Antihistamin PDF
Antihistamin PDF
Antihistamin PDF
ABSTRACT
The first antihistamines with clinically useful anti-allergic activity were introduced in the early 1940. This
first generation antihistamines are among the most widely used drugs in the world and provide symptomatic
relief for allergies and the common cold to millions of patients, especially in over the counter combination
preparations. Their full potential is limited by the sedation caused by their effects on histamine receptors in the
brain. Thirty years later the effects of histamine was separated into group of actions mediated by two distinct
reseptors AH1 and AH2. Second generation antihistamines (terfenadine, astemizole, loratadine and cetirizine),
which block peripheral H1 receptors without penetrating the blood brain barrier were introduced from 1981
onwards. Although largely successful in this goal, terfenadine and astemizole were found to cause potentially
serious ventricular arrythmias. The third generation of antihistamines consist of fexofenadine, norastemizole
and descarboethoxy loratadine are natural metabolites of the second generation drugs and possess the clinical
efficacy without side-effects on cardiac electrophysiology.
ABSTRAK
Antihistamin yang pertama kali digunakan pada awal tahun 1940, secara klinik berguna sebagai anti-alergi.
Antihistamin generasi pertama merupakan obat yang paling banyak digunakan di dunia dan bermanfaat untuk
meringankan gejala-gejala alergi dan influensa pada banyak penderita, dapat diperoleh di toko obat dalam bentuk
kombinasi. Kegunaannya terbatas sebab menimbulkan rasa kantuk karena antihistamin berikatan dengan reseptor
histamin di otak. Tiga puluh tahun kemudian efek kerja histamin dibagi dalam 2 kelompok yaitu reseptor AH1
dan reseptor AH2. Sejak tahun 1981 ditemukan antihistamin generasi ke-2 (terfenadin, astemizol, loratadin dan
cetirizin), bekerja menghambat reseptor H1 di perifer tanpa menembus sawar darah otak. Meskipun secara
keseluruhan hasilnya baik, ternyata terfenadin dan astemizol dapat menimbulkan aritmia ventrikel yang
membahayakan kehidupan. Antihistamin generasi ke-3 terdiri atas fexofenadin, norastemizol dan descarboethoxy
loratadin merupakan metabolit alami obat generasi ke-2 dan secara klinis berguna dan tidak berpengaruh terhadap
elektrofisiologi jantung.
Kata kunci : alergi, antihistamin generasi ke-3, elektrofisologi jantung, kualitas hidup
PENDAHULUAN
Antihistamin dalam dosis terapi, efektif untuk digolongkan sebagai antihistamin penghambat
mengobati edema, eritem dan pruritus, tetapi tidak reseptor H2 (AH2). Kedua jenis antihistamin ini
dapat melawan efek hipersekresi asam lambung bekerja secara kompetitif yaitu dengan menghambat
akibat histamin. Antihistamin tersebut digolongkan interaksi histamin dan reseptor histamin H1 atau H2.
dalam antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1). (1,2)
Setelah itu, terdapat banyak usaha untuk
Setelah tahun 1972 ditemukan kelompok menemukan obat baru yang mampu menghambat
antihistamin baru yang dapat menghambat sekresi kedua reseptor dengan berbagai kekuatan dan
asam lambung akibat histamin. Antihistamin ini spesifitasnya.
123
Histamin menyebabkan kontraksi otot polos Macam-macam obat antihistamin
antara lain pada bronkus dan usus, tetapi Sejak histamin ditemukan sebagai suatu zat
menyebabkan relaksasi kuat pada otot polos kimia yang mempengaruhi banyak proses faali dan
pembuluh darah kecil, sehingga permeabilitasnya patologik dalam tubuh, maka dicari obat yang
meningkat dan timbul pruritus. (3) Selain itu, dapat melawan khasiat histamin. Epinefrin
histamin merupakan perangsang kuat sekresi asam merupakan antagonis faali yang pertama kali
lambung dan kelenjar eksokrin lainnya misalnya digunakan, efeknya lebih cepat dan lebih efektif
kelenjar mukosa saluran nafas. Akibat vasodilatasi daripada AH1.
pada pembuluh darah kecil maka timbul kemerahan
dan rasa panas di daerah wajah, resistensi perifer Antihistamin generasi pertama
menurun sehingga tekanan darah menurun Sejak tahun 1937-1972, ditemukan beratus-
(hipotensi). Permeabilitas kapilar meningkat ratus antihistamin dan digunakan dalam terapi,
sehingga protein dan cairan plasma keluar ke namun khasiatnya tidak banyak berbeda. AH1 ini
ruangan ekstraselular dan menimbulkan edema. dalam dosis terapi efektif untuk menghilangkan
Efek bronkokonstriksi dan kontraksi usus karena bersin, rinore, gatal pada mata, hidung dan
histamin dapat dihambat oleh AH1. Efek histamin tenggorokan pada seasonal hay fever, tetapi tidak
terhadap sekresi asam lambung dapat dihambat oleh dapat melawan efek hipersekresi asam lambung
AH2, misalnya simetidin dan ranitidin. AH1 berguna akibat histamin. AH 1 efektif untuk mengatasi
untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit urtikaria akut, sedangkan pada urtikaria kronik
alergi dan mencegah atau mengobati mabuk hasilnya kurang baik. Mekanisme kerja
perjalanan. Secara klinis alergi terdapat pada antihistamin dalam menghilangkan gejala-gejala
penyakit rinitis alergika, urtikaria dan angioedema. alergi berlangsung melalui kompetisi dalam
berikatan dengan reseptor H1 di organ sasaran.
Cara kerja obat antihistamin Histamin yang kadarnya tinggi akan memunculkan
Histamin sudah lama dikenal karena lebih banyak reseptor H1. Antihistamin tersebut
merupakan mediator utama timbulnya peradangan digolongkan dalam antihistamin generasi pertama.
(2)
dan gejala alergi. Mekanisme kerja obat antihistamin Untuk pedoman terapi, penggolongan AH 1
dalam menghilangkan gejala-gejala alergi dengan lama kerja, bentuk sediaan dan dosis dapat
berlangsung melalui kompetisi dengan menghambat di lihat pada Tabel 1.
histamin berikatan dengan reseptor H1 atau H2 di Antihistamin generasi pertama ini mudah
organ sasaran. Histamin yang kadarnya tinggi akan didapat, baik sebagai obat tunggal atau dalam
memunculkan lebih banyak reseptor H1. Reseptor bentuk kombinasi dengan obat dekongestan,
yang baru tersebut akan diisi oleh antihistamin. misalnya untuk pengobatan influensa. Kelas ini
Peristiwa molekular ini akan mencegah untuk mencakup klorfeniramine, difenhidramine,
sementara timbulnya reaksi alergi. prometazin, hidroksisin dan lain-lain. Pada
Reseptor H1 diketahui terdapat di otak, retina, umumnya obat antihistamin generasi pertama ini
medula adrenal, hati, sel endotel, pembuluh darah mempunyai efektifitas yang serupa bila digunakan
otak, limfosit, otot polos saluran nafas, saluran menurut dosis yang dianjurkan dan dapat
cerna, saluran genitourinarius dan jaringan vaskular. dibedakan satu sama lain menurut gambaran efek
Reseptor H2 terdapat di saluran cerna dan dalam sampingnya. Namun, efek yang tidak diinginkan
jantung. Sedangkan reseptor H3 terdapat di korteks obat ini adalah menimbulkan rasa mengantuk
serebri dan otot polos bronkus. (4) Di kulit juga sehingga mengganggu aktifitas dalam pekerjaan,
terdapat reseptor H3 yang merupakan autoreseptor, harus berhati-hati waktu mengendarai kendaraan,
mengatur pelepasan dan sintesis histamin. Namun, mengemudikan pesawat terbang dan
peranan dalam menimbulkan gatal dan inflamasi mengoperasikan mesin-mesin berat. Efek sedatif
masih belum jelas. (5) ini diakibatkan oleh karena antihistamin generasi
124
pertama ini memiliki sifat lipofilik yang dapat digolongkan dalam antihistamin generasi kedua
menembus sawar darah otak sehingga dapat yaitu terfenadin, astemizol, loratadin dan
menempel pada reseptor H 1 di sel-sel otak. cetirizin.
Dengan tiadanya histamin yang menempel pada Terfenadin diperkenalkan di Eropa pada
reseptor H1 sel otak, kewaspadaan menurun dan tahun 1981 dan merupakan antihistamin pertama
timbul rasa mengantuk. (1,6) Selain itu, efek sedatif yang tidak mempunyai efek sedasi dan diijinkan
diperberat pada pemakaian alkohol dan obat beredar di Amerika Serikat pada tahun 1985. (7)
antidepresan misalnya minor tranquillisers. Namun, pada tahun 1986 pada keadaan tertentu
Karena itu, pengguna obat ini harus berhati-hati. dilaporkan terjadinya aritmia ventrikel, gangguan
Di samping itu, beberapa antihistamin ritme jantung yang berbahaya, dapat
mempunyai efek samping antikolinergik seperti menyebabkan pingsan dan kematian mendadak.
mulut menjadi kering, dilatasi pupil, penglihatan (8)
Beberapa faktor seperti hipokalemia,
berkabut, retensi urin, konstipasi dan hipomagnesemia, bradikardia, sirosis atau
impotensia.(6) kelainan hati lainnya atau pemberian bersamaan
dengan juice anggur, antibiotika makrolid
Antihistamin generasi kedua (misalnya eritromisin), obat anti jamur (misalnya
Setelah tahun 1972, ditemukan kelompok itraconazole atau ketoconazole) berbahaya karena
antihistamin baru yang dapat menghambat sekresi dapat memperpanjang interval QT.(8,9) Pada tahun
asam lambung akibat histamin yaitu burinamid,
1997 FDA menarik terfenadin dari pasaran karena
metilamid dan simetidin. (2) Ternyata antihistamin
telah ditemukannya obat sejenis dan lebih aman.
generasi kedua ini memberi harapan untuk
Astemizol (Hismanal ) merupakan
pengobatan ulkus peptikum, gastritis atau
antihistamin kedua yang tidak menyebabkan
duodenitis. Antihistamin generasi kedua
sedasi diperbolehkan beredar di Amerika Serikat
mempunyai efektifitas antialergi seperti generasi
(Desember 1988). Obat ini secara cepat dan
pertama, memiliki sifat lipofilik yang lebih rendah
sempurna diabsorpsi setelah pemberian secara
sulit menembus sawar darah otak. Reseptor H1
oral, tetapi astemizol dan metabolitnya sangat
sel otak tetap diisi histamin, sehingga efek
banyak distribusinya dan mengalami metabolisme
samping yang ditimbulkan agak kurang tanpa efek
mengantuk. Obat ini ditoleransi sangat baik, sangat lambat. Namun, karena kasus aritmia
dapat diberikan dengan dosis yang tinggi untuk jantung dan kematian mendadak telah diamati
meringankan gejala alergi sepanjang hari, setelah penggunaan astemizol pada keadaan yang
terutama untuk penderita alergi yang tergantung serupa dengan terfenadin, maka pada astemizole
pada musim. Obat ini juga dapat dipakai untuk diberikan tanda peringatan dalam kotak hitam.(7)
pengobatan jangka panjang pada penyakit kronis Loratadin (Claritin ) mempunyai
seperti urtikaria dan asma bronkial. Peranan farmakokinetik serupa dengan terfenadin, dalam
histamin pada asma masih belum sepenuhnya hal mulai bekerjanya dan lamanya. Seperti halnya
diketahui. Pada dosis yang dapat mencegah terfenadin dan astemizol, obat ini mula-mula
bronkokonstriksi karena histamin, antihistamin mengalami metabolisme menjadi metabolit aktif
dapat meredakan gejala ringan asma kronik dan deskarboetoksi loratadin (DCL) dan selanjutnya
gejala-gejala akibat menghirup alergen pada mengalami metabolisme lebih lanjut. Loratadin
penderita dengan hiperreaktif bronkus. Namun, ditoleransi dengan baik, tanpa efek sedasi, serta
pada umumnya mempunyai efek terbatas dan tidak mempunyai efek terhadap susunan saraf
terutama untuk reaksi cepat dibanding dengan pusat dan tidak pernah dilaporkan terjadinya
reaksi lambat, sehingga antihistamin generasi kematian mendadak sejak obat ini diperbolehkan
kedua diragukan untuk terapi asma kronik. Yang beredar pada tahun 1993. (7,10)
125
Tabel 1. Penggolongan anthistamin (AH1), dengan masa kerja, bentuk sediaan dan dosisnya.(2)
126
Cetirizin (Ryzen ) adalah metabolit berpengaruh pada interval QT pada percobaan
karboksilat dari antihistamin generasi pertama binatang atau pada manusia yang diberi 10 kali
hidroksizin, diperkenalkan sebagai antihistamin lipat dosis standar 60 mg 2 kali sehari.
yang tidak mempunyai efek sedasi. (dipasarkan Feksofenadin tidak menembus sawar darah otak
pada Desember 1995). Obat ini tidak mengalami sehingga tidak mempunyai efek samping terhadap
metabolisme, mulai kerjanya lebih cepat dari pada susunan saraf pusat. (9,12)
obat yang sejenis dan lebih efektif dalam Penelitian yang dilakukan oleh Meltzer dkk.
pengobatan urtikaria kronik.(11) Efeknya antara pada 826 penderita rinitis allergika kronik karena
lain menghambat fungsi eosinofil, menghambat musim, dari usia 12 hingga 65 tahun dengan
pelepasan histamin dan prostaglandin D 2 . pemberian feksofenadin 60 mg ternyata dapat
Cetirizin tidak menyebabkan aritmia jantung, meningkatkan kualitas hidup, tidak mengganggu
namun mempunyai sedikit efek sedasi sehingga aktifitas dan produksi kerja. (13) Penggunaan
bila dibandingkan dengan terfenadin, astemizol antihistamin untuk penderita lanjut usia harus
dan loratadin obat ini lebih rendah. mempertimbangkan berbagai kemungkinan
interaksi obat serta kondisi organ tubuh yang
Antihistamin generasi ketiga biasanya telah mengalami penurunan.
Yang termasuk antihistamin generasi ketiga Feksofenadin merupakan antihistamin non-
yaitu feksofenadin, norastemizole dan sedatif, yang sama dengan terfenadin tetapi tidak
deskarboetoksi loratadin (DCL), ketiganya adalah bersifat kardiotoksik. Pada penderita penyakit
merupakan metabolit antihistamin generasi kedua. hati tidak diperlukan penyesuaian dosis, demikian
Tujuan mengembangkan antihistamin generasi juga untuk penderita gangguan fungsi ginjal dosis
ketiga adalah untuk menyederhanakan yang dianjurkan adalah dosis tunggal 60 mg/ hari.
(14)
farmakokinetik dan metabolismenya, serta
menghindari efek samping yang berkaitan dengan Norastemizole mempunyai beberapa
obat sebelumnya (7). kelebihan dibanding dengan astemizole, dan
Feksofenadin (Telfast ) merupakan menurut McCullogh dkk norastemizole
metabolit karboksilat dari antihistamin generasi menghambat reseptor H1 13 sampai 16 kali lebih
kedua terfenadin dan diijinkan untuk dipasarkan kuat. (12)
oleh FDA pada Juli 1996. Setelah diketahui Pada percobaan dengan binatang, konstriksi
bahwa feksofenadin tidak berpengaruh buruk bronkus akibat histamin juga dihambat 20 sampai
terhadap elektrofisiologi jantung dan mempunyai 40 kali lebih kuat dibanding astemizole. (15)
efektivitas sama seperti terfenadin maka Mulai kerja norastemizole lebih cepat dibanding
feksofenadin menggantikan terfenadin dan telah astemizole. Norastemizole tidak mengalami
dipasarkan di Indonesia dengan nama dagang metabolisme, diekskresi dalam urin dalam bentuk
Telfast ( di Amerika : Allegra ).(7) tidak berubah, waktu paruh plasma sekitar satu
Sifat-sifat kimia feksofenadin adalah : secara minggu, jadi setengah dari pada waktu paruh
oral cepat diabsorpsi, hanya sekitar 5% astemizole. Dalam percobaan pada tikus, obat ini
mengalami metabolisme, sisanya diekskresi dalam tidak menaikkan berat badan. Terhadap jantung,
urin dan feses tanpa mengalami perubahan. Hasil pengaruhnya relatif lebih aman meskipun dalam
ini tidak dipengaruhi oleh adanya gangguan pada kombinasi dengan obat lainnya, tidak
fungsi hati atau ginjal. Pada penderita usia lanjut meningkatkan interval QT setelah pemberian per
atau penderita dengan gangguan fungsi ginjal, os dengan dosis tunggal 100 mg.(15) Obat ini belum
kadar feksofenadine dalam plasma darah dapat dipasarkan di Indonesia.
meningkat 2 kali dari pada normal. Namun hal DCL (diproduksi oleh Schering Plough)
ini tidak perlu dikhawatirkan, karena indeks terapi lebih kuat dari pada loratadin terhadap reseptor
obat ini relatif tinggi. Feksofenadin tidak H1. Juga diketahui bahwa obat ini menghambat
127
reseptor muskarinik M 1 dan M 3 sehingga Feksofenadin tidak berpengaruh terhadap jantung.
meningkatkan efek dalam pengobatan asma DCL mempunyai efek yang relatif lebih baik
bronkiale. (16) DCL mula kerjanya sedikit lebih dibanding loratadin sehingga memberi pilihan
lambat dan mempunyai waktu paruh dalam plasma antihistamin yang lain. Norastemizole tampak
lebih panjang dibandingkan dengan loratadine (7). mempunyai kekuatan yang lebih baik dan lebih
Dalam percobaan binatang dengan dosis yang aman dengan aktifitas yang lebih cepat. DCL dan
tinggi ternyata tidak berpengaruh terhadap interval Norastemizole belum dipasarkan di Indonesia.
QT dan denyut jantung meskipun dengan dosis Kadar antihistamin generasi ketiga ini dalam
sampai 100 mg/ kg BB. (12) Pada kombinasi dengan plasma mempunyai batas keamanan yang lebih
eritromisin, kadar DCL dalam plasma sedikit baik, sehingga dapat digunakan secara luas seperti
menurun. (10) pada rinitis alergika, urtikaria dan kemungkinan
untuk asma.
Efek samping obat antihistamin
Antihistamin yang dibagi dalam antihistamin Daftar Pustaka.
generasi pertama dan antihistamin generasi kedua,
pada dasarnya mempunyai daya penyembuh yang 1. Black JW, Duncan WA, Durant CJ, Ganellin
sama terhadap gejala-gejala alergi. Yang berbeda CR, Parsons EM. Definition and antagonism of
adalah antihistamin klasik mempunyai efek histamine H2 receptors. Nature 1972; 236: 385-
90.
samping sedatif. Efek sedatif ini diakibatkan oleh
2. Ganiswara SG. Farmakologi dan Terapi edisi 4.
karena antihistamin klasik dapat menembus sawar Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI; 1995.
darah otak (blood brain barrier) sehingga dapat 3. White M. Mediators of inflammation and the
menempel pada reseptor H1 di sel-sel otak. Dengan inflammatory process. J Allergy Clin Immunol
tiadanya histamin yang menempel di reseptor H1 1999; 103: S378-81.
sel otak, kewaspadaan menurun sehingga timbul 4. Kaliner MA. Clinical use of H1 antihistamines
rasa mengantuk. Sebaliknya, antihistamin generasi in elderly patients; considerations in a
kedua sulit menembus sawar darah otak sehingga polypharmaceutic patient population. Clinical
reseptor H1 sel otak tetap diisi histamin, sehingga Geriartric 1997; 5: 75-90.
efek sedatif tidak terjadi. Oleh karena itulah 5. Nathan R. Urticaria and Angioedema. Medical
Progress 2000; 27: 24-8.
antihistamin generasi kedua disebut juga
6. Simons FER, Simons KJ. The pharmacology and
antihistamin non-sedatif. Badan yang mengawasi
use of H1 - receptor - antagonist drugs. New Engl
peredaran obat di Amerika (FDA) pada tahun 1997 J Med 1994; 330: 1663-70.
mencabut peredaran terfenadine karena timbulnya 7. Handley DA, Magnetti A, Higgins A.J.
aritmia, takikardia ventrikular, pemanjangan Therapeutic advantages of third generation
interval QT. Aritmia ini dapat menimbulkan antihistamines. Exp Opin Invest Drugs 1998;
pingsan dan kematian mendadak karena gangguan 7: 1045-54.
jantung. Pemilihan obat antihistamin yang ideal 8. Woosley RL. Cardiac actions of antihistamines.
harus memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu Ann Rev Pharmacol Toxicol. 1996; 36: 233-52.
keamanan, kualitas hidup, pemberian mudah 9. Hey JA, Del Prado M, Cuss FM. Antihistamine
activity, central nervous system and
dengan absorpsi cepat, kerja cepat tanpa efek
cardiovascular profiles of histamine H 1
samping dan mempunyai aktifitas antialergi.
antagonists; comparative studies with oratadine,
terfenadine and sedating antihistamines in
KESIMPULAN guinea pigs. Clin Exp Allergy 1995; 25: 974-
84.
Penggunaan antihistamin generasi ketiga 10. Brannan MD, Reidenberg P, Radwanaski E.
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa obat ini sangat Loratadine administered concomitantly with
baik untuk pengobatan rinitis alergika. erythromycin. Pharmacokinetic and
128
electrocardiographic evaluations. Clin Pharmacol 14. Rao N, Weilert D, Grave M, Eller M, Weir S.
Ther 1995; 58: 269-78. Pharmacokinetics of terfenadine acid metabolite,
11. Andri L, Senna GE, Betteli C. A comparison of MDL 16,455 in healthy geriatric subjects. Pharm
the efficacy of cetirizine and terfenadine. A Res 1995; 12: 386.
double blind controlled study of chronic 15. Handley DA, McCullough JR, Fang KQ, Wright
idiopathic urticaria. Allergy 1993; 48: 358-65. SE, Smith ER. Comparative antihistamine effects
12. McCullough JR, Butler HT, Fang KQ and of astemizole and a metabolite, norastemizole.
Handley DA. Receptor binding properties of Ann Allergy Asthma Immunol 1997; 78: 144.
astemizole and its metabolite norastemizole. Ann 16. Casale T, Clancy J, Dockhorn RJ. Norastemizole
Allergy Asthma Immunol 1997; 78: 144. does not affect ECG parameters. J Allergy Clin
13. Meltzer EO, Casale TB, Nathan RA, Thompson Immunol 1998; 101: S245.
AK Once daily fexofenadine HCl improves 17. Handley DA, McCullough JR, Fang Y, Wright
quality of life and reduces work and activity SE and Smith ER. Descarboethoxyloratadine, a
impairment in patients with seasonal allergic metabolite of loratadine, is a superior
rhinitis. Ann Allergy Asthma Immunol 1999; 83: antihistamine. Ann Allergy Asthma Immunol
311-7. 1997; 78: 143.
129