Audit Internal Universitas X Suatu Refleksi PDF
Audit Internal Universitas X Suatu Refleksi PDF
Audit Internal Universitas X Suatu Refleksi PDF
Marwata
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
Gustin Tanggulungan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
The purpose of this study is to provide empirical evidence on the dynamics of the
operation of internal audit function at a private university by describing various
factors that influence the operation of internal audit function in universities. More
specifically, this study describes the conditions of various factors that influence the
effectiveness of internal audit function in nonprofit organizations identified by Ahmad
et al., (2009) in a specific organizational context of a private university. We use a
qualitative case study approach as our research strategy and analysis. We generate
our research data by conducting in-depth interviews with various informants who have
sufficient information on the internal audit activities at our case. Our study shows that
the dynamics of the operation of internal audit function is affected by various
supporting factors, namely the number of internal audit staff, cooperation from
auditee, competence/ knowledge of audit techniques, follow-up actions of audit
findings, recommendations of auditees/ management, and audit experience. We also
identify some factors that do not support the dynamics of the operation of internal
audit function, namely top management commitment, training, independence,
organizational changes in the internal audit division, auditees’ perception on internal
audit function, and human resources.
ABSTRAK
universitas swasta yang menjadi studi kasus dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Beroperasinya fungsi audit internal di organisasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor
yang bersifat mendukung yaitu jumlah staf audit internal, kerjasama dari auditee,
kompetensi/pengetahuan tentang teknik audit, tindakan pada temuan audit dan
rekomendasi oleh auditee/manajemen, dan pengalaman audit. Sementara itu, sejumlah
faktor bersifat tidak mendukung bagi beroperasinya fungsi audit internal, yaitu
komitmen dari manajemen puncak, pelatihan, independensi, perubahan dalam
organisasi divisi audit internal, persepsi dari auditee terhadap fungsi audit internal, dan
sumber daya.
Kata kunci: audit internal, aktivitas audit internal, universitas swasta, organisasi
nirlaba.
PENDAHULUAN
Tuntutan universitas untuk memiliki tata kelola organisasi yang baik atau tata
pamong yang berkualitas menjadi bagian penilaian borang akreditasi Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi Indonesia. Universitas di Australia pada dua dekade
terakhir juga mengalami pergeseran dari organisasi publik dana manajerial kolegial
menjadi new public management, market public administration dan corporate
managerialism (Eckel dan Kezar 2006, Parker 2011). Universitas saat ini harus dapat
menerapkan konsep Good University Governance (GUG), dimana suatu institusi
pendidikan tinggi harus dapat mengelola organisasi mengarah kepada tujuannya.
Institusi Pendidikan tinggi juga mengalami berbagai perubahan model pengelolaan
menuju kepada New Public Management, yang menekankan pada penilaian kerja yang
kuat, monitoring, dan sistem manajemen, dengan didukung oleh tumbuhnya sistem
audit (Ferlie dan Ongaro 2015).
Selanjutnya berkaitan dengan meningkatnya kegiatan perekonomian, baik
dalam skala maupun dalam jenis, menyebabkan risiko yang meningkat pada setiap
entitas bisnis, tidak terkecuali lembaga pendidikan tinggi, dan hal ini dapat
mengancam proses pencapaian tujuan. Bertambahnya risiko di dalam mencapai
tujuan-tujuan organisasi tersebut menyebabkan setiap lembaga pada akhirnya harus
melakukan pembenahan diri dan peningkatan kinerja (Vijayakumar dan Nagaraja
2012). Kebutuhan akan adanya perbaikan yang berkelanjutan pada setiap organisasi
dan lembaga memunculkan kebutuhan akan mekanisme kontrol. Audit internal
merupakan mekanisme kontrol yang tidak dapat dilepaskan untuk menuju ke arah
Good Governance (Cohen dan Sayag 2010, Florea dan Florea 2013).
Perkembangan penerapan fungsi audit internal pada organisasi telah
berlangsung dengan sangat cepat di dunia. Fungsi audit internal yang awalnya hanya
berfokus pada fraud, terutama pencurian kas dan aset lainnya sekarang telah
berkembang menjadi suatu sarana verifikasi terhadap seluruh transaksi finansial yang
dilakukan oleh organisasi. Pendekatan yang dilakukan dalam audit internal pun
mengalami beberapa evolusi. Pertama, audit internal tidak lagi hanya berupa penilaian
METODA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan kualitatif fenomenologi. Penelitian ini memfokuskan pada fenomena yang
muncul di dalam Divisi Audit Internal Universitas X dan mendalaminya secara
keseluruhan. Model penelitian yang dilakukan berupa penelitian single chase berupa
studi pada Universitas X. Dari 11 faktor yang diungkapkan pada penelitian terdahulu
(Ahmad et al., 2009) dilihat kondisinya pada fungsi internal audit Universitas X.
Data penelitian ini berkaitan dengan aktivitas fungsi internal audit yang
dilakukan di Universitas X. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara.
Data tersebut diperoleh dari berbagai pihak terkait, yaitu Pimpinan Universitas,
Bendahara Pengurus Yayasan Universitas, Auditor Internal, mantan Auditor Internal,
Anggota Komite Audit / mantan Anggota Komite Audit.
Peneliti juga menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi
dokumen terkait penerapan fungsi audit internal di Universitas X. Dokumen tersebut
berupa SK Rektor, SK Yayasan, draft Piagam Audit Internal, dan draft Buku Manual
Audit. Selanjutnya analisis dilakukan dengan cara mencatat maupun merekam hasil
wawancara, melihat dan menganalisis bagaimana dampak kondisi faktor-faktor yang
diungkapkan oleh Ahmad et al., (2009) maupun faktor-faktor di luar itu pada aktivitas
fungsi audit internal pada Universitas X.
internal yang dimiliki oleh Universitas X dinilai sudah cukup, baik dari segi kuantitas
maupun kualitas di dalam melakukan tugasnya (berjumlah 1 orang). Hal ini sesuai
dengan yang dinyatakan oleh salah seorang pimpinan universitas,
“Pengurus merasa sudah cukup dengan Auditor 1, Auditor 2 sementara diminta untuk
menangani Keuangan, staff audit internal yang ada saat ini sudah mumpuni di dalam
melakukan tugasnya.”
Selain itu divisi audit internal Universitas X juga memiliki tugas pengawasan.
Hal ini dilakukan dengan melakukan pemeriksaan investigatif, baik dilakukan sendiri
maupun dilakukan di dalam bentuk Satgas (berupa tim gabungan Staff Divisi Audit
Internal dengan staff BAK). Dari interpretasi hasil wawancara yang dilakukan oleh
peneliti, peneliti memperoleh pemahaman bahwa di dalam melakukan tugasnya
sebagai consulting agent dan pemeriksa apabila terjadi kasus-kasus khusus tadi,
pimpinan Universitas X memandang bahwa sudah cukup apabila dikerjakan oleh
jumlah Auditor Internal yang dimiliki saat ini (termasuk dengan pembentukan satgas
pada kasus-kasus tertentu yang skalanya besar).
Dari sudut pandang auditor internal dan mantan auditor internal, jumlah staff
Divisi AI Universitas X (2 orang) sementara cukup dalam melakukan fungsi
monitoring dan consulting terhadap Universitas X dan semua unit di bawahnya. Hal
ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah seorang mantan auditor internal,
“Untuk jumlah dua orang sebenarnya cukup kalau operasional juga sudah siap, laporan siap,
tinggal (me)ngaudit.”
Kendala yang dihadapi oleh divisi ini ditambah dengan adanya ketidakjelasan
kewenangan dan prosedur operasional yang dimiliki. Dari hasil wawancara terungkap
bahwa sebenarnya hal inilah yang menyebabkan seakan-akan jumlah dari staff sangat
kurang, bahkan sampai dibentuk satgas untuk melakukan pemeriksaan pada kasus
khusus. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah seorang mantan auditor
internal,
“Sampai sekarang saja dari audit charter dan manual book belum disahkan, padahal sudah
saya buat semua tinggal di-acc.”
Auditor internal maupun satgas dilengkapi surat tugas yang akan memudahkan
proses pemeriksaan, dan memudahkan memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk
membuat kesimpulan. Hal ini dapat terjadi karena pimpinan universitas memandang
bahwa fungsi audit internal merupakan suatu fungsi yang memiliki posisi strategis di
dalam menemukan dan mencegah kesalahan terjadi pada unit-unit. Seperti yang
diungkapkan salah seorang pimpinan universitas,
“kita berusaha mencegah kesalahan yang terjadi pada unit-unit, jadi Auditor Internal yang
(mem)bantu.”
tertentu yang bersifat besar (dalam kaitannya dengan jumlah anggaran / dana yang
terlibat di dalamnya dan juga dampak yang ditimbulkan dari suatu kejadian), pimpinan
membentuk satgas. Dimana satgas ini bertugas untuk mengumpulkan informasi,
mendapatkan temuan, dan memberi rekomendasi terkait dengan kasus tersebut.
Namun di sisi yang lain, selain bentuk dukungan, terlihat juga bahwa ada
beberapa hal yang dapat menghambat aktivitas fungsi audit internal Universitas X,
yang bersumber dari pimpinan. Pertama, audit charter dan manual book yang belum
disahkan oleh pimpinan Universitas X. Belum disahkannya audit charter sangat
menghambat kinerja fungsi audit internal, karena di dalamnya memuat tujuan,
kewenangan, dan tanggungjawab fungsi audit internal, sesuai yang disyaratkan pada
Standar nomor 1000, SPAI (YPIA 2004). Dengan belum disahkannya audit charter,
tidak ada batasan yang jelas mengenai tujuan, kewenangan, dan tanggungjawab fungsi
audit internal. Kedua, tidak adanya sumber daya finansial yang disediakan oleh
pimpinan terkait dengan aktivitas pengawasan (selain gaji staff audit internal). Hal ini
menunjukkan bahwa dari sudut pandang finansial tidak terlihat dukungan penuh dari
pimpinan universitas (top management). Ketiga, dari hasil wawancara terungkap
bahwa dari segi aturan, untuk divisi audit internal sebenarnya sudah disiapkan, namun
dari segi pelaksanaan masih belum berjalan dengan baik. Menurutnya hal ini
kemungkinan diakibatkan oleh Pimpinan Yayasan dan Pimpinan Universitas X yang
tidak memiliki latar belakang ekonomi sehingga para pimpinan tersebut tidak
menganggap sistem pengendalian internal adalah sesuatu yang penting. Hal itu sesuai
dengan yang diungkapkan oleh bendahara yayasan,
“…keterbatasan pemimpin pasti ada, semisal pemimpin ada yang memeriksa nota dan lain-
lain, tapi kalau tidak memiliki background ekonomi apa ya tahu?”
“Pengurus sudah memandang penting SPI tapi organ yang lain kok sepertinya belum”
(catatan: Organ Pembina Yayasan beranggotakan perwakilan gereja-gereja)
“di awal unit merasa hanya ditunjukkan ini kesalahanmu, kadang unit mikir kalau audit cuma
bisa omong thok, ya sudah akhirnya kita bantu bikin laporan keuangan.”
Kedua, pihak pimpinan universitas merasa bahwa kemampuan staff yang ada
saat ini sudah mumpuni di dalam melakukan tugas dimilikinya (melakukan consulting
service kepada unit-unit di bawah Universitas X dan melakukan peran pemeriksa
investigatif pada kasus-kasus khusus), yang diperbaiki justru dari sisi unit agar dapat
membuat laporan dengan baik. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah
seorang pimpinan universitas,
“pelatihan staff audit internal tidak ada karena sudah mumpuni. Pelatihan yang ada untuk
unit.”
Dua hal yang didapat dari praktik audit internal di Universitas X menunjukkan
selama 6 tahun dari pendiriannya tidak ada Pengembangan Profesional yang
Berkelanjutan (PPL) seperti yang disyaratkan oleh Standar nomor 1230 SPAI (YPIA
2004), yang merupakan inisiatif pihak yang pimpinan/yang bertanggungjawab
terhadap fungsi audit internal Universitas X. Namun di sisi lain, salah seorang staf
audit internal memiliki inisiatif untuk meningkatkan kompetensinya dengan
mengambil pendidikan Magister (S2) Akuntansi, dengan penjurusan auditing.
Belum direncanakannya pengembangan ke depan untuk kompetensi staff tentu
saja merupakan kelemahan di dalam divisi audit internal Universitas X. Hal ini terjadi
karena kemungkinan pimpinan merasa staf yang dimiliki oleh divisi audit internal
sudah kompeten di dalam melakukan tugasnya. Hal yang mesti diantisipasi oleh
manajemen adalah apabila terjadi peningkatan kompleksitas transaksi dan sistem
(Akmal 2009). Dengan adanya hal tersebut tentu saja juga harus ada peningkatan
kompetensi staff audit internal untuk dapat memberikan tingkat assurance yang
memadai. Dalam hal ini pelatihan sangat diperlukan dalam upaya peningkatan
tersebut.
Independence
Indikator independensi dapat dilihat dari posisi fungsi auditor internal di dalam
suatu organisasi. Posisi fungsi audit internal di Universitas X berada di bawah Rektor.
Meskipun demikian, dalam operasionalnya sehari-hari staf audit internal akan melapor
kepada Pembantu Rektor II (PR). Setelah itu PR yang akan melaporkan laporan rutin
atau hasil temuan pemeriksaan investigatif kepada Rektor. Yang menjadi perhatian
pada faktor independensi ini adalah posisi Divisi Audit Internal Universitas X yang
berada di bawah Rektor menyebabkan, divisi ini tidak akan bisa independen apabila
melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan.
Dari hasil wawancara yang dilakukan, terlihat bahwa posisi auditor internal
yang berada di bawah Rektor, dan memberikan pertanggungjawaban kepada Rektor
melalui PR II dirasa kurang independen karena belum disahkannya internal audit
charter dan manual book. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan salah seorang
mantan anggota komite audit,
“Auditor harusnya independen, meskipun di bawah Rektor tapi seharusnya ada pengesahan
internal audit charter dan manual book.”
Dari hasil wawancara terungkap bahwa setiap temuan maupun laporan yang
diberikan oleh staff audit internal akan selalu ditindaklanjuti oleh pimpinan. Untuk
tindak lanjut yang dilakukan oleh auditee tergantung dari keputusan yang diambil oleh
pimpinan kepada auditee. Hal ini disebabkan oleh posisi auditee yang merupakan unit-
unit yang berada di bawah Universitas X.
Experience of the staff in the Internal Audit Function
Menurut Wandita et al., (2014) pengalaman menjadi satu indikator yang
mendukung kualitas hasil kerja seorang auditor internal. Dapat dipahami bahwa
semakin banyak pengalaman kerja, maka semakin baik kualitas hasil pemeriksaan
yang dilakukannya. Pengalaman kerja juga sangat mempengaruhi keputusan yang
akan diambil, semakin lama seorang auditor menekuni profesinya maka akan semakin
tepat dalam mendeteksi adanya sebuah kesalahan.
Kedua staff yang direkrut pada saat open recruitment adalah para calon yang
terbaik yang mendaftar untuk menjadi staf Divisi Audit Internal Universitas X. Dari
hasil wawancara dan data yang diterima oleh peneliti menunjukkan bahwa dari dua
staff divisi audit internal tersebut, hanya Manajer Divisi Audit Internal yang telah
berpengalaman pada bidang Audit Internal. Sebelum menjadi Manajer Divisi Audit
Internal Universitas X, beliau bekerja pada sebuah KAP, serta menjadi Manajer
Departemen Audit Internal pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif.
Sedangkan Anggota Tim Audit Internal sebelum menjadi staf Divisi Audit Internal
Universitas X, bekerja pada sebuah perusahaan kontainer sebagai staff keuangan dan
operasional. Setelah Manajer Divisi Audit Internal dipindahtugaskan menjadi Manajer
BAK, kemungkinan terjadi beberapa permasalahan. Pertama, jumlah anggota divisi
audit internal yang sangat minim dapat menyebabkan kinerjanya tidak efektif. Kedua,
Manajer Divisi Audit Internal adalah satu-satunya staff divisi audit internal yang
Resources
Tren saat ini sumber daya yang dibutuhkan oleh fungsi audit internal, pada
perkembangan audit internal di Amerika, universitas mulai menambahkan anggaran
untuk melakukan pengujian data secara analitis (Jackson 2014). Terdapat beberapa
sumberdaya maupun fasilitas yang didapatkan oleh divisi audit internal Universitas X.
Pertama, fasilitas berupa laptop kerja, yang digunakan untuk menyimpan data dan
membuat laporan pemeriksaan investigatif. Kedua, ruang kerja yang digabung dengan
ruang kerja BAK. Ketiga, insentif di dalam melakukan pemeriksaan pada kasus
tertentu (di dalam bentuk satgas). Keempat, akses penuh terhadap informasi yang
terkait dengan auditee pada pemeriksaan investigatif dan kegiatan consulting. Di lihat
dari sudut pandang finansial, belum ada anggaran khusus yang digunakan untuk
melakukan perencanaan pemeriksaan, dan tindakan pemeriksaan, kecuali gaji staff
audit internal. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah seorang auditor
internal,
“Tidak ada anggaran khusus untuk auditor internal, waktu lalu pernah dibikin satgas, kalau
satgas ada reward khusus, tidak ada anggaran rutin untuk pemeriksaan.”
Hal ini disebabkan karena posisi staf divisi audit internal yang berada di bawah
Rektor (sebagai staf Rektor) serta tidak ada pos anggaran khusus untuk divisi audit
internal Universitas X. Anggaran yang terkait dengan divisi audit internal Universitas
X berada pada pos anggaran Rektor. Beberapa hal yang terungkap tersebut
kemungkinan akan menimbulkan beberapa implikasi. Pertama, tidak independennya
divisi audit internal dengan pimpinan, apabila di masa datang akan melakukan audit
terhadap pimpinan. Kedua, beberapa fasilitas yang diberikan kepada divisi audit
internal kemungkinan mempengaruhi kinerja staf, sebagai contoh: apabila akan
melakukan audit terhadap BAK.
Rangkuman Kondisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fungsi Audit
Internal di Universitas X
Dari analisis yang telah dipaparkan di atas mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi fungsi audit internal, disajikan ringkasan pengaruh dari faktor-faktor
tersebut terhadap praktek audit internal di Universitas X (Tabel 2, lampiran).
Dari data pada Tabel 2 (lampiran) mengenai faktor yang mempengaruhi aktivitas
fungsi audit internal menurut Ahmad et al., (2009), terlihat bagaimana kondisi faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas fungsi audit internal baik mendukung atau
tidak mendukung fungsi tersebut. Selain dari faktor-faktor tersebut, terdapat juga
beberapa hal yang perlu mendapat perhatian mengenai praktek audit internal pada
Universitas X secara keseluruhan, yaitu tidak adanya Komite Audit. Komite Audit
inilah yang pada awal pembentukan divisi audit internal direncanakan akan
memetakan apa yang akan dikerjakan oleh staf audit internal. Selanjutnya hal lain yang
muncul pada praktik fungsi audit internal di Universitas X adalah tidak adanya
perencanaan mengenai program audit yang akan dilakukan oleh divisi audit internal.
Hal tersebut kemungkinan terjadi akibat tidak adanya Komite Audit dan komunikasi
yang ada antara Pimpinan Universitas, Komite Audit, dan Pengawas pada Yayasan
tidak terintegrasi dengan baik untuk mengatur divisi audit internal.
independensi dan dapat memperkuat fungsi pengawasan fungsi audit internal. Kedua,
disahkannya audit charter dan manual book. Ketiga, kebijakan yang jelas dari
pimpinan universitas mengenai tugas dan kewenangan Divisi Audit Internal. Keempat,
dibuatnya rencana pelatihan bagi auditor internal dan ditingkatkannya jumlah
pelatihan bagi unit. Kelima, posisi kepala auditor internal yang tidak dirubah-
rubah/rangkap jabatan dengan posisi lain dalam organisasi. Keenam, memberikan
pengertian kepada seluruh anggota organisasi mengenai pentingnya pengawasan
internal, terutama kepada auditee. Ketujuh, penanggungjawab organisasi mulai
memikirkan perencanaan pemeriksaan secara berkala dan terstruktur, termasuk
sumberdaya keuangan khusus khusus untuk aktivitas pengawasan. Kedelapan,
pembentukan ulang Komite Audit Universitas X. Kesembilan, komunikasi antar
stakeholders organisasi harus diperbaiki, agar terciptanya lingkungan pengawasan
yang baik. Kesepuluh, peningkatan dan pembenahan governance yang perlu dilakukan
dari Yayasan, dan manajemen tingkat atas hingga bawah.
Keterbatasan dan Saran
Penelitian ini dilakukan sebagian besar dengan mendasarkan pada hasil
wawancara yang dilakukan pada beberapa key person sehingga kemungkinan tingkat
subjektivitas yang disampaikan sangat tinggi. Selanjutnya model penelitian ini hanya
mengacu pada sebelas faktor yang diungkapkan oleh (Ahmad et al., 2009) sehingga
tidak bisa mengakomodasi faktor-faktor lainnya yang kemungkinan juga dapat
mempengaruhi kinerja Divisi Audit Internal. Penelitian mendatang sebaiknya
menggunakan teknik pengumpulan data yang lebih kaya untuk dapat meningkatkan
tingkat objektivitas, serta dapat mempertimbangkan faktor-faktor lain yang digunakan
sebagai kerangka penelitian untuk melihat pengaruhnya pada fungsi audit internal.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H. N., R. Othman, dan K. Jusoff. 2009. The effectiveness of internal audit in
malaysian public sector. Journal of Modern Accounting and Auditing 5 (9): 53-
62.
Akmal. 2009. Pemeriksaan Manajemen Internal Audit. Edisi Kedua. Jakarta: PT
Indeks.
Anderson, U. 2003. Assurance and Consulting Services. Research Opportunities in
Internal Auditing. Edisi 4. Altamonte Springs, FL: Institute of Internal
Auditors Research Foundation.
Cohen, A., dan G. Sayag. 2010. The effectiveness of internal auditing: An empirical
examination of its determinants in israeli organisations. Australian Accounting
Review 10 (54): 296-307.
Eckel, P. D., dan A. Kezar. 2006. The Challenge Facing Academic Decision Making:
Responding to New Priorities, Following New Pathways. Washington DC:
ACE/Praeger Book Series.
Ferlie, E., dan E. Ongaro. 2015. Strategic Management in Public Service
Organizations: Concepts, Schools and Contemporary Issues. New York, USA:
Routledge.
Florea, R., dan R. Florea. 2013. Internal audit and corporate governance. Economy
Transdisciplinarity Cognition 16 (1): 79-83.
Jackson, R. A. 2014. The Year Ahead: 2015. The Internal Auditor (December): 30-35.
Mahsun, M., F. Sulistiyowati, dan H. A. Purwanugraha. 2007. Akuntansi Sektor
Publik. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta : Andi.
Moeller, R. 2009. Brink’s Modern Internal Auditing: A Common Body of Knowledge.
Seventh Edition. New Jersey, USA: John Wiley & Sons, Inc.
Montondon, L. G., dan M. Fischer. 1999. University audit departments in the united
states. Financial Accountability & Management 15 (1): 85-94.
Omar, O., H. I. M. Sharofi, S. I. Syed-Soffian, H. S. Zabedah, H. R. Mohd-Shahrir,
dan M. S. Md-Suhaimi. 2007. Public Sector Accounting in Malaysia. Kuala
Lumpur, Malaysia: Thompson Learning.
Parker, L. 2011. University corporatisation: Driving redefinition. Critical Perspectives
on Accounting 22 (1): 434-450.
Putra, I. N. W., E. Sujana, dan I. G. A. Purnamawati. 2016. Pengaruh locus of control,
gaya kepemimpinan, dan kompleksitas tugas terhadap kinerja auditor internal.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi 4 (1): 1-3.
Roth, J., dan L. Soileau. 2016. Internal Audit Fundamentals: The Most Basic Skills
Remain Largerly Uncanghed. The Internal Auditor (February): 39-40.
Sterck, M., dan Bouckaert, G. 2006. International audit trends in the public sector.
The Internal Auditor (April): 49-53.
Tanuwidjaja, S., dan S. H. Wibisono. 2015. Persepsi dan harapan auditee terhadap
kualitas audit serta pengaruhnya terhadap kepuasan auditee. Jurnal Ilmu
Manajemen dan Akuntansi 3 (2): 40-44.
Van Gansberghe, C. N. 2005. Internal Auditing in The Public Sector. The Internal
Auditor (August): 69-73.
Vijayakumar, A. N., dan N. Nagaraja. 2012. Internal control systems : Effectiveness
of internal audit in risk management at public sector enterprises. BVIMR
Management Edge (5) 1: 1-8.
Willson, C., R. Negoi, dan A. S. Bhatnagar. 2010. University Risk Management. The
Internal Auditor (August) : 65.
Wandita, N. L. P. T. A., G. A. Yuniarta, dan N. A. S. Darmawan. 2014. Pengaruh
pengetahuan, pengalaman kerja audit, dan akuntabilitas terhadap kualitas hasil
kerja auditor internal. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi 2 (1): 1-3.
Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA). 2004. Standar Profesi Audit Internal.
Yayasan Pendidikan Internal Audit: Jakarta.
LAMPIRAN
Tabel 2
Ringkasan Pengaruh Faktor-faktor
No. Aspek / Faktor Kondisi
- Jumlah staff audit internal yang dimiliki oleh Universitas
X dipandang belum cukup oleh narasumber untuk
melakukan tugas pengawasan dan consulting pada
Universitas X dan seluruh unit di bawahnya.
1. Audit Staff
- Untuk organisasi sebesar Universitas X dengan kerumitan
transaksi di dalamnya, Bendahara Yayasan berpikir
bahwa tidak cukup kalau hanya 2 orang (dengan 1 orang
staff diangkat menjadi Manajer BAK) yang memegang
kunci pengawasan di Universitas X.
- Belum disahkannya internal audit charter menyebabkan
auditor internal tidak independen, serta tidak jelasnya
batasan kewenangan dan tugas yang dikerjakan oleh staff
audit internal.
- Belum disahkannya manual book menyebabkan tidak
Full Support / Commitment from jelasnya tugas, dan prosedur yang harus dilakukan oleh
2. top management staff audit internal.
- Meskipun anggaran dasar sudah ada, namun pelaksanaan
Divisi Audit Internal belum berjalan dengan baik karena
SPI kemungkinan belum dianggap penting (terkait latar
belakang Pimpinan yang non ekonomi).
- Auditee mau tidak mau dipaksa bekerja sama dengan
auditor di dalam baik di dalam penugasan consulting
3. Cooperation from auditee maupun pemeriksaan investigatif karena auditor maupun
satgas menggunakan surat tugas / surat keputusan Rektor
(SK).
- Program pelatihan yang direncanakan oleh Komite Audit,
tidak pernah terealisasi.