Membangun Komunitas untuk Menciptakan Dampak Keberlanjutan

Membangun Komunitas untuk Menciptakan Dampak Keberlanjutan

Banyak perusahaan berpartisipasi dalam pembangunan fasum: fasilitas yang diadakan untuk kepentingan umum (jalan, tempat sampah, alat penerangan umum, jaringan listrik, banjir kanal, trotoar, dll) dan fasos fasilitas yang diadakan oleh pemerintah atau pihak swasta yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum dalam lingkungan pemukiman (puskesmas, tempat ibadah, pasar, tempat rekreasi, taman bermain (RPTRA), tempat olahraga, ruang serbaguna, dll).

Ketika fasilitas tersebut selesai dibangun dan digunakan masyarakat, banyak kejadian dimana ada pengunjung yang mencuri atau merusak sarana dan prasarana, menginjak-injak tanaman, membuang sampah sembarangan,dengan kata lain tidak punya rasa memiliki sehingga tidak punya niat untuk turut memellhara keindahannya, terutama mereka merasa sudah ada petugas yang memelihara. Sungguh disayangkan dana, waktu dan upaya yang telah banyak dikeruarkan oleh perusahaan dan pemerintah untuk membangun ternyata tidak dapat menjadi legacy yang dampak positifnya bertahan lama.

Perusahaan sebenarnya melalui CSR dapat juga 'membangun manusia', tidak hanya melakukan pembangunan fisik. Tujuan pembangunan manusia adalah mengedukasi mereka agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab (citizen socially responsible) dalam menggunakan fasum dan fasos. Sangat penting membentuk kelompok masyarakat yang akan melaksanakan pemeliharaan dan pengawasan atas penggunaan fasum atau fasos yang ada. Jadi masyarakat perlu diedukasi dan didampingi agar menjadi mandiri dan melaksanakan swakelola.

Caranya dapat dimulai dengan penyuluhan kepada masyarakat yang tinggal disekitar fasum dan fasos tersebut tentang pentingnya memilihara sarana atau prasarana dan kebersihan meski petugas sudah ada. Masyarakat perlu dibuat sadar-memahami-meyakini-bertindak, yakni sadar bahwa memilihara kebersihan dan sarana prasarana adalah bagian dari iman, karena telah diberi anugerah yang diperoleh cuma-cuma.

Selanjutny perlu diberi pemahaman tentang bagaimana menjadi citizen atau warga yang bertanggung jawab sosial dengan melakukan pengawasan dan pemiliharaan bersama-sama. Perlu diberi pelatihan dan pendampingan bagaimana tata kelola organiasi yang terdiri dari membentuk kelompok, memilih pengurus kelompok, menentukan tugas dan tanggungjawab masing-masing anggota pengurus, menentukan iuran pemeliharaan, pencatatannya, pertanggungjawabannya, dll. Selanjutnya masyarakat anggota kelompok perlu diyakinkan bahwa pengeloIaan dengan cara kelompok dapat lebih efektif dibandingkan hanya mengandalkan petugas RPTRA, misalnya. Setelah masyarakat mengerti cara 'menjalankan' kelompok, mempunyai keterampilan yang cukup, maka mereka dapat segera menerapkan ilmu yang diperoleh dari pelatihan dan pendampingan yang telah diseleng-garakan perusahaan melalui CSR.

Saran terakhir adalah mencari mitra setempat dalam melaksanakan ini, misalnya dapat mengajak guru-guru atau pihak lain yang dianggap kompeten. Jika tingkat pendidikan di level nasional, dapat menggunakan strategi kampanye dengan mengajak perusahaan di industri media untuk mempromosikan ajakan swakelola ini di media yang dimiliki sebagai bagian dari CSR perusahaan media tersebut, dan dapat juga mengajak Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan agar menjadi program nasional. Jadi CSR untuk fasum dan fasos tidak hanya untuk membangun fisik akan tetapi perlu sekali membangun manusia yang akan menggunakannya sehingga dapat tercipta dampak yang berkelanjutan.

Linda G, (MM Sustainability), CSRA, AAusIMM

ICMM Compliance. ESG/Sustainability In Mining Operation, ESG/Sustainability Reporting (GRI, TCFD, IFRS, ISSB), Investor Relations.

7 thn

Sangat setuju dengan ibu.

Tmks 🙏 mbak Anastasia Resti 😊

Suka
Balas

Sukses selalu ibu

Untuk melihat atau menambahkan komentar, silakan login