Proposal Vaksin

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 7

Nomor :

Lamp :
Hal : PERMOHONAN PENGADAAN KULKAS UNTUK VAKSIN DI RUANG
IMUNISASI

Kepada yang terhormat,


Direktur RS Mitra Medika
Dr.Yahya Amar Sp.Pd
Di-
RS Mitra Medika Bondowoso

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Salam silaturohim kami sampaikan, seiring dengan Do’a semoga Rahmat, hidayah serta
Taufiq Allah senantiasa menyertai derap aktifitas kita sehari-hari, Amiin se-
hubungan dengan akan dilakukannya tindakan vaksinasi pada Bayi dan Balita
Maka dengan ini kami memohon kepada Bapak Direktur untuk menyetujui serta memberi
laporan melalui dinas kesehatan serta menyediakan Ruangan Imunisasi ukuran 3x4 demi
suksesnya pelaksanaan Tindakan Vaksinansi pada Bayi dan Balita tersebut. Adapun
proposal permohonan dana sebagaimana terlampir.
Demikian surat Permohonan dana ini kami sampaikan, atas kebijaksanaan dan
partisipasinya kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bondowoso, 27 November 2016
Ketua Bag Keperawatan dan Kebidanan Kepala Ruangan

DONY KRISTYA MARTHA,Amd.Keb ANGGUN NURUL Q Amd.Keb


BAB I

PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG

Imunisasi adalah suatu cara intervensi yang paling efektif dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian bayi dan bayi. Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu
parameter utama ukuran kesejahteraan masyarakat pedal umumnya dan kesehatan anak pada
khususnya. Sampai saat ini Indonesia masih termasuk kategori negara dengan AKB yang tinggi
bahkan tertinggi di negara ASEAN dibanding dengan negara maju. AKB sebagai permasalahan
yang serius sehingga ada upaya pencegahan primer yang mendasar dan merupakan kegiatan
rutin seperti pendeteksian kelainan janin dalam rahim, imunisasi pada ibu hamil, bayi, dan bayi
(Anonim, 2007).
Salah satu indikator kesehatan suatu bangsa ialah derajat kesehatan anak, yang biasanya
diukur melalui angka kematian anak, cakupan imunisasi dan parameter-parameter lainnya.
Masalah imunisasi tentu menjadi fokus utama, di samping penyakit-penyakit lain seperti
talasemia dan purpura trombositoponik idiopatik.
Program imunisasi merupakan program pelayanan kesehatan yang wajib disediakan dan
diselenggarakan pemerintah. Istilah wajib muncul karena program imunisasi merupakan
pelayanan yang domain rendah dan memiliki dampak terhadap orang lain (externality) yang
besar. Dengan demikian, ketersediaan berarti pemerintah harus menyediakan tenaga andal dan
cukup dalam melakukan, imunisasi, alat cukup sesuai dengan standar teknis, dana (investasi,
operasional, dan pemeliharaan) cukup, dan vaksin yang cukup (Muhlil R, 2005).
Laporan UNICEF yang dikeluarkan terakhir menyebutkan bahwa 27 juta anak bayi dan
40 juta ibu hamil di seluruh dunia masih belum mendapatkan layanan imunisasi rutin.
Akibatnya, penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin ini diperkirakan menyebabkan lebih dari
dua juta kematian tiap tahun. Angka ini mencakup 1,4 juta anak bayi yang terenggut jiwanya
(UNICEF, 2000).
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC, Diphteri, Pertusis,
Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah sa9tu penyebab kematian anak di
negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau
5% pada bayi di Indonesia adalah akibat PD3I. Agar target nasional dan global untuk mencapai
eradikasi, eliminasi dan reduksi terhadap PD3I dapat dicapai, cakupan imunisasi harus
dipertahankan tinggi dan merata sampai mencapai tingkat Population Immunity (kekebalan
masyarakat) yang tinggi. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan
merata dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) PD3I (Depkes, 2007).
Imunisasi di Indonesia secara teratur dimulai sejak tahun 1956 sehingga Indonesia
dinyatakan bebas cacar oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1974. Tahun 1977
WHO memulai program imunisasi yang di Indonesia disebut Program Pengembangan
Imunisasi (PPI). Pemerintah sebenarnya tidak mewajibkan berbagai jenis imunisasi harus
dilakukan semua. Hanya lima jenis imunisasi pada anak di bawah satu tahun yang harus
dilakukan, yakni BCG (bacillus calmette-guerin), DPT (difteri pertusis tetanus), polio, campak,
dan hepatitis B.
Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada dasarnya merupakan prediksi
terhadap cakupan atas imunisasi lengkap pada sekelompok bayi. Bila cakupan UCI
tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi terhadap penularan penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Dalam hal ini pemerintah mentargetkan
pencapaian UCI pada wilayah administrasi Desa/Kelurahan.
Imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dengan melaksanakan imunisasi
cacar di pulau Jawa. Kegiatan ini telah berhasil membasmi penyakit cacar di Indonesia,
sehingga pada tahun 1974 Indonesia dinyatakan telah bebas penyakit cacar oleh WHO.
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dimulai sejak tahun 1977 dengan pemberian vaksin
BCG, DPT dan TT. Pada tahun 1980 dikembangkan vaksin polio dan terakhir vaksin campak
pada tahun 1982. (www.temporaktif.com,2008)
Program imunisasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1956 dengan melaksanakan
vaksinasi cacar di pulau Jawa, hingga Indonesia dinyatakan bebas cacar oleh WHO pada tahun
1974. Dengan keberhasilan tersebut maka sejak itu dilakukan pula vaksinasi Toxoid Tetanus
untuk ibu hamil tahun 1974. Vaksinasi DPT dimulai tahun 1976,vaksinasi BCG di tahun 1978.
Pengembangan program imunisasi (PPI) secara resmi dimulai tahun1977. Vaksinasi polio dan
campak mulai dikembangkan pada tahun 1980, hingga pada tahun 1982 program imunisasi
telah mencangkup enam jenis antigen yaitu : BCG, DPT, Polio, dan Campak. Pada tahun 1995-
1997 diadakan pekan imunisasi Nasional (PIN) , diharapkan setiap balita termasuk bayi baru
lahir di seluruh Indonesia mendapatkan imunisasi. Pada tahun 1995 PIN hanya memberikan
vaksin polio, akan tetapi pada tahun 1996 dan 1997 juga diberikan imunisasi polio dan campak
pada balita dan imunisasi TT pada ibu hamil dan ibu balita. Dengan tujuan agar mengurangi
angka kematian bayi akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PB3I) dan tujuan
khusus adalah tercapainya Universal Child Immunization (UCI) di tiap kecamatan, tercapainya
eliminasi Tetanus Neonatorum (insiden di bawah 1 per 10.000 kelahiran hidup) di seluruh
Indonesia dan reduksi campak pada tahun 2000.(Nadhrin, 1995). Berdasarkan profil kesehatan
provinsi Sulawesi Selatan tahun 2006 cakupan imunisasi telah mencapai UCI selama 5 tahun
berturut-turut yaitu pada tahun 2002 sebesar 88,90%, pada tahun 2003 sebesar 91,70%, pada
tahun 2004 sebesar 92,51%, pada tahun 2005 sebesar 96,76% dan pada tahun 2006 sebesar
88,30%. (DinKes, 2007)
Berdasarkan evaluasi di lapangan ternyata pelaksanaan imunisasi selama ini dianggap
belum memadai dilihat dari masih meningkatnya penyakit menular yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I) seperti : Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri, Pertusis, Hepatitis. Secara
nasional angka insiden Tetanus Neonatorum pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus (CFR 56%),
Campak tahun 2003 sebanyak 2.914 kasus (CFR 0,34%), Difteri tahun 86 kasus (CFR 23%),
Pertusis pada tahun 2003 sebanyak 2.788 kasus dan Hepatits periode 2000-2003 sebanyak
29.597 kasus. Sedangkan Sulawesi Selatan sendiri angka insiden Tetanus Neonatorum pada
tahun 2005 8 kasus (CFR 5 orang), Campak tahun 2005 sebanyak 445 Orang, Difteri tahun
2005 sebayak 109 kasus, Pertusis 2005 1 kasus dan tahun 2006 16 kasus, sedangkan Hepatitis
pada tahun 2004 sebanyak 700 kasus. (DinKes,2007).
Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan
sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang
kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah pengertian dan keikutsertaan orang
tua dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan yang
memadai tentang hal itu diberikan.
Dalam hal ini peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat penting, karena orang
terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Demikian juga tentang pendidikan dan pengetahuan
ibu. Pendidikan dan pengetahuan ibu akan mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada
bayi dan anak, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya. Masalah pengertian,
pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak akan jadi halangan
yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang hal itu diberikan. (Arsunan,
2006)
Selain peran orang tua juga tidak dapat dipungkiri bahwa hampir semua kegiatan
pelayanan Posyandu tidak akan berjalan dengan baik tanpa kehadiran kader sebagai tenaga
sukarela. Kader inilah sebenarnya yang menjadi rohnya Posyandu. Peran kader pada hari buka
Posyandu sangat besar karena lancar tidaknya penyelenggaraan kegiatan Posyandu ditentukan
sejauhmana kemampuan dan keaktifan kader melaksanakan fungsinya serta membangun
kerjasama baik sesama kader maupun terhadap pembina dan kelompok sasaran Posyandu.
Mengingat begitu strategisnya keberadaan kader maka untuk lebih optimalnya dalam
memberikan pelayanan, pemerintah memprogramkan pemberian pelatihan kader. (Bapenas,
2008)
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan masih ada Posyandu yang mengalami
keterbatasan kader, yaitu tidak semua kader aktif dalam setiap kegiatan Posyandu sehingga
pelayanan tidak berjalan lancar. Keterbatasan kader disebabkan adanya kader drop out karena
lebih tertarik bekerja di tempat lain yang memberikan keuntungan ekonomis, kader pindah
karena ikut suami, dan juga setelah bersuami tidak mau lagi menjadi kader, kader sebagai
relawan merasa jenuh dan tidak adanya penghargaan kepada kader yang dapat memotivasi
mereka untuk bekerja dan faktor-faktor lainnya seperti kurangnya pelatihan serta adanya
keterbatasan pengetahuan dan pendidikan yang seharusnya dimiliki oleh seorang kader, karena
berdasarkan penelitian sebelumnya kader yang direkrut oleh staf Puskesmas kebanyakan hanya
berpendidikan sampai tingkat SLTA dengan pengetahuan yang sangat minim dan umumnya
tidak bekerja (Nain, 2008).
Imunisasi Hbo dilakukan sekali pada bayi baru lahir usia 0-24 Jam.Imunisasi BCG
dilakukan sekali pada bayi usia 0-11 bulan, lalu DPT diberikan tiga kali pada bayi usia 2-11 bulan
dengan interval minimal empat minggu. Imunisasi polio diberikan empat kali pada bayi 0-11
bulan dengan interval minimal empat minggu. Sedangkan campak diberikan satu kali pada bayi
usai 9-11 bulan. Terakhir, imunisasi hepatitis B harus diberikan tiga kali pada bayi usia 1-11
bulan, dengan interval minimal empat minggu (Depkes RI, 2005).
Imunisasi harus diberikan berkali-kali dengan jangka waktu tertentu, orang tua kerap
lupa dan harus mencatat dalam dokumen kesehatan anak yang biasanya diberikan oleh bidan,
baik di tempat praktik atau di rumah sakit. Jika orang tua teledor, bisa-bisa dokumen kesehatan
pun terselip (Depkes RI, 2005).
Rata-rata angka imunisasi di Indonesia hanya 72 persen. Artinya, angka di beberapa
daerah sangat rendah. Ada sekitar 2.400 anak di Indonesia meninggal setiap hari termasuk
yang meninggal karena sebab-sebab yang seharusnya dapat dicegah. Misalnya tuberculosis,
campak, pertussis, dipteri dan tetanus. "Ini merupakan tragedi yang mengejutkan dan tidak
seharusnya terjadi. Masalah ini mencerminkan masalah-masalah sistem dari tingkat kabupaten
ke bawah. Sekaligus juga mencerminkan perlunya pendanaan yang sesuai di tingkat nasional
untuk mendukung dan mempertahankan pengawasan program imunisasi di Indonesia. Wabah
polio yang baru saja terjadi merupakan krisis kesehatan yang berdampak global. Ini merupakan
contoh yang baik mengapa beberapa program tidak boleh dibiarkan gagal karena kurangnya
dana dan kapasitas sumber daya manusia pada pelaksanaannya, "kata Dr. Gianfranco
Rotigliano, Kepala Perwakilan UNICEF di Indonesia (UNICEF, 2005).

II. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Setelah dilakukannya Imunisasi Dasar pada bayi dan balita diharapkan cakupan dapat
terpenuhi dengan baik
B. Tujuan Khusus
Setelah dilakukannya Imunisasi Dasar pada bayi dan balita diharapkan cakupan di
Rumah Sakit Mitra Medika dapat Terpenuhi

III. PELAKSANAAN
Dilakukan di Rumah Sakit Mitra Medika 1x24 Jam oleh petugas
IV. PENUTUP
Demikian Proposal ini kami susun sebagai pedoman kerja di Rumah Sakit Mitra
Medika.Semoga dukungan dan kerjasama dari pihak yang terkait akan menjadi suatu
kegiatan dan pelayanan yang memuaskan bagi masyarakat dan sesuai dengan tujuan.Atas
perhatian dan partisipasinya kami ucapkan banyak terimakasih

LEMBAR PENGESAHAN

PERMOHONAN PENGADAAN KULKAS UNTUK VAKSIN DI RUANG


IMUNISASI

Telah disetujui oleh :

Ketua Bag Keperawatan dan Kebidanan Kepala Ruangan

DONY KRISTYA MARTHA,Amd.Keb ANGGUN NURUL Q Amd.Keb

Direktur

Yahya Amar,Sp.Pd

You might also like