitas X pada
2007. Seperti diungkapkan oleh mantan Anggota Komite Audit (KA) Universitas X,
direncanakan kedua staf ini yang akan menjadi perpanjangan tangan dari KA untuk
melakukan fungsi pengawasan pada Universitas X. Dari para calon yang melamar
menjadi staf didapatkan 2 orang terbaik (1 Manajer Divisi Audit Internal dan 1
Anggota Divisi Audit Internal). Setelah dibentuk, dalam perjalanannya Manajer Divisi
Audit Internal dipindahtugaskan ke Bagian Akuntansi dan Keuangan (BAK)
Universitas X dan menjabat sebagai Manajer pada BAK. Sampai penelitian ini
dilakukan, beliau masih menjabat sebagai Manajer BAK.
Dari hasil wawancara yang dilakukan, didapat pemahaman mengenai faktor
jumlah staff audit yang dapat mempengaruhi aktivitas fungsi audit internal. Dilihat
dari sudut pandang manajemen puncak (pimpinan Universitas X), jumlah staf audit

30 Jurnal Ekonomi dan Bisnis


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

internal yang dimiliki oleh Universitas X dinilai sudah cukup, baik dari segi kuantitas
maupun kualitas di dalam melakukan tugasnya (berjumlah 1 orang). Hal ini sesuai
dengan yang dinyatakan oleh salah seorang pimpinan universitas,
“Pengurus merasa sudah cukup dengan Auditor 1, Auditor 2 sementara diminta untuk
menangani Keuangan, staff audit internal yang ada saat ini sudah mumpuni di dalam
melakukan tugasnya.”

Seperti yang diungkapkan sebelumnya, Divisi Audit Internal Universitas X


pada awal pembentukannya lebih banyak beroperasi sebagai consulting agent pada
unit-unit di bawah Universitas X, yang memiliki tugas membantu di dalam
penyusunan laporan keuangan dan laporan pertanggungjawaban dari unit kepada
Universitas X. Hal ini terlihat dari pernyataan salah seorang pimpinan universitas,
“Staff pada unit kadang tidak mumpuni di dalam menyusun laporan keuangan sehingga
dibantu oleh Auditor Internal, membantu di dalam pemecahan masalah.”

Selain itu divisi audit internal Universitas X juga memiliki tugas pengawasan.
Hal ini dilakukan dengan melakukan pemeriksaan investigatif, baik dilakukan sendiri
maupun dilakukan di dalam bentuk Satgas (berupa tim gabungan Staff Divisi Audit
Internal dengan staff BAK). Dari interpretasi hasil wawancara yang dilakukan oleh
peneliti, peneliti memperoleh pemahaman bahwa di dalam melakukan tugasnya
sebagai consulting agent dan pemeriksa apabila terjadi kasus-kasus khusus tadi,
pimpinan Universitas X memandang bahwa sudah cukup apabila dikerjakan oleh
jumlah Auditor Internal yang dimiliki saat ini (termasuk dengan pembentukan satgas
pada kasus-kasus tertentu yang skalanya besar).
Dari sudut pandang auditor internal dan mantan auditor internal, jumlah staff
Divisi AI Universitas X (2 orang) sementara cukup dalam melakukan fungsi
monitoring dan consulting terhadap Universitas X dan semua unit di bawahnya. Hal
ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah seorang mantan auditor internal,
“Untuk jumlah dua orang sebenarnya cukup kalau operasional juga sudah siap, laporan siap,
tinggal (me)ngaudit.”

Kendala yang dihadapi oleh divisi ini ditambah dengan adanya ketidakjelasan
kewenangan dan prosedur operasional yang dimiliki. Dari hasil wawancara terungkap
bahwa sebenarnya hal inilah yang menyebabkan seakan-akan jumlah dari staff sangat
kurang, bahkan sampai dibentuk satgas untuk melakukan pemeriksaan pada kasus
khusus. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah seorang mantan auditor
internal,
“Sampai sekarang saja dari audit charter dan manual book belum disahkan, padahal sudah
saya buat semua tinggal di-acc.”

Jurnal Ekonomi dan Bisnis 31


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

Di dalam pengalamannya bekerja pada fungsi audit internal, salah seorang


narasumber mengungkapkan bahwa apabila perencanaan, prosedur, kewenangan, dan
posisi internal auditor jelas, maka jumlah auditor internal Universitas X sudah cukup
untuk melakukan pengawasan terhadap Universitas X.
Dari hasil wawancara dengan Bendahara Yayasan terungkap bahwa menurut
pendapatnya jumlah auditor internal yang dimiliki oleh Universitas X saat ini masih
kurang. Menurut pengalamannya jumlah auditor internal atau staff Sistem
Pengendalian Internal sebesar Universitas X tidak hanya dua orang. Ia
mengungkapkan,
“Untuk staff SPI untuk mengawasi unit-unit di bawah Yayasan termasuk Universitas X,
menurut pengalaman saya di Bank A, seharusnya staff SPI sebanyak 5-10 orang.”

Full Support / Comitment from Top Management


Dukungan dari manajemen puncak untuk keberlangsungan suatu fungsi audit
internal sangat penting karena akan berdampak pada peran apa yang dimiliki oleh
suatu fungsi audit internal dalam suatu organisasi. Bahkan dukungan penuh dari
manajemen dapat menutup kekurangan dan celah yang ditimbulkan dari kurangnya
personel auditor internal (Ahmad et al., 2009). Selain itu pada penelitian Putra et al.,
(2016) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh manajemen
puncak akan mempengaruhi secara signifikan kinerja auditor internal.
Dari hasil wawancara terungkap bahwa dukungan dari pimpinan universitas
terlihat dari beberapa hal. Pertama, dukungan dalam bentuk akses yang diberikan
terhadap fungsi internal audit. Dalam melakukan pemeriksaan terkait dengan adanya
dugaan fraud dan error yang berkaitan dengan kelalaian keuangan dan administratif.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah seorang pimpinan universitas,
“Kita mendukung penuh staff audit internal, kita berikan akses penuh karena internal auditor
sangat penting untuk membantu menyelesaikan masalah.”

Auditor internal maupun satgas dilengkapi surat tugas yang akan memudahkan
proses pemeriksaan, dan memudahkan memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk
membuat kesimpulan. Hal ini dapat terjadi karena pimpinan universitas memandang
bahwa fungsi audit internal merupakan suatu fungsi yang memiliki posisi strategis di
dalam menemukan dan mencegah kesalahan terjadi pada unit-unit. Seperti yang
diungkapkan salah seorang pimpinan universitas,
“kita berusaha mencegah kesalahan yang terjadi pada unit-unit, jadi Auditor Internal yang
(mem)bantu.”

Kedua, dukungan bantuan personel pada saat melakukan pemeriksaan


investigatif dalam bentuk pendirian satgas khusus. Dalam menghadapi kasus-kasus

32 Jurnal Ekonomi dan Bisnis


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

tertentu yang bersifat besar (dalam kaitannya dengan jumlah anggaran / dana yang
terlibat di dalamnya dan juga dampak yang ditimbulkan dari suatu kejadian), pimpinan
membentuk satgas. Dimana satgas ini bertugas untuk mengumpulkan informasi,
mendapatkan temuan, dan memberi rekomendasi terkait dengan kasus tersebut.
Namun di sisi yang lain, selain bentuk dukungan, terlihat juga bahwa ada
beberapa hal yang dapat menghambat aktivitas fungsi audit internal Universitas X,
yang bersumber dari pimpinan. Pertama, audit charter dan manual book yang belum
disahkan oleh pimpinan Universitas X. Belum disahkannya audit charter sangat
menghambat kinerja fungsi audit internal, karena di dalamnya memuat tujuan,
kewenangan, dan tanggungjawab fungsi audit internal, sesuai yang disyaratkan pada
Standar nomor 1000, SPAI (YPIA 2004). Dengan belum disahkannya audit charter,
tidak ada batasan yang jelas mengenai tujuan, kewenangan, dan tanggungjawab fungsi
audit internal. Kedua, tidak adanya sumber daya finansial yang disediakan oleh
pimpinan terkait dengan aktivitas pengawasan (selain gaji staff audit internal). Hal ini
menunjukkan bahwa dari sudut pandang finansial tidak terlihat dukungan penuh dari
pimpinan universitas (top management). Ketiga, dari hasil wawancara terungkap
bahwa dari segi aturan, untuk divisi audit internal sebenarnya sudah disiapkan, namun
dari segi pelaksanaan masih belum berjalan dengan baik. Menurutnya hal ini
kemungkinan diakibatkan oleh Pimpinan Yayasan dan Pimpinan Universitas X yang
tidak memiliki latar belakang ekonomi sehingga para pimpinan tersebut tidak
menganggap sistem pengendalian internal adalah sesuatu yang penting. Hal itu sesuai
dengan yang diungkapkan oleh bendahara yayasan,
“…keterbatasan pemimpin pasti ada, semisal pemimpin ada yang memeriksa nota dan lain-
lain, tapi kalau tidak memiliki background ekonomi apa ya tahu?”
“Pengurus sudah memandang penting SPI tapi organ yang lain kok sepertinya belum”
(catatan: Organ Pembina Yayasan beranggotakan perwakilan gereja-gereja)

Cooperation from Auditee


Kerjasama dari auditee sangat berpengaruh pada proses audit internal di dalam
suatu organisasi. Hal ini disebabkan kurangnya kerjasama dari auditee akan
menghalangi usaha untuk mencapai kerja audit internal yang efektif. Hal tersebut
muncul karena akses yang dimiliki oleh auditor internal, baik terhadap aktivitas
operasi, catatan, dan properti akan sangat terbatas (Ahmad et al., 2009). Pada awal
pembentukan divisi audit internal Universitas X, di dalam melakukan prosedur
pemeriksaan investigatif, auditor mendapat banyak penolakan dan resistensi yang kuat
dari auditee. Dari hasil wawancara terungkap bahwa hal ini terjadi akibat saat
pembentukan, divisi ini seakan akan mengubah operasional unit yang selama
bertahun-tahun sudah berjalan. Selain itu terungkap pula dari hasil wawancara, ada
sebagian auditee yang memiliki pemikiran bahwa divisi audit internal seakan dibuat
hanya untuk mencari-cari kesalahan auditee. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan
mantan Manajer Divisi Audit Internal,

Jurnal Ekonomi dan Bisnis 33


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

“di awal unit merasa hanya ditunjukkan ini kesalahanmu, kadang unit mikir kalau audit cuma
bisa omong thok, ya sudah akhirnya kita bantu bikin laporan keuangan.”

Pada pemeriksaan-pemeriksaan awal, auditor menggunakan surat tugas


sebagai dasar melakukan pengumpulan informasi dan pemeriksaan, sehingga mau
tidak mau auditee akan memberikan akses yang penuh pada auditor internal. Namun
disebabkan oleh faktor “kebiasaan”, dan sama-sama bekerja dalam satu organisasi,
terbentuk budaya kerja “kekeluargaan” antara auditee dan auditor internal. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Anggota Divisi Audit Internal,
“waktu mengaudit unit dibaik-baiki, sampe pernah kita tawari untuk menagihkan uang yang
macet.”

Selanjutnya di dalam pemeriksaan-pemeriksaan berikutnya pada unit yang


terdapat permasalahan atau kasus khusus, auditor menggunakan pendekatan
kekeluargaan. Dari sisi lain, auditee juga merasa tidak terjadi ketegangan lagi sewaktu
menjalani proses audit dan pemeriksaan investigatif, kecuali untuk beberapa person
yang melakukan pelanggaran.
Dari hasil wawancara terlihat bahwa pada awal dibentuknya divisi internal,
terdapat penolakan yang kuat dari auditee untuk menerima proses audit dan
pemeriksaan dari divisi audit internal. Namun pada selanjutnya pada waktu-waktu
setelah itu, kerjasama “kekeluargaan” yang terbentuk antara auditor internal dengan
auditee, ditambah dengan SK Rektor menyebabkan proses audit dan pemeriksaan
investigatif berjalan dengan lancar.
Training
Training atau pelatihan personel adalah salah satu cara meningkatkan
kemampuan dan kompetensi staff. Ahmad et al., (2009) menemukan bahwa pelatihan
yang kurang, menyebabkan efektivitas dari fungsi audit internal dalam organisasi
publik. Selain itu Sterck dan Bouckaert (2006) menungkapkan bahwa salah satu syarat
agar divisi audit internal memiliki kinerja yang efektif adalah adanya strategi untuk
pengembangan kompetensi staf fungsi audit internal. Dari hasil wawancara yang
dilakukan terhadap beberapa narasumber terungkap beberapa hal mengenai pelatihan
staff audit internal di Universitas X. Pertama, pada saat pembentukan awal, sudah
pernah direncanakan pelatihan yang berkaitan dengan kompetensi staff divisi audit
internal, namun belum pernah terealisasi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
salah seorang auditor internal,
“Rencana (pelatihan) ada, tapi itu hanya sebatas wacana”. “(Pelatihan) itu direncanakan
sebelum kita (auditor internal) masuk.”

34 Jurnal Ekonomi dan Bisnis


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

Kedua, pihak pimpinan universitas merasa bahwa kemampuan staff yang ada
saat ini sudah mumpuni di dalam melakukan tugas dimilikinya (melakukan consulting
service kepada unit-unit di bawah Universitas X dan melakukan peran pemeriksa
investigatif pada kasus-kasus khusus), yang diperbaiki justru dari sisi unit agar dapat
membuat laporan dengan baik. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah
seorang pimpinan universitas,
“pelatihan staff audit internal tidak ada karena sudah mumpuni. Pelatihan yang ada untuk
unit.”

Dua hal yang didapat dari praktik audit internal di Universitas X menunjukkan
selama 6 tahun dari pendiriannya tidak ada Pengembangan Profesional yang
Berkelanjutan (PPL) seperti yang disyaratkan oleh Standar nomor 1230 SPAI (YPIA
2004), yang merupakan inisiatif pihak yang pimpinan/yang bertanggungjawab
terhadap fungsi audit internal Universitas X. Namun di sisi lain, salah seorang staf
audit internal memiliki inisiatif untuk meningkatkan kompetensinya dengan
mengambil pendidikan Magister (S2) Akuntansi, dengan penjurusan auditing.
Belum direncanakannya pengembangan ke depan untuk kompetensi staff tentu
saja merupakan kelemahan di dalam divisi audit internal Universitas X. Hal ini terjadi
karena kemungkinan pimpinan merasa staf yang dimiliki oleh divisi audit internal
sudah kompeten di dalam melakukan tugasnya. Hal yang mesti diantisipasi oleh
manajemen adalah apabila terjadi peningkatan kompleksitas transaksi dan sistem
(Akmal 2009). Dengan adanya hal tersebut tentu saja juga harus ada peningkatan
kompetensi staff audit internal untuk dapat memberikan tingkat assurance yang
memadai. Dalam hal ini pelatihan sangat diperlukan dalam upaya peningkatan
tersebut.
Independence
Indikator independensi dapat dilihat dari posisi fungsi auditor internal di dalam
suatu organisasi. Posisi fungsi audit internal di Universitas X berada di bawah Rektor.
Meskipun demikian, dalam operasionalnya sehari-hari staf audit internal akan melapor
kepada Pembantu Rektor II (PR). Setelah itu PR yang akan melaporkan laporan rutin
atau hasil temuan pemeriksaan investigatif kepada Rektor. Yang menjadi perhatian
pada faktor independensi ini adalah posisi Divisi Audit Internal Universitas X yang
berada di bawah Rektor menyebabkan, divisi ini tidak akan bisa independen apabila
melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan.
Dari hasil wawancara yang dilakukan, terlihat bahwa posisi auditor internal
yang berada di bawah Rektor, dan memberikan pertanggungjawaban kepada Rektor
melalui PR II dirasa kurang independen karena belum disahkannya internal audit
charter dan manual book. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan salah seorang
mantan anggota komite audit,

Jurnal Ekonomi dan Bisnis 35


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

“Auditor harusnya independen, meskipun di bawah Rektor tapi seharusnya ada pengesahan
internal audit charter dan manual book.”

Pada praktiknya di Universitas X Rektorat memperoleh pengesahan


penggunaan anggaran dari Yayasan. Penggunaan anggaran tersebut diharapkan efektif
dan efisien. Auditor Internal juga seharusnya melakukan audit terhadap Rektorat untuk
melihat efektivitas dan efisiensi, namun posisi divisi audit internal tersebut kurang
memungkinkan untuk dapat memberikan hasil audit yang independen.
Dari hasil wawancara didapatkan pula informasi bahwa sebenarnya Divisi
Audit Internal Universitas X diharapkan sebenarnya untuk berada dibawah Pengawas
Yayasan dan dapat melakukan pengawasan yang penuh dan independen terhadap
Pengurus Yayasan dan unit-unit di bawahnya. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh
bendahara yayasan,
“…sebenarnya harusnya SPI berada di bawah (Organ) Pengawas (Yayasan) dan menjadi
kepanjangan tangan Pengawas untuk mengawasi Pengurus dan unit-unit. Seperti di
perbankan harusnya berada di bawah Dewan Komisaris sehingga dapat mengawasi direksi
dengan full.”

Competency / Knowledge on Auditing Techniques


Tiga keahlian utama auditor internal yang dibutuhkan oleh perusahaan pada
saat ini berfokus pada kemampuan analisis, kemampuan komunikasi, dan kemampuan
akuntansi (Roth dan Soileau 2016), dimana hal ini cukup mengejutkan bahwa
kemampuan akuntansi masuk di dalam tiga besar kemampuan yang dibutuhkan oleh
perusahaan. Dua staf internal audit yang direkrut oleh fungsi audit internal Universitas
X, keduanya merupakan lulusan S1 Akuntansi yang di dalamnya sudah memuat materi
dan teknik-teknik pengauditan. Dilihat dari latar belakang pendidikan, kedua auditor
internal sudah mendapatkan materi bagaimana teknis melakukan prosedur audit.
Selanjutnya staf Auditor Internal dengan inisiatif sendiri mengambil program
pendidikan Magister Akuntansi dengan penjurusan ke bidang auditing. Sedangkan
Manajer Audit Internal mengambil program pendidikan Magister Manajemen. Dari
sisi pengalaman kerja, Manajer Audit Internal pernah bekerja pada kantor akuntan
publik (KAP) dan melakukan audit pada beberapa klien. Dari beberapa hal tersebut,
dapa dipahami bahwa kedua staff audit internal telah memiliki kompetensi yang
memadai terkait dengan prosedur audit dan teknik-teknik audit. Hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan oleh salah seorang mantan auditor internal,
“Kalau secara teori saya gak (h)apal teknik, tapi kalau disuruh melakukan audit saya bias.”

Action on Audit Findings and Recommendations by Auditee / Management

36 Jurnal Ekonomi dan Bisnis


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

Dalam melakukan pemeriksaan investigatif pada praktik di Universitas X,


auditor internal membuat suatu dokumen yang berisi laporan terkait dengan temuan
dari kasus-kasus tertentu yang muncul. Laporan tersebut diberikan kepada PR yang
kemudian mengajukan kepada Rektor dan dibahas bersama-sama pada Rapat
Pimpinan. Dari hasil wawancara, setiap ada laporan baik hasil temuan yang formal,
maupun laporan lisan yang kurang formal, akan selalu ditindaklanjuti oleh pimpinan.
Tindaklanjut yang dilakukan oleh pimpinan dapat diputuskan sendiri oleh PR apabila
tidak merupakan hal yang material, namun untuk hal yang bersifat masif / material
akan diajukan kepada rapat pimpinan universitas. Hal ini sesuai yang diungkapkan
oleh salah seorang pimpinan universitas,
“Setiap laporan yang disampaikan staff audit internal selalu ditindaklanjuti, untuk upaya
menyelesaikan masalah”. “Auditor internal melapor berkala, fleksible, kalau ada yang urgent
harus dirapatkan.”

Dari hasil wawancara terungkap bahwa setiap temuan maupun laporan yang
diberikan oleh staff audit internal akan selalu ditindaklanjuti oleh pimpinan. Untuk
tindak lanjut yang dilakukan oleh auditee tergantung dari keputusan yang diambil oleh
pimpinan kepada auditee. Hal ini disebabkan oleh posisi auditee yang merupakan unit-
unit yang berada di bawah Universitas X.
Experience of the staff in the Internal Audit Function
Menurut Wandita et al., (2014) pengalaman menjadi satu indikator yang
mendukung kualitas hasil kerja seorang auditor internal. Dapat dipahami bahwa
semakin banyak pengalaman kerja, maka semakin baik kualitas hasil pemeriksaan
yang dilakukannya. Pengalaman kerja juga sangat mempengaruhi keputusan yang
akan diambil, semakin lama seorang auditor menekuni profesinya maka akan semakin
tepat dalam mendeteksi adanya sebuah kesalahan.
Kedua staff yang direkrut pada saat open recruitment adalah para calon yang
terbaik yang mendaftar untuk menjadi staf Divisi Audit Internal Universitas X. Dari
hasil wawancara dan data yang diterima oleh peneliti menunjukkan bahwa dari dua
staff divisi audit internal tersebut, hanya Manajer Divisi Audit Internal yang telah
berpengalaman pada bidang Audit Internal. Sebelum menjadi Manajer Divisi Audit
Internal Universitas X, beliau bekerja pada sebuah KAP, serta menjadi Manajer
Departemen Audit Internal pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif.
Sedangkan Anggota Tim Audit Internal sebelum menjadi staf Divisi Audit Internal
Universitas X, bekerja pada sebuah perusahaan kontainer sebagai staff keuangan dan
operasional. Setelah Manajer Divisi Audit Internal dipindahtugaskan menjadi Manajer
BAK, kemungkinan terjadi beberapa permasalahan. Pertama, jumlah anggota divisi
audit internal yang sangat minim dapat menyebabkan kinerjanya tidak efektif. Kedua,
Manajer Divisi Audit Internal adalah satu-satunya staff divisi audit internal yang

Jurnal Ekonomi dan Bisnis 37


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

memiliki banyak pengalaman di dalam bidang audit internal, sehingga


dipindahtugaskannya beliau dapat mengganggu kinerja divisi audit internal.
The Change of Head of Internal Auditors’ Position
Posisi dari Manajer Divisi Audit Internal di Universitas X tidak pernah berubah
dari posisi awalnya. Pada pembentukan awal posisi divisi ini direncanakan akan berada
di bawah Yayasan, sehingga memiliki posisi yang strategis untuk dapat melakukan
pemeriksaan dan pengawasan terhadap seluruh unit yang berada di bawah Yayasan.
Namun pada saat itu memandang sudah adanya Dewan Pengawas pada Yayasan, dan
mempertimbangkan bahwa Universitas X adalah unit terbesar pada Yayasan, maka
internal auditor ditempatkan di bawah Rektor terlebih dahulu. Selanjutnya
direncanakan apabila fungsi ini sudah settle maka akan dibawa kepada aras Yayasan.
Hingga saat ini posisi divisi audit internal belum pernah mengalami perubahan. Namun
sebaliknya, melihat pada posisi kepala audit internal (manajer) pada divisi audit
internal Universitas X pernah berubah. Hal ini terjadi pada saat Manajer Divisi Audit
Internal dipindahtugaskan menempati posisi Manajer BAK. Hal ini kemungkinan
dapat mempengaruhi kinerja divisi audit internal Universitas X, karena beliau adalah
orang yang paling berpengalaman di dalam fungsi audit internal.
Perception from Auditee
Persepsi dari auditee, akan sangat berhubungan dengan kerjasama dari auditee.
Persepsi yang positif akan mengarah kepada kepuasan terhadap kinerja auditor
(Tanuwidjaja dan Wibisono 2015). Pada saat dibentuk divisi audit internal dan auditor
mulai melakukan pemeriksaan, terdapat penolakan dan resistensi yang dilakukan oleh
auditee. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah seorang mantan anggota
komite audit,
“pada awal dibentuk memang ada resistensi yang kuat dari unit terhadap divisi audit
internal.”

Bahkan dari hasil wawancara terungkap beberapa auditee beranggapan bahwa


auditor internal direkrut hanya untuk mencari-cari kesalahan, dan sebenarnya tidak
dapat mengerjakan laporan yang harus dibuat oleh auditee. Namun setelah berjalannya
waktu penolakan tersebut mulai berkurang.
Persepsi dari auditee mulai berubah disebabkan, setelah berjalan beberapa saat
tugas auditor internal diperluas menjadi tugas consulting, yang akan membantu
auditee di dalam membuat laporan. Selain itu auditee mau tidak mau dipaksa untuk
bekerjasama dengan auditor, baik memberikan keterangan maupun memberikan akses
terhadap catatan dan dokumen kepada auditor karena di setiap penugasan auditor
selalu memakai SK yang diterbitkan oleh pimpinan.

38 Jurnal Ekonomi dan Bisnis


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

Resources
Tren saat ini sumber daya yang dibutuhkan oleh fungsi audit internal, pada
perkembangan audit internal di Amerika, universitas mulai menambahkan anggaran
untuk melakukan pengujian data secara analitis (Jackson 2014). Terdapat beberapa
sumberdaya maupun fasilitas yang didapatkan oleh divisi audit internal Universitas X.
Pertama, fasilitas berupa laptop kerja, yang digunakan untuk menyimpan data dan
membuat laporan pemeriksaan investigatif. Kedua, ruang kerja yang digabung dengan
ruang kerja BAK. Ketiga, insentif di dalam melakukan pemeriksaan pada kasus
tertentu (di dalam bentuk satgas). Keempat, akses penuh terhadap informasi yang
terkait dengan auditee pada pemeriksaan investigatif dan kegiatan consulting. Di lihat
dari sudut pandang finansial, belum ada anggaran khusus yang digunakan untuk
melakukan perencanaan pemeriksaan, dan tindakan pemeriksaan, kecuali gaji staff
audit internal. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah seorang auditor
internal,
“Tidak ada anggaran khusus untuk auditor internal, waktu lalu pernah dibikin satgas, kalau
satgas ada reward khusus, tidak ada anggaran rutin untuk pemeriksaan.”

Hal ini disebabkan karena posisi staf divisi audit internal yang berada di bawah
Rektor (sebagai staf Rektor) serta tidak ada pos anggaran khusus untuk divisi audit
internal Universitas X. Anggaran yang terkait dengan divisi audit internal Universitas
X berada pada pos anggaran Rektor. Beberapa hal yang terungkap tersebut
kemungkinan akan menimbulkan beberapa implikasi. Pertama, tidak independennya
divisi audit internal dengan pimpinan, apabila di masa datang akan melakukan audit
terhadap pimpinan. Kedua, beberapa fasilitas yang diberikan kepada divisi audit
internal kemungkinan mempengaruhi kinerja staf, sebagai contoh: apabila akan
melakukan audit terhadap BAK.
Rangkuman Kondisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fungsi Audit
Internal di Universitas X
Dari analisis yang telah dipaparkan di atas mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi fungsi audit internal, disajikan ringkasan pengaruh dari faktor-faktor
tersebut terhadap praktek audit internal di Universitas X (Tabel 2, lampiran).
Dari data pada Tabel 2 (lampiran) mengenai faktor yang mempengaruhi aktivitas
fungsi audit internal menurut Ahmad et al., (2009), terlihat bagaimana kondisi faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas fungsi audit internal baik mendukung atau
tidak mendukung fungsi tersebut. Selain dari faktor-faktor tersebut, terdapat juga
beberapa hal yang perlu mendapat perhatian mengenai praktek audit internal pada
Universitas X secara keseluruhan, yaitu tidak adanya Komite Audit. Komite Audit
inilah yang pada awal pembentukan divisi audit internal direncanakan akan
memetakan apa yang akan dikerjakan oleh staf audit internal. Selanjutnya hal lain yang
muncul pada praktik fungsi audit internal di Universitas X adalah tidak adanya

Jurnal Ekonomi dan Bisnis 39


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

perencanaan mengenai program audit yang akan dilakukan oleh divisi audit internal.
Hal tersebut kemungkinan terjadi akibat tidak adanya Komite Audit dan komunikasi
yang ada antara Pimpinan Universitas, Komite Audit, dan Pengawas pada Yayasan
tidak terintegrasi dengan baik untuk mengatur divisi audit internal.

SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi untuk
masing-masing faktor yang diduga mempengaruhi aktivitas divisi audit internal
Universitas X berbeda-beda. Hal ini berdasarkan persepsi narasumber penelitian ini
sebagai stakeholders fungsi audit internal Universitas X. Faktor-faktor tersebut secara
langsung maupun tidak langsung telah mempengaruhi aktivitas divisi audit internal
Universitas X. Dari beberapa faktor yang sudah diungkapkan, beberapa faktor yang
ternyata mendukung aktivitas divisi audit internal di Universitas X adalah kerjasama
dari auditee, kompetensi / pengetahuan staff dalam teknik-teknik audit, tindaklanjut
dari temuan dan rekomendasi oleh auditee / manajemen, serta pengalaman dari staff
pada fungsi audit internal. Sedangkan beberapa faktor yang tidak mendukung aktivitas
divisi audit internal di Universitas X adalah jumlah staff audit internal, dukungan /
komitmen dari manajemen puncak, pelatihan, independensi, perubahan posisi kepala
auditor internal, persepsi dari auditee, serta sumberdaya. Selain faktor-faktor yang
diungkapkan oleh Ahmad et al., (2009) tersebut, peneliti juga menemukan beberapa
faktor yang kemungkinan juga mempengaruhi aktivitas dan praktek audit internal di
Universitas X. Pertama, belum disahkannya audit charter dan manual book. Kedua,
tidak adanya perencanaan untuk melakukan audit pada unit-unit. Ketiga, tidak adanya
(tidak diperpanjangnya SK) Komite Audit. Keempat, divisi audit internal tidak pernah
berkomunikasi dengan Pengawas Yayasan, selaku dewan pengawas organisasi.
Berdasarkan analisis faktor-faktor tersebut, dapat dipahami mengapa saat ini
aktivitas atau praktek audit internal di Universitas X belum berlangsung sebagaimana
mestinya (pengawasan dan consulting bagi manajemen). Akibat belum disahkannya
audit charter dan manual book membuat fungsi audit internal Universitas X di dalam
aktivitasnya mengalami kegagalan di dalam mempraktekkan fungsi audit internal yang
efektif. Selama ini lebih banyak membantu membuatkan laporan keuangan unit dan
menjadi pencari solusi untuk kasus-kasus tertentu. Belum terlihat bagaimana fungsi
pengawasan yang seharusnya dimiliki oleh fungsi audit internal dalam suatu
organisasi.
Implikasi
Hal-hal ini dapat mulai diimplementasikan agar aktivitas fungsi audit internal
Universitas X dapat bekerja lebih efektif, beberapa di antaranya yaitu: Pertama,
penetapan posisi yang strategis bagi divisi audit internal, yang dapat menunjang

40 Jurnal Ekonomi dan Bisnis


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

independensi dan dapat memperkuat fungsi pengawasan fungsi audit internal. Kedua,
disahkannya audit charter dan manual book. Ketiga, kebijakan yang jelas dari
pimpinan universitas mengenai tugas dan kewenangan Divisi Audit Internal. Keempat,
dibuatnya rencana pelatihan bagi auditor internal dan ditingkatkannya jumlah
pelatihan bagi unit. Kelima, posisi kepala auditor internal yang tidak dirubah-
rubah/rangkap jabatan dengan posisi lain dalam organisasi. Keenam, memberikan
pengertian kepada seluruh anggota organisasi mengenai pentingnya pengawasan
internal, terutama kepada auditee. Ketujuh, penanggungjawab organisasi mulai
memikirkan perencanaan pemeriksaan secara berkala dan terstruktur, termasuk
sumberdaya keuangan khusus khusus untuk aktivitas pengawasan. Kedelapan,
pembentukan ulang Komite Audit Universitas X. Kesembilan, komunikasi antar
stakeholders organisasi harus diperbaiki, agar terciptanya lingkungan pengawasan
yang baik. Kesepuluh, peningkatan dan pembenahan governance yang perlu dilakukan
dari Yayasan, dan manajemen tingkat atas hingga bawah.
Keterbatasan dan Saran
Penelitian ini dilakukan sebagian besar dengan mendasarkan pada hasil
wawancara yang dilakukan pada beberapa key person sehingga kemungkinan tingkat
subjektivitas yang disampaikan sangat tinggi. Selanjutnya model penelitian ini hanya
mengacu pada sebelas faktor yang diungkapkan oleh (Ahmad et al., 2009) sehingga
tidak bisa mengakomodasi faktor-faktor lainnya yang kemungkinan juga dapat
mempengaruhi kinerja Divisi Audit Internal. Penelitian mendatang sebaiknya
menggunakan teknik pengumpulan data yang lebih kaya untuk dapat meningkatkan
tingkat objektivitas, serta dapat mempertimbangkan faktor-faktor lain yang digunakan
sebagai kerangka penelitian untuk melihat pengaruhnya pada fungsi audit internal.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H. N., R. Othman, dan K. Jusoff. 2009. The effectiveness of internal audit in
malaysian public sector. Journal of Modern Accounting and Auditing 5 (9): 53-
62.
Akmal. 2009. Pemeriksaan Manajemen Internal Audit. Edisi Kedua. Jakarta: PT
Indeks.
Anderson, U. 2003. Assurance and Consulting Services. Research Opportunities in
Internal Auditing. Edisi 4. Altamonte Springs, FL: Institute of Internal
Auditors Research Foundation.
Cohen, A., dan G. Sayag. 2010. The effectiveness of internal auditing: An empirical
examination of its determinants in israeli organisations. Australian Accounting
Review 10 (54): 296-307.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis 41


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

Eckel, P. D., dan A. Kezar. 2006. The Challenge Facing Academic Decision Making:
Responding to New Priorities, Following New Pathways. Washington DC:
ACE/Praeger Book Series.
Ferlie, E., dan E. Ongaro. 2015. Strategic Management in Public Service
Organizations: Concepts, Schools and Contemporary Issues. New York, USA:
Routledge.
Florea, R., dan R. Florea. 2013. Internal audit and corporate governance. Economy
Transdisciplinarity Cognition 16 (1): 79-83.
Jackson, R. A. 2014. The Year Ahead: 2015. The Internal Auditor (December): 30-35.
Mahsun, M., F. Sulistiyowati, dan H. A. Purwanugraha. 2007. Akuntansi Sektor
Publik. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta : Andi.
Moeller, R. 2009. Brink’s Modern Internal Auditing: A Common Body of Knowledge.
Seventh Edition. New Jersey, USA: John Wiley & Sons, Inc.
Montondon, L. G., dan M. Fischer. 1999. University audit departments in the united
states. Financial Accountability & Management 15 (1): 85-94.
Omar, O., H. I. M. Sharofi, S. I. Syed-Soffian, H. S. Zabedah, H. R. Mohd-Shahrir,
dan M. S. Md-Suhaimi. 2007. Public Sector Accounting in Malaysia. Kuala
Lumpur, Malaysia: Thompson Learning.
Parker, L. 2011. University corporatisation: Driving redefinition. Critical Perspectives
on Accounting 22 (1): 434-450.
Putra, I. N. W., E. Sujana, dan I. G. A. Purnamawati. 2016. Pengaruh locus of control,
gaya kepemimpinan, dan kompleksitas tugas terhadap kinerja auditor internal.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi 4 (1): 1-3.
Roth, J., dan L. Soileau. 2016. Internal Audit Fundamentals: The Most Basic Skills
Remain Largerly Uncanghed. The Internal Auditor (February): 39-40.
Sterck, M., dan Bouckaert, G. 2006. International audit trends in the public sector.
The Internal Auditor (April): 49-53.
Tanuwidjaja, S., dan S. H. Wibisono. 2015. Persepsi dan harapan auditee terhadap
kualitas audit serta pengaruhnya terhadap kepuasan auditee. Jurnal Ilmu
Manajemen dan Akuntansi 3 (2): 40-44.
Van Gansberghe, C. N. 2005. Internal Auditing in The Public Sector. The Internal
Auditor (August): 69-73.
Vijayakumar, A. N., dan N. Nagaraja. 2012. Internal control systems : Effectiveness
of internal audit in risk management at public sector enterprises. BVIMR
Management Edge (5) 1: 1-8.

42 Jurnal Ekonomi dan Bisnis


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

Willson, C., R. Negoi, dan A. S. Bhatnagar. 2010. University Risk Management. The
Internal Auditor (August) : 65.
Wandita, N. L. P. T. A., G. A. Yuniarta, dan N. A. S. Darmawan. 2014. Pengaruh
pengetahuan, pengalaman kerja audit, dan akuntabilitas terhadap kualitas hasil
kerja auditor internal. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi 2 (1): 1-3.
Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA). 2004. Standar Profesi Audit Internal.
Yayasan Pendidikan Internal Audit: Jakarta.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis 43


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

LAMPIRAN

Tabel 2
Ringkasan Pengaruh Faktor-faktor
No. Aspek / Faktor Kondisi
- Jumlah staff audit internal yang dimiliki oleh Universitas
X dipandang belum cukup oleh narasumber untuk
melakukan tugas pengawasan dan consulting pada
Universitas X dan seluruh unit di bawahnya.
1. Audit Staff
- Untuk organisasi sebesar Universitas X dengan kerumitan
transaksi di dalamnya, Bendahara Yayasan berpikir
bahwa tidak cukup kalau hanya 2 orang (dengan 1 orang
staff diangkat menjadi Manajer BAK) yang memegang
kunci pengawasan di Universitas X.
- Belum disahkannya internal audit charter menyebabkan
auditor internal tidak independen, serta tidak jelasnya
batasan kewenangan dan tugas yang dikerjakan oleh staff
audit internal.
- Belum disahkannya manual book menyebabkan tidak
Full Support / Commitment from jelasnya tugas, dan prosedur yang harus dilakukan oleh
2. top management staff audit internal.
- Meskipun anggaran dasar sudah ada, namun pelaksanaan
Divisi Audit Internal belum berjalan dengan baik karena
SPI kemungkinan belum dianggap penting (terkait latar
belakang Pimpinan yang non ekonomi).
- Auditee mau tidak mau dipaksa bekerja sama dengan
auditor di dalam baik di dalam penugasan consulting
3. Cooperation from auditee maupun pemeriksaan investigatif karena auditor maupun
satgas menggunakan surat tugas / surat keputusan Rektor
(SK).
- Program pelatihan yang direncanakan oleh Komite Audit,
tidak pernah terealisasi.

Training - Tidak ada inisiatif dari top management untuk mengadakan


4.
pelatihan kepada staff audit internal karena menganggap
staff audit internal sudah mumpuni di dalam melakukan
tugasnya.
- Posisi auditor internal yang berada di bawah Rektor
(sebagai staff Rektor) menyebabkan tidak independennya
5. Independence
auditor internal terhadap top management (Pimpinan
Universitas X).
- Staff audit internal yang dimiliki sudah memiliki latar
belakang pendidikan yang mendukung terkait dengan
Competency / knowledge on pengetahuan mengenai teknik-teknik audit.
6. auditing techniques - Dalam melakukan pemeriksaan investigatif, staff audit
internal mempraktekkan prosedur audit sesuai dengan
pengalaman pekerjaan.

44 Jurnal Ekonomi dan Bisnis


Volume 20 No. 1, April 2017 ISSN 1979 - 6471

No. Aspek / Faktor Kondisi


- Penyampaian laporan yang sangat mudah tanpa hambatan
birokrasi berarti.
Action on audit findings and
- Hasil temuan yang pasti ditindaklanjuti oleh pimpinan.
7. recommendation by auditee /
management - Auditee pasti melaksanakan keputusan dari pimpinan
Universitas X, karena posisi auditee berada di bawah
Universitas X
- Kedua staff audit yang memiliki latar belakang pekerjaan
Experience of the staff in the di bidang akuntansi dan keuangan.
8. internal audit function - Salah satu staff audit internal sangat berpengalaman di
dalam bidang khusus auditing dan audit internal.
- Meskipun tidak pernah ada perubahan posisi pimpinan
The Change of Head of Internal divisi audit internal, namun dipindahtugaskannya manajer
9. Auditors’ position (kepala) divisi audit internal ke BAK membuat kinerja
divisi audit internal terganggu.
- Sebagian unit yang diaudit memiliki pandangan bahwa
auditor hanya mencari-cari kesalahan tanpa mampu
membuat laporan.
10. Perception from auditee
- Persepsi yang negatif dari auditee yang sedikit banyak
“memaksa” auditor untuk lebih banyak melakukan tugas
consulting dibandingkan pengawasan.
- Tidak adanya pos anggaran khusus untuk divisi audit
internal dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan
audit, kecuali gaji dan reward pada satgas kemungkinan
Recources mempengaruhi kinerja auditor internal.
11.
- Selain itu tidak adanya ruang tersendiri, kemungkinan
mengakibatkan terganggunya aktivitas pengawasan dan
audit.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis 45

You might also like